Fariel terus menghadapi orang-orang itu. Sesekali pemuda itu terlihat tersenyum—atau mentertawakan—melihat lawan-lawannya yang tumbang satu-persatu. Fariel berhenti sejenak, semua musuhnya sudah terkapar di tanah.
Tanpa di sadarinya, salah satu lawan di depannya mengambil batu dan melemparkan batu itu ke arahnya. Fariel membulatkan mata.
Dengan sigap, Fariel menghindari batu itu. "Ah, untung aja, bisa pecah kepala gue kalo kena," ujar Fariel sambil menatap kesal lawannya. Fariel tak habis pikir, berani-beraninya dia menggunakan cara kotor seperti itu.
"Aqillaa!!" Fariel terkaget mendengar teriakan itu. Buru-buru pemuda itu melihat ke arah belakang.
Fariel mendapati Maya dan Anna sedang mengerubungi seseorang. Fariel segera berlari ke arah mereka, mencoba memastikan apa yang terjadi.
"Fariel, tolongin Aqilla. Dia kena batu yang dilemparin musul lo itu." Maya berkata sambil menangis. Anna tak lebih baik dari Maya. Dia juga terlihat begitu kebingungan.
Dahi sebelah kanan Aqilla berdarah dan sekarang dia dalam kondisi tak sadarkan diri. Anna terus mencoba menyadarkan Aqilla, tapi hasilnya sia-sia saja, sedangkan Maya hanya bisa menangis.
Dengan sigap, Fariel menggendong Aqilla. "Gue bawa mobil, gue ambil mobil dulu," ujar Anna.
"Cepet!" Fariel mengangkat tubuh Aqilla yang sudah tak sadarkan diri. Menunggu Anna yang sedang mengambil mobilnya di parkiran sekolah.
Maya hanya bisa menangis sambil membawa tas Aqilla yang tergeletak begitu saja di tanah. Mereka menunggu Anna yang entah kenapa begitu lama. Padahal jarak parkiran dan tempat mereka menunggu tidak terlalu jauh.
Fariel mulai kehabisan kesabaran menunggu Anna, tidak mungkin juga dia membawa Aqilla ke rumah sakit dengan motornya. Yang ada bukannya sembuh, Aqilla malah akan mati.
Maya sepertinya mengerti kegelisahan Fariel, dia kemudian berkata, "Gue panggil Anna dulu."
Fariel melihat ke arah Maya yang bahkan terlihat lebih kacau dari pada Aqilla yang ada digendongannya. Fariel memberi anggukan tanpa bicara apapun.
Setengah berlari Maya menuju ke parkiran. Dia mencari Anna, tapi tak ada tanda-tanda gadis itu di sana, "Anna!! Lo dimana?"
Maya berteriak mencari Anna. "Gue di sini," jawab seseorang dari arah gedung utama.
"Lo kemana aja. Lama banget, Fariel udah nungguin dari tadi," oceh Maya.
"Kunci mobil gue ketinggalan di kelas. Jadi gue ambil dulu. Cepetan masuk." Anna menghidupkan mesin mobilnya dan langsung berangkat menghampiri Fariel yang sedang menggendong Aqilla di dekat gerbang sekolah.
Anna dengan sigap keluar dan membukakan pintu belakang, mempersilahkan Fariel untuk membaringkan Aqilla di jok belakang. "Kalian duluan aja, masih ada yang harus gue urus," perintah Fariel.
Tanpa menjawab Fariel Anna dan Maya pergi dari tempat itu ke rumah sakit terdekat. Hal yang paling penting sekarang adalah keselamatan Aqilla.
"Maya coba lo telpon rumah Aqilla. Kasih tau bibinya aja, jangan neneknya," perintah Anna sambil menyetir.
Maya mengambil ponsel yang ada di dalam tas sekolahnya. Dia menekan beberapa tombol dan diakhiri dengan menekan tombol panggil. Maya menunggu sejenak sampai panggilannya di angkat.
"Hallo, tante, ini Maya, temennya Aqilla. Tadi Aqilla pingsan di sekolah, sekarang kami lagi di jalan mau ke rumah sakit." Maya berbicara dengan orang di seberang sana yang sepertinya adalah bibi Aqilla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life: Yours Vs Mine
Teen Fiction"I am a hard person to love. But when I love, I love really hard." - Alfariel Adhyastha Anindito Aqilla memandang Fariel sebagai sosok yang begitu dia benci. Nakal, merokok, pembuat onar, dan banyak lainnya. Menurut Aqilla, Fariel adalah manusia...