"Jadi maksud lo, anak cowok tadi ngelawan sepuluh orang? Sendirian? Dan menang?" runtunan pertanyaan itu disampaikan Sarah dalam sekali napas.
"Iya," jawab Aqilla.
"Gila, nikahin La," celetuk Sarah.
"Hah? Bibi gila ya?" kaget Aqilla.
"Lo yang gila, cowok keren begitu, ya kali gak kuy," jawab Sarah dengan bahasa gaul. Wanita ini memang agak berbeda, dia memang bersikap jauh di bawah umurnya. Umurnya sudah hampir menginjak 35 tahun, tapi sikapnya masih seperti anak umur delapan belasan. Salah satu contoh keajaiban dunia.
"Ah serah bibilah," ujar Aqilla, malas beradu argumen.
~~~
Sinar matahari pagi memasuki kamar itu melalui celah-celah gorden. Menyapa dua orang yang masih terlelap dalam mimpinya masing-masing. Yang satu seorang gadis berusia sekitar enam belas tahunan. Sedangkan yang satunya lagi berusia sekitar 35-an.
Mereka masih tampak nyaman dengan mimpi masing-masing dan tak ada yang menunjukkan tanda-tanda untuk bangun.
"Aqilla, tutup sih gordennya. Silau banget," ujar wanita itu.
"Bi, yang sakit kan Qilla, bibi dong yang tutup," jawab Aqilla.
"Yaudah, jangan harap dapet uang saku satu minggu ya." Ancaman andalan Sarah pun keluar.
Aqilla membuka matanya yang masih mengantuk, berjalan ke arah jendela dengan lunglai.
SRAKK
Bukannya menutup gorden itu, Aqilla malah membukanya lebar-lebar. "Sialan lo La," umpat Sarah.
"Bodo amat." Aqilla tak kalah keras kepala.
Mau tak mau Sarah bangun juga dari tidurnya, menatap Aqilla kesal. "Jadi kita imbang," ujar Aqilla menang.
"Jadi lo izin hari ini La?" tanya Sarah mengalihkan topik pembicaraan.
"Hah? Emang ada yang sekolah ya hari minggu?" tanya Aqilla balik.
"Eh, ini minggu? Astaga..lupa gue," ujar Sarah sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
"Please deh bik, yang kena batu Qilla, kok yang amnesia bibi sih?" Aqilla menatap Sarah dengan tatapan penuh hinaan.
"Ya maklumlah ya, orang cantik mah bebas," jawab Sarah acuh.
"Serah deh serah," ujar Aqilla memperkecil masalah.
"Salah Qilla semua, bibi yang benernya." Aqilla kembali ke ranjangnya untuk kembali tidur. Menurutnya lebih baik tidur dari pada memperdebatkan hal yang sama sekali tak penting seperti tadi.
"Bi, kemaren dokter bilang Qilla udah bisa pulang hari ini," kata Aqilla memberi tahu.
"Ya, udah tau dari Maya kemaren." Sarah berdiri dan berjalan ke arah kamar mandi, hendak memenuhi panggilan alam.
"Oh, kan kalo aja bibi nggak tau," ujar Aqilla lagi.
"Maaf ya, gue itu up to date. Nggak kayak lo." Memang sulit menghindari hinaan dari Sarah. Justru Aqilla akan merasa aneh saat bibinya itu tak menghinanya sama sekali.
Malas memperpanjang perdebatan, Aqilla memutuskan untuk memejamkan matanya. Mencoba kembali ke alam mimpinya lagi. Mencoba menikmati suasana pagi yang tenang di rumah sakit.
"La, siapa ya yang bayar biaya rumah sakit?" tanya Sarah pada Aqilla.
Mata Aqilla kembali terbuka lebar. "Bukan bibi yang bayar?" tanya Aqilla balik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life: Yours Vs Mine
Teen Fiction"I am a hard person to love. But when I love, I love really hard." - Alfariel Adhyastha Anindito Aqilla memandang Fariel sebagai sosok yang begitu dia benci. Nakal, merokok, pembuat onar, dan banyak lainnya. Menurut Aqilla, Fariel adalah manusia...