Matahari mulai naik dan meninggi. Sekarang sedang jam istirahat di SMA Cendikia. Fariel menatap malas selembar kertas di tangannya. Itu adalah surat cinta. Fariel menatap sinis selembar kertas itu.
"Apa yang ada di kepala mereka sih?" Fariel menghela napas lelah. Ini bukan kali pertama dia mendapatkan surat cinta.
Bahkan masa pun tak dapat mengubah tradisi penyampaian perasaan di sekolah ini. Satu bulan terakhir ini saja, Fariel sudah menerima sepuluh surat cinta. Yang berarti dia sudah menolak sepuluh orang gadis.
Fariel berjalan malas ke arah aula belakang sekolah—tempat janjian yang diminta pengirim surat. Fariel melangkah tenang dan pelan, malas untuk menemui siapapun yang sedang menunggu di sana.
TETTTT
Bel tanda pelajaran dimulai berbunyi, "Ah, apa gue masuk kelas aja.." tanyanya pada diri sendiri.
"Pelajaran siapa ini?" Fariel berhenti sejenak, kemudian menutup mulutnya dengan tangan kiri, memasang pose berpikir.
"Ah, bolos aja deh, pelajaran mak lampir," ujarnya sembari berjalan ke arah aula.
Fariel berbelok dari koridor depan aula, menuju sisi lain dari aula. Dari kejauhan dia dapat melihat seorang siswi sedang berdiri dengan gelisah. 'Dia?' tanyanya dalam hati.
Gadis itu sepertinya menyadari kehadiran Fariel, karena dia langsung berdiri tegak. Gadis itu memiliki wajah yang cukup cantik. Fariel pernah melihatnya beberapa kali di perpustakaan sekolah.
Kalau tidak salah dia termasuk siswi berprestasi sekolah ini, yang kelihatannya juga cukup populer. Fariel berdiri satu meter di depan gadis itu.
"Ah, aku Mitha. Aku suka sama kakak," ucap gadis itu sambil menunduk.
Hening. Fariel hanya diam. Gadis itu mengangkat kepalanya dan menatap Fariel bingung.
Fariel menghela napas lagi, "Denger ya, lo bukan tipe gue. Dan gue sama sekali nggak tertarik pacaran sama lo. Jadi jauh-jauh dari gue," ujar Fariel acuh. Dia sengaja mengucapkannya dengan nada dingin agar gadis ini cepat menyingkir dari hadapannya.
Mitha terlihat kaget, "Ta—tapi aku suka banget sama kakak. Please, jadi pacar aku kak."
Fariel mulai kesal menanggapi gadis itu. Dia maju satu langkah mendekati gadis itu. Lalu mengangkat dagu Mitha dengan sedikit kasar, "Lo sadar diri nggak sih? Masih untung ditolak baik-baik."
"Ta—tapi aku.." belum selesaiMitha menyelesaikan perkataannya, Fariel mendorongnya ke dinding aula. Mengunci pergerakan gadis itu.
Fariel menekan tangan gadis itu cukup kuat hingga dia meringis kesakitan. "Gue nggak suka dibantah," ujarnya sengit.
"Aduh kak, sakit." Mitha terus meringis menahan sakit dan beberapa kali memohon agar Fariel melepaskannya.
Fariel mengabaikan rintihan Mitha, dia mendekatkan wajahnya dan kemudian memiringkan kepalanya, "Denger ya, jangan ganggu gue lagi, gue nggak akan segan-segan sekalipun lo itu cewek. Ngerti?"
Mitha mengangguk pelan, semakin terintimidasi oleh Fariel, "Bagus..dan jangan muncul lagi di kehidupan gue."
UHUKK
Fariel mendengar suara batuk, seketika dirinya sadar bahwa ada seseorang yang sedang mengintip mereka sekarang. Fariel melepaskan tangan Mithadan memberi isyarat agar gadis itu pergi.
Setelah memastikan gadis itu pergi, Fariel berjalan pelan ke depan aula—arah suara tadi. Fariel sempat melihat siluet seseorang di sana. Hal ini membuktikan dugaan Fariel. Fariel mempercepat langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life: Yours Vs Mine
Teen Fiction"I am a hard person to love. But when I love, I love really hard." - Alfariel Adhyastha Anindito Aqilla memandang Fariel sebagai sosok yang begitu dia benci. Nakal, merokok, pembuat onar, dan banyak lainnya. Menurut Aqilla, Fariel adalah manusia...