H-1 Menikah

663 7 0
                                    

Jesi datang ke sekolah sangat pagi, ia memang sengaja tak mau ikut sarapan di rumah. Moodnya pagi ini memang benar-benar hancur, ia memilih naik taxi untuk pergi ke sekolah. Ia tak ingin di antar calon suaminya yang beberapa hari ini mengantar jemputnya.

"Selamat pagi nona Jesi, sayang sekali nona tidak bisa memecahkan rekor mbak Silvi untuk datang lebih awal." ucap satpam sekolah, pak Harno sudah biasa memanggil siswa SMA dengan sebutan mbak atau mas, panggilan nona hanya untuk Jesi karena sebuah penghormatan untuk keluarga Bagaskara.

"Silvi sudah datang pak?" Tanya Jesi tak percaya. Yang benar saja ini masih pukul setengah enam dia sudah datang.

"Mbak Silvi memang datang paling awal nona." pak Harno meyakinkan.

"Baiklah. Selamat kerja pak." yang hanya di balas senyuman dan anggukan kecil.

Benar saja, sesampainya di depan kelas Jesi hanya melihat Silvi yang sudah sibuk dengan buku di tangannya. Entahlah ada tugas apa hari ini, Jesi memang tak ingin tau dan tidak semangat sama sekali.

"Sil.." sapa Jesi sembari duduk dengan malas di samping Silvi.

"Lo udah datang sepagi ini? Lo kena setan apa Jes?" tatapan Silvi yang tak percaya.

"Brisik banget sih lo?" sentak Jesi sambil meletakkan kepalanya di atas meja.

"Lo kenapa Jes? Kayaknya lo ada masalah akhir-akhir ini, tumben banget kan lo datang sepagi ini?" tanya Silvi sambil memandang sahabatnya memelas.

"Ini.." jawab Jesi sambil memberikan sebuah undangan dari dalam tasnya. Silvi menerimanya dengan raut wajah yang lebih binggung, dan langsung membuka dan membacanya dengan cepat. Terlihat muka tak percaya dari Silvi sembari menatap Jesi dengan mata membuka lebar dan mulut mengaga.

"In- ini.. Ini lo mau nikah Jes?" tanya silvi tak percaya. "Dan ini besok Jes? Apa lo udah gila?" lanjut Silvi yang tak sabar menunggu jawaban dari sahabatnya.

"Iya Sil, papa gue yang nyuruh gue nikah secepat ini." jawab Jesi sambil menegakkan tubuhnya sejajar dengan tubuh Silvi.

"Papa lo? Gimana mungkin sih Jes? Jangan-jangan beberapa hari kemaren lo di anter Riyo dan papa lo ngira kalian pacaran gitu?" Silvi hanya bisa geleng-geleng tak percaya.

"Ini semua emang udah di rencanain waktu gue masih bayi Sil." jawab Jesi sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya, ia menangis. Silvi hanya bisa mengusap pundak Jesi menenangkan dan sedikit memberi kekuatan.

"Papa gue bilang, gue bukan anak kandung papa seperti Iqbal. Dan ini semua gara-gara almarhum papa Riyo, dia memberi wasiat jika nanti umur gue 17 thun, gue akan di serahkan pada keluarga Hading dengan cara gue di nikahkan dengan Riyo. Dan itu menepati hari ulang tahun gue." jawab Jesi dengan suara isakan, Silvi memeluk sahabatnya dan ikut menangis, seakan ia juga merasakan apa yang di alami sahabatnya.

"Lo yang sabar ya Jes. Mungkin ini semua demi kebaikan lo." Silvi berusaha menenangkan dan menghapus air mata Jesi.

"Sil, apa lo mau besok dampingin gue waktu pemberkatan di katredal nanti?" tanya Jesi dengan mata berkaca-kaca.

"Iya, mulai sepulang sekolah nanti. Gue temenin lo kemanapun untuk persiapan hari pernikahan lo." jawab Silvi dengan senyum tulusnya.

"Thanks Sil, lo emang temen gue banget." Jesi memeluk Silvi. "Tapi kita harus pulang sekarang Sil, tadi gue emang udah ijin dari pagi. Tapi gue ngotot sekolah, gue mau ngasih undangan ini dengan tangan gue sendiri khusus buat lo." lanjut Jesi dengan melepaskan pelukannya. Dan mendapat anggukan dari Silvi, mereka lalu bergegas pulang menuju rumah Jesi.

Lovely my HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang