MAHAR - 15

7.4K 277 1
                                    

Waktu menunjukan pukul 01.30 dini hari.
Jodha terbangun saat alarm di wekernya berbunyi. Ia lekas bangkit dan beranjak mengambil air wudhu untuk menunaikan shalat malam seperti yang biasa ia lakukan.

"Ya Allah sang pemilik hati... hamba tidak mengerti dengan apa yang hamba rasakan akhir-akhir ini. Mengapa hati hamba selalu diliputi perasaan tidak tenang tiap kali hamba melihat atau mendengar dia dekat dengan seorang akhwat. Hamba tidak tahu perasaan apa ini?" lirih Jodha di sela-sela do'anya. "Hamba mohon pelihara hati ini agar selalu terjaga, hamba tidak ingin perasaan hamba mengalahkan logika hamba. Hamba tahu, saat ini dia bukanlah orang yang tepat untuk menjadi seorang pendamping hidup, untuk itu, hamba mohon hapuskan rasa ini dan jernihkan hati hamba agar hamba bisa menentukan sikap" kembali Jodha mencurahkan seluruh kebimbangannya dalam do'a-do'anya.

Ia berusaha menetralisir keadaan hatinya yang diliputi perasaan aneh yang sebelumnya tidak pernah ia alami, iapun berusaha keras menyingkirkan segala gejolak dalam dada berharap menemukan jawaban yang tepat tanpa terbawa perasaan.

=====

Sang surya tampak menunaikan tugasnya sudah hampir setengah kawasan langit, dimana semburat panasnya berada tepat di ubun-ubun para penghuni bumi. Hal itu tak sedikitpun menyurutkan semangat para santri untuk menimba ilmu agama demi mendapatkan bekal menuju akhirat kelak.

Seseorang tampak duduk bersilang kali di ruang tamu balai utama pondok berhadapan dengan abah seraya berbincang hangat dan menikmati secangkir teh manis di tengah-tengah perbincangan mereka. Hingga setelah bel berbunyi tanda telah tibanya waktu beristirah, abah tampak memanggil salah satu santri untuk memanggilkan Jalal ke ruangannya. Dan tak beberapa lama kemudian, seraya tergopoh-gopoh Jalalpun datang memenuhi panggilan abah.

"Assalamu'alaikum bah... abah memanggil saya?"

"Iya EL... masuk nak! Ada yang ingin bertemu denganmu" ujar abah seraya membawa Jalal ke ruang tamu.

"Om Leo...?" tanya Jalal nampak terbelalak kaget saat didapatinya om Leo berada di sana tanpa memberi tahunya terlebih dahulu.

"EL... apa kabarmu?" ujar om Leo seraya memeluk Jalal dan menepuk-nepuk punggungnya penuh kerinduan.

"EL baik om. Om sendiri bagaimana? Ada apa om kemari, semuanya baik-baik saja kan?" pertanyaan beruntun Jalal lontarkan penuh kecemasan.

"Om juga baik, hanya saja akhir-akhir ini gak tahu kenapa om kepikiran kamu terus"

"Tumben-tumbenan si om mikirin gua, biasanya juga illfeel banget kayaknya tiap kali liat muka gua"

"Itu dulu EL, sewaktu kamu masih bandel. Bawaannya pengen banget jitak kepalamu atau kalau enggak, rasa-rasanya pengen aja om tuker lho sama gelas-gelas cantik biar diem memperindah rumah, gak kelayaban"

"Ha..ha.. Emang bener-bener kebangetan nih si om.. masa cakep begini mau dituker ama gelas, yang bener aja" protes Jalal yang sontak membuat om Leo dan abah tertawa melihat reaksinya.

"Ha..ha... tapi jauh di lubuh hati terdalam om, om sayang banget sama kamu EL. Makanya om ikhlas untuk mengurus perusahaan agar kamu bisa tenang tinggal di sini bersama abah"

"Iya om...EL tahu. Makasih ya..." ujar Jalal seraya kembali memeluk omnya.

"Ya sudah, Pak Leo silahkan ngobrol-ngobrol aja dengan tenang, abah tinggal dulu, masih ada hal yang harus abah kerjakan" pamit abah seraya beranjak meninggalkan mereka.

Jalal dan om Leo tampak berbincang hangat tentang semua hal, mereka terlihat begitu akrab hingga tak satu halpun yang luput mereka perbincangkan.

"Assalamu'alaikum bah..." terdengar suara seseorang memasuki ruangan itu yang sontak membuat mereka menoleh ke arahnya.

MAHAR ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang