"Ja..Jalal, maksudmu apa?" tanya Jodha tegagap saat ia tak dapat lagi menyembunyikan salah tingkahnya.
"Maksudku, kita nikah aja supaya kau tidak perlu mengingkari prinsipmu itu"
"Ta..tapi Jalal..."
"Ayolah Humaira... aku sangat menyukaimu. Kumohon...beri sedikit saja ruang untukku di hatimu!"
"Jalal, ma..maaf aku tidak..."
"Ssstttt.... jangan terburu-buru mengambil keputusan, sebaiknya kau pertimbangkan dulu, dan...kuharap kau mau menerimaku. Aku tunggu jawabanmu secepatnya!" ujar Jalal seraya bangkit dari duduknya dan beranjak meninggalkan Jodha.
Sepeninggal Jalal, Jodha yang terlihat masih sangat terkejut dengan pernyataan cinta Jalal yang tiba-tiba, tampak menghela nafas dalam-dalam mengatur debaran jantungnya yang melonjak hebat seraya mengamati cincin putih polos pemberian Jalal. Untuk pertama kali dalam sejarah hidupnya, seorang pria berani mendekati dan mengungkapkan isi hatinya dengan lugas tanpa gentar sedikitpun seperti pria lain yang memandangnya segan akan karisma abah yang melekat pada dirinya, dan hal itu membuat Jodha kagum akan keberaniannya namun sekaligus membuatnya tak berkutik untuk sekedar mengatakan "Iya" ataupun "Tidak.
"Ya Alloh... tolong pelihara hati ini, jangan biarkan rasa ini membutakan mata hatiku" lirih Jodha saat rasa bahagianya akan pernyataan isi hati Jalal membuat hatinya seketika melambung tinggi.
Penuturan Jalal yang spontan dan jauh dari kata romantis, tanpa ia inginkan selalu terngiang di benaknya. Ia tidak menampik bahwa hal itu cukup membuatnya bahagia, namun di sisi lain ia terus berusaha membuang jauh-jauh rasa itu dan kembali menyadarkan diri bahwa Jalal bukanlah orang yang tepat untuknya.
"Assalamu'alaikum Jodha..."
"A..Abah??? Wa'alaikum salam..." sahut Jodha terperangah dan lekas menyembunyikan kotak cincin ditangannya ke balik punggungnya.
"Kenapa kau masih di sini? Acaranya akan segera dimulai, ayo...bersiap-siap!"
"I...Iya bah, sebentar lagi Jo kesana"
"Sepertinya kau sedang memikirkan sesuatu, ada apa nak?"
"Tidak ada bah... hanya sedikit masalah kerjaan yang belum selesai" sahut Jodha mencoba menutupi kecurigaan abahnya.
"Baiklah, apapun itu abah hanya menyarankan... jika kau sedang dalam kesulitan, berserahlah pada Yang Kuasa... mintalah petunjukNya"
"Baik bah, Jo akan mengikuti saran abah"
"Ya sudah, abah tunggu di sana ya...!" ujar abah seraya berlalu.
=====
Malam peringatan Milad pondokpun tiba... Terlihat para santri antusias menyambut perayaan ini, terlebih bagi mereka yang akan menampilkan kebolehannya baik dalam hal mengaji, berpidato maupun bermusik tampaknya suasana tegang menyelimuti mereka. Namun berbeda dengan Jalal, ketegangan yang dirasanya bukanlah karena ia ingin tampil, ia gugup karena entak kata "YA" atau "TIDAK" yang akan ia dengar dari mulut Jodha. Berkali-kali Jalal melayangkan pandangannya ke arah kanan di mana para santri putri berada, ia menyisir satu persatu para santri putri mencari-cari keberadaan bidadari impiannya dengan hati yang berdebar.
Bagai dayung bersambut, saat matanya tertuju pada seorang santri putri, tiba-tiba santri itu menunduk tersipu saat dirinya merasa bahwa Jalal tengah memperhatikannya, dan Jalalpun segera memalingkan wajahnya tak ingin santri itu beranggapan lain padanya.
"Cie..cie... yang saling curi-curi pandang" seru seorang santri pada sahabatnya yang telah lama mengagumi sosok Jalal.
"Annisa... apaan sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAR ✅
RomanceWarning 21++ (sebagian cerita diprivate secara acak, kalian tahu bagaimana caranya jika mau baca) seorang pecandu obat-obatan terlarang yang melakukan proses rehabilitasi di sebuah pesantren ternama, bertemu seorang gadis yang tak lain adalah putri...