Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi

Kesepian

45.8K 5.6K 209
                                    

~ Have you ever seen the heaven, and knowing that it would never be yours? - Sebastian Meliala ~

Pria itu begitu sempurna. Tubuhnya tinggi, seimbang dengan posturnya yang langsing tapi berotot. Wajahnya memiliki sedikit ciri kaukasia, dengan hidung lurus mancung dan mata coklat terang yang indah, mirip warna hazel. Bulu-bulu halus yang memberikan kesan jantan di sepanjang garis rahangnya belum sempat dicukur, namun dia berencana melakukannya sore ini sepulang kerja. Namun, sebelum kembali ke rutinitasnya yang membosankan di depan komputer, Sebastian ingin memastikan lebih dulu kalau abdomennya sudah mendapatkan jatah latihan.

Sentuhan di pundaknya membuat dia menoleh, dan senyum tipis terulas di bibirnya yang membentuk garis sinis. Pelatihnya, seorang wanita lesbian bernama Beby, memberitahunya untuk segera pergi. Beby tidak ingin Sebastian bertemu dengan pacarnya yang seksi karena khawatir pacarnya itu akan kembali menggoda Sebastian, sang adonis, yang dikutuk untuk hidup selamanya dalam keheningan.

Sebastian mengangguk mengerti, meski sedikit menyesal karena belum sempat melakukan set terakhir latihannya. Dia bangun dari matras, menyambar tasnya yang tergeletak di dekat situ, dan berjalan menuju ke ruang shower untuk membersihkan diri. Sialnya, dekat pintu menuju ruang shower dia justru bertemu dengan Susi, wanita biseks yang tidak seharusnya bertemu dengannya. Tanpa senyum, Sebastian berjalan melewatinya. Berharap Susi tidak mengganggunya karena dia tahu perempuan itu memang tertarik padanya, atau lebih tepatnya, penasaran ingin mengenalnya lebih dekat. Sebastian membencinya karena Susi selalu melemparkan tatapan penuh nafsu yang membuatnya merasa jijik.

Sial untuk Sebastian karena dengan genit Susi malah meraih lengannya dan menggelendot manja di situ. Spontan Sebastian merenggut lengannya, dan mendorong Susi, tapi seperti lintah, wanita itu malah makin menempel padanya. Dengan sengaja menempelkan payudaranya yang montok ke kulit lengan Sebastian yang basah oleh keringat.

Kelihatannya Susi mengatakan sesuatu, tapi Sebastian tidak tahu apa karena dia tidak ingin menoleh ke arah perempuan itu. Susah payah dia berusaha melepaskan belitan tangan Susi sambil berusaha mengalihkan tatapannya ke mana pun selain wanita itu, yang pakaian senamnya sudah tidak bisa dikatakan pakaian lagi saking minimnya bahan yang dipakai. Namun, usahanya kelihatan akan gagal karena Susi bertekad untuk terus menempel seperti lintah, hingga ....

Sebastian merasakan tubuhnya terdorong, sementara lengan Susi terlepas darinya. Saat dia menoleh, dilihatnya Beby yang tampak marah dan memaki-maki Susi dengan berbagai kata kasar yang dikenal Sebastian, melalui gerak bibir, dan Sebastian hanya bisa menarik napas.

Meski ini bukan salahnya dan Beby pasti tidak menyalahkannya, tapi karena tahu diri, Sebastian merasa kalau dialah yang harus menyingkir. Sial! Padahal yang diinginkannya hanyalah berolah raga!

***

Gracia Love Alexander, seorang dokter spesialis kanker anak yang melayani di sub spesialisasi pediatri sebuah rumah sakit terkenal di Jakarta, melangkahkan kakinya yang jenjang di sepanjang koridor rumah sakit tempatnya bekerja dengan entakkan keras. Bibirnya menutup rapat, membentuk garis sinis yang menakutkan, dan rahangnya beradu ketat, menunjukkan emosi yang coba diredamnya. Dia marah. Sangat marah.

Di belakangnya, seorang pria dengan seragam putih yang berantakan berlari mengejar. Pria itu adalah dokter Barry, tunangan Grace. Seorang dokter spesialis kanker yang cukup terkenal, tapi siapa sangka, ternyata memiliki hobi menggumuli perawat yang jadi asistennya di tengah hari bolong begini, dan ... di bawah meja?

"Grace, Sayang ... please ... ini hanya salah paham." Barry berkata memelas sambil terus mengejar Grace. Tangannya menjangkau lengan Grace, mencoba menghentikan langkahnya yang cepat.

SilencioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang