"Oh anak itu, gue tau dia. Gue pernah sekelompok pas lomba debat dulu," jelas Jerry.
"Terus?"
"Besok ajalah, gue ngantuk." Jerry kembali berbaring dan menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Anjay lah. Gue tagih besok," ujar Fariel.
--oOo--
Aqilla memeriksa tasnya sejenak, memastikan tak ada satupun bukunya yang tertinggal. Setelah itu Aqilla berjalan ke arah pintu dan memakai sepatunya.
Dia sedikit bersenandung senang. Setelah selesai gadis itu melangkah keluar dan berteriak, "Nenek, Aqilla berangkat sekolah dulu."
"Iya, hati-hati." Setelah mendengar jawaban itu Aqilla mulai menuju ke arah pintu dan keluar. Senandung ria masih terdengar darinya.
Namun saat dia berbalik, senandung itu langsung hilang. Berganti dengan ekspresi kesal. Aqilla menatap Fariel yang kini duduk di atas motornya tepat di depan pagar rumah Aqilla.
"Ngapain tu orang?" tanya Aqilla kesal. Moodnya yang tadi sangat baik tiba-tiba berubah menjadi begitu suram.
Fariel melirik ke arah rumah Aqilla melalui spion motornya dan mendapati Aqilla sudah berdiri di dekat pintu. Dia lalu menoleh dan melihat ke arah Aqilla. Sebuah senyum manis tercetak di wajah tampan itu.
Aqilla hanya memasang wajah datarnya dan mengacuhkan Fariel. Dia berjalan ke arah pintu gerbang dan membuka gerbang itu.
Fariel masih setia dengan senyum manisnya, dia memperhatikan setiap gerakan Aqilla. Namun tiba-tiba senyum manis itu hilang saat dia melihat Aqilla pergi meninggalkannya. Aqilla bahkan tak menoleh sama sekali, seolah Fariel memang tak pernah ada di sana.
"Jahat bener," keluh Fariel dalam hati. Dia lalu turun dari motornya dan mengejar Aqilla.
Aqilla tahu Fariel mengejarnya dan dia sudah memperkirakan Fariel akan meraih tangannya untuk menghentikan Aqilla. Jadi, tepat sebelum Fariel berhasil meraih tangannya, Aqilla langsung melipat tangannya di dada. Membuat Fariel hanya menangkap udara kosong.
Aqilla menahan senyumnya saat rencananya berjalan mulus. Hal yang tak dia duga adalah Fariel akan berjalan ke depannya dan berhenti tepat di hadapannya. Memaksa Aqilla ikut berhenti.
Senyum di wajah Aqilla hilang lagi dan dia menatap Fariel penuh peringatan. "Mau apa?" ketus Aqilla.
"Jahat banget, gue jemput malah gue mau ditinggal," keluh Fariel.
Aqilla mendengus kesal. "Siapa juga nyuruh lo jemput? Gue nggak minta dijemput kok," cerocos Aqilla.
Fariel tersenyum lagi, ahh dia terlihat makin tampan dengan senyum itu di wajahnya. Tapi itu sama sekali tak berpengaruh pada Aqilla. Dia hanya menatap Fariel kesal.
"Minggir deh. Ntar telat," usir Aqilla. Dia lalu bergeser ke samping dan hendak melewati Fariel.
"Kalo nggak mau berangkat bareng gue, gue nggak akan izinin lo pergi." Fariel kembali tersenyum. Senyum yang sangat menyebalkan di mata Aqilla.
Ingin rasanya Aqilla mengambil sepatu yang saat ini dia kenakan dan menghantamkannya ke wajah menyebalkan di depannya ini. Entah kenapa Aqilla merasa sangat jengkel saat melihat senyum pada wajah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life: Yours Vs Mine
Teen Fiction"I am a hard person to love. But when I love, I love really hard." - Alfariel Adhyastha Anindito Aqilla memandang Fariel sebagai sosok yang begitu dia benci. Nakal, merokok, pembuat onar, dan banyak lainnya. Menurut Aqilla, Fariel adalah manusia...