Fariel memasukkan motornya ke garasi depan rumah. Dia lalu berjalan santai sambil memikirkan Aqilla. Ekspresi gadis itu terus terlintas, tawa, marah, kesal, sampai serius.
Fariel sangat suka memperhatikan Aqilla, dia selalu memiliki hal-hal yang mampu menarik perhatian Fariel. Oke, untuk pertama kalinya Fariel sadar, dia begitu tertarik pada seseorang.
"Aiss gue bisa gila mikirin tu anak," ujar Fariel sambil mengacak rambutnya yang mulai panjang dan menutupi dahinya.
Fariel biasa memotong cepak rambutnya, agar tak perlu repot menyisir atau merapikannya. Itu hanya membuang-buang waktunya.
Fariel memasuki rumah dengan tenang, beberapa pelayan langsung menyapanya. Fariel hanya tersenyum tipis atau mengangguk singkat.
Kamar pemuda itu ada di lantai dua, dia harus menaiki tangga terlebih dahulu bila ingin ke kamar. Rumah Fariel cukup luas untuk bisa di sebut istana. Dia anak satu-satunya. Sementara ibunya sudah meninggal, jadi rumah sebesar ini makin terasa sepi.
Tidak ada saudara untuk berbagi, tak ada ibu yang akan mendengarkan keluh kesah, dan ayah yang selalu sibuk dengan bisnisnya. Fariel bahkan ragu apakah ayahnya masih ingat punya seorang putra.
Inilah yang membuat Fariel jarang betah di rumah. Untuk apa terus di rumah yang bahkan kau tak punya teman bicara. Dia lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya di basecamp mereka.
Fariel memasuki kamarnya dan ganti baju. Lalu dia pergi lagi. Biasanya saat malam, Fariel akan menghabiskan waktunya di basecamp atau bahkan menginap di sana. Teman-temannya yang gila selalu bisa menghiburnya, mengalihkan dirinya dari rasa sepi yang menyesakkan.
"Tuan muda, Anda akan pergi lagi?" ujar Pak Joko saat Fariel tengah menutup pintu kamarnya.
"Oh, Pak Joko. Iya Pak. Saya nginap di basecamp malam ini," jawab Fariel sambil berjalan.
Pak Joko mengekor di belakangnya, "Nggak makan dulu tuan?"
"Nggak pak, saya makan di luar aja," jawab Fariel sambil tersenyum. Pak Joko adalah orang terdekatnya di rumah ini. Satu-satunya orang yang selama ini terus ada di sampingnya. Fariel bahkan sudah menganggap Pak Joko seperti keluarganya sendiri.
Tak terasa mereka sudah berada di halaman rumah, malam ini Fariel memutuskan untuk membawa mobilnya. Pak Joko hanya memperhatikan tuan mudanya itu. Lalu saat Fariel mulai melajukan mobilnya, dia membunyikan klaksonnya tanda berpamitan.
Pak Joko mengangguk sambil berujar, "Hati-hati tuan muda, jangat ngebut di jalan."
Fariel mendengar nasehat Pak Joko dan tersenyum. Dia memang selalu mendengar nasehat beliau, hanya saja, dia jarang melakukannya.
Fariel menambah kecepatannya saat sudah di jalan raya. Kali ini dia akan langsung ke basecamp, teman-temannya pasti sudah menunggu.
Setelah mengemudi sekitar lima belas menit, Fariel tiba di depan sebuah rumah yang cukup sederhana. Inilah basecamp mereka. Sebuah rumah yang sengaja mereka sewa untuk berkumpul.
TOK TOK TOK
Fariel mengetuk pintu seperti orang kesetanan. "Oyyy buka oyyy, cepetan anjay!! Ada bencong ngamen," teriaknya setengah panik.
Fariel dapat mendengar tawa teman-temannya di dalam. "Buka kambing, dari pada gue dobrak ni pintu."
Masih tak ada yang membukakan pintu, tapi suara tawa di dalam cukup untuk membuat Fariel mengerti bahwa mereka sedang mengerjainya.
"Taik lu pada, gue traktir makan deh. Seriussan lah!! Cepet bukain!!" Fariel menatap horor tiga orang banci yang sudah mulai mendekati pagar basecamp mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life: Yours Vs Mine
Teen Fiction"I am a hard person to love. But when I love, I love really hard." - Alfariel Adhyastha Anindito Aqilla memandang Fariel sebagai sosok yang begitu dia benci. Nakal, merokok, pembuat onar, dan banyak lainnya. Menurut Aqilla, Fariel adalah manusia...