Wattpad Original
Ada 7 bab gratis lagi

Kehilangan

49.7K 5.5K 424
                                    

Warning: bagian ini memuat adegan kekerasan yang memicu kegelisahan.

~ Have you ever been lost in the middle of something? Or ... have you ever lost yourself? ~

Sebastian mengerjapkan matanya dengan berat. Malam ini panas sekali, dan dia bisa merasakan kausnya yang berbahan nilon—yang licin dan bau—seperti menempel pada kulitnya. Basah karena keringat di sekujur tubuhnya yang kurus.

Menghela napas berat, dia bangun dan duduk di ranjangnya, lalu melihat ke kipas angin yang mati. Dia mengeluh dalam hati. Pasti listrik padam lagi. Perlahan dia turun dari ranjang lalu berjalan ke pintu dan hendak membukanya, tetapi pintu itu dikunci dari luar. Dia menghela napas lagi.

Kerongkongannya terasa terbakar karena haus, tetapi Sebastian memutuskan untuk kembali ke ranjang, dan berusaha untuk memejamkan mata dan tidur. Namun, rasanya sulit sekali karena rasa terbakar itu begitu menyiksa. Dia kembali bangkit dan melihat ke arah pintu, benaknya berkelana.

Pasti laki-laki jahat itu datang, makanya Mbak Padmi menguncinya dari luar. Gara-gara insiden dia memergoki Mbak Padmi dan suaminya yang sedang berhubungan intim beberapa tahun lalu, yang berbuntut pada pemukulan yang dilakukan laki-laki kasar dengan badan penuh bulu dan bau ketiak luar biasa itu pada Sebastian, Mbak Padmi dengan sangat terpaksa memintanya untuk mengerti bahwa sangat perlu baginya untuk mengunci Sebastian tiap suaminya itu datang. Tujuannya agar bocah itu tidak lagi mengalami hal yang tidak menyenangkan.

Namun, tanpa setahu Mbak Padmi, suaminya yang jahat itu masih sesekali menganiaya Sebastian jika Mbak Padmi sedang tidak di tempat. Kalau sudah begitu, apa yang bisa dilakukan oleh bocah tuli dan hampir bisu sepertinya, selain diam dan menyimpan semua itu sendiri? Apalagi, dia juga tidak mau membuat Mbak Padmi menangis jika tahu apa yang dilakukan laki-laki itu kepadanya.

Gerakan dari gagang pintu yang diputar membuat Sebastian langsung melebarkan mata dan menegakkan punggungnya, menunggu untuk melihat wajah teduh Mbak Padmi. Namun, keningnya berkerut saat justru melihat pria bau itu yang muncul.

Pria bau itu menyeringai, mengucapkan sesuatu yang kotor—yang bisa dibaca Sebastian dari gerakan mulutnya—lalu mendekati Sebastian yang langsung gemetar. Terbayang olehnya lecutan ikat pinggang pria itu di kulitnya yang putih dan halus, dan bagaimana rasanya ketika dia mandi. Lukanya makin terasa perih. Spontan dia menggeleng-geleng. Menggerakkan jemarinya dengan serabutan, mengatakan dalam bahasa isyarat kalau dia tidak akan keluar dan mengganggu.

Pria bau itu malah meludah ke lantai, lalu menyemburkan kata-kata yang makin kasar, yang hanya sempat ditangkap Sebastian pada bagian 'anus' dan 'bocor'. Sebastian bingung, apalagi saat pria bau itu memegang pundaknya yang ringkih, memutar tubuhnya hingga membelakangi si pria bau, lalu menekan remaja tanggung itu dengan tangannya yang besar hingga menungging di kasur.

Sebastian panik. Dia tidak tahu apa yang terjadi, tetapi yakin kalau apa pun itu, pasti tidak akan baik baginya. Apalagi saat si pria bau menurunkan celananya hingga mata kaki, lalu menekan kepala Sebastian ke bantal, sambil menelikung lengan kurusnya ke belakang punggung.

Apa yang ditakutkan Sebastian pun terjadi. Dia merasakan belakang tubuhnya seolah dijebol oleh balok kayu hingga terasa sesak sampai ke jantungnya. Membuatnya meronta sekuat tenaga. Namun, apalah daya seorang remaja kurus yang memiliki perawakan halus sepertinya, melawan laki-laki sebesar kingkong yang sedang kesetanan. Ketika Sebastian hampir pingsan dengan dubur yang terasa pecah dan mengalirkan darah yang deras, saat itulah dia merasa kalau tubuh bau dan berat pria jahat itu disentakkan darinya.

Susah payah, Sebastian berusaha melihat apa yang terjadi dengan matanya yang berkunang-kunang. Separuh sadar dia melihat Mbak Padmi yang bergumul dengan suaminya sambil menangis. Rupanya Mbak Padmilah yang menolong Sebastian dari suaminya yang bejat itu. Namun, perempuan dengan fisik yang jauh lebih lemah seperti Mbak Padmi, mana mampu meneruskan perlawanannya. Dia megap-megap tak berdaya saat si jahat mencekik lehernya hingga wajahnya membiru, bukan hanya sampai di situ, laki-laki jahat itu juga membenturkan kepala Mbak Padmi ke dinding, seolah-olah istrinya tak memiliki arti sedikit pun. Sebastian bisa melihat darah yang membasahi pakaian Mbak Padmi, dan juga dinding berwarna keruh itu.

SilencioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang