Dengan air mata yang mengalir membasahi pipi, Jodha perlahan melangkah semakin mendekati pintu itu untuk menyaksikan lebih dekat pemandangan indah di hadapannya.
"Ayo siapa yang tahu, rukun Iman ada berapa? yang tahu boleh acungkan tangan" ujar Jalal memberi pertanyaan pada peserta didiknya. Anak-anakpun tampak bersemangat mengacungkan tangan.
"Lima...eh enam... Eh lima bang EL.." sahut anak-anak bergemuruh berebut menjawab pertanyaan yang diajukan.
"Ayo...siapa yang bisa menjawab dengan benar, abang kasih kalian sesuatu"
Anak-anak pun tampak saling pandang seraya mengingat-ingat pelajaran yang pernah Jalal berikan demi mendapatkan jawaban yang tepat.
"Ada enam bang EL" ujar seseorang dari arah pintu.
Sontak semua mata tertuju padanya seraya menatapnya lekat mencoba mengenali sosok yang baru saja di temuinya itu.
"Humaira???" tanya Jalal dengan mata terbelalak tak percaya melihat gadis yang selalu bertahta di hatinya itu berdiri di hadapannya.
Jodhapun tampak menganggukan kepala pelan seraya tersenyum lembut sebagai jawaban.
Baik Jodha maupun Jalal, mereka nampak tertegun seraya saling pandang satu sama lain saat mereka masih belum bisa percaya bahwa orang yang selalu dirinduinya itu benar-benar ada di depan mata.
"Cie...cie..bang EL cie..." seru anak-anak menggodanya hingga berhasil membuat mereka tersadar dari ketertegunannya. Sontak saja Jodha dan Jalal segera memalingkan pandangannya dan kembali bersikap senormal mungkin di hadapan anak-anak.
"Oke anak-anak, untuk hari ini belajar ngajikan sampai sini dulu ya, Insya Alloh ketemu lagi sama abang minggu depan" ujar Jalal menutup aktivitas mengajarnya. Anak-anakpun lekas menghambur keluar meninggalkan ruang kelas dengan girang karena pembelajaran hari ini berakhir lebih awal.
Kini hanya tinggal dua anak manusia yang sama-sama dilanda kegugupan berada di sana, baik Jalal maupun Jodha keduanya tampak bingung dengan apa yang harus mereka katakan, hingga suasanapun hening tak ada yang berani memulai.
"Humaira / Jalal...!" keduanya terlihat kompak menyebut nama satu sama lain setelah beberapa saat hanya keheningan yang terjadi diantara mereka.
Jodhapun segera menundukan wajah dengan senyum tipisnya yang berusaha ia sembunyikan, sementara Jalal, ia tersenyum berbinar karena senyum tersipu itu kini bisa kembali ia lihat.
"Humaira, kau disini?" ujar Jalal mulai membuka suara.
"Iya Jalal" sahut Jodha singkat.
"Kau kesini berasama siapa?"
"Aku datang bersama abah, karena om Leo mengundang kami" sahut Jodha yang membuat Jalal seketika melebarkan mata kaget karena om-nya telah mengundang abah dan juga Jodha tanpa sepengetahuannya.
"Oke, sebaiknya kita kembali ke rumah, sepertinya sebentar lagi mau hujan" ajak Jalal yang segera diikuti oleh Jodha dari belakang.
Dengan degupan jantung yang berdetak cepat, baik Jalal maupun Jodha mereka tampak begitu canggung hingga tak sepatah katapun terucap dari keduanya. Mereka terus melangkah tanpa berkata apapun meskipun segudang unek-unek membuncah memenuhi rongga dada.
DUAARRRR.... Sambaran petir disertai rintik hujan yang baru saja turun membuat mereka terperanjat dan memaksanya berlari untuk melindungi diri.
Sadar akan adanya seseorang yang mengikutinya dari belakang, Jalal seketika menghentikan langkahnya dan kembali mundur untuk mensejajarkan langkahnya dengan Jodha. Ia lekas melepas jaket yang dikenakannya lalu menutupkannya ke kepala Jodha untuk melindungi kepalanya dari hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAR ✅
RomanceWarning 21++ (sebagian cerita diprivate secara acak, kalian tahu bagaimana caranya jika mau baca) seorang pecandu obat-obatan terlarang yang melakukan proses rehabilitasi di sebuah pesantren ternama, bertemu seorang gadis yang tak lain adalah putri...