Dua puluh menit kemudian, Jodhapun akhirnya tiba di rumah. Seraya berlari, ia bergegas memasuki rumah dan beranjak ke kamar dimana suaminya berada. Pintu kamarpun perlahan terbuka, dan dilihatnya Jalal tampak mondar-mandir gelisah menunggunya.
"Alhamdulillah...kau sudah pulang?" tanya Jalal tampak berbinar saat dilihatnya sang istri yang teramat ia cemaskan berdiri di ambang pintu.
Jodhapun lekas memasuki kamarnya dan menghambur ke pelukan Jalal dengan tangisnya yang seketika pecah, menumpahkan segala rasa yang berkecamuk dalam dadanya.
Sesaat rasa kesalnya pada Jalal berhasil terlupakan saat dilihatnya sang suami yang sangat amat dicemaskannya itu dalam keadaan baik, kelegaanpun ia raih hingga ia lupa bahwa ia sedang marah pada suami tercintanya itu. Sementara Jalal yang sedari tadi nampak tertegun melihat tingkah Jodha yang tiba-tiba memeluknya, membuat kedua sudut bibirnya menyunggingkan senyum disertai mata yang berkaca-kaca, merasa terharu dengan tingkah Jodha yang nampak telah melepas kemarahannya. Perlahan kedua tangannya melingkar di tubuh Jodha mencoba membalas pelukannya, ia ciumi kepala Jodha penuh rasa bersalah seraya mengeratkan pelukannya yang sontak saja membuat Jodha seketika menghentikan tangisnya dan membulatkan mata seraya melepaskan diri dari pelukan sang suami.
"Sayang, ada apa?" tanya Jalal nampak terkejut saat melihat Jodha kembali kehilangan senyumnya.
"Ti..tidak ada" sahut Jodha salah tingkah. Segera ia pamit pada Jalal untuk beranjak ke kamar mandi hendak mengambil air wudhu.
Sementara Jalal yang nampak heran melihat sikap Jodha yang cepat sekali berubah, berhasil memancing rasa penasarannya untuk mengetahui tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan istrinya. Jalalpun lekas beranjak dari sana menemui mang Amin dengan segudang pertanyaan memenuhi kepalanya.
"Mang...mamang dan Humaira sebenarnya habis dari mana?" tanya Jalal pada mang Amin yang baru saja berhasil ditemuinya di garasi setelah beberapa saat dicarinya disetiap ruangan.
"Ma..mamang habis nganter neng Humaira, katanya mau jalan-jalan" sahut mang Amin berusaha menjawab pertanyaan Jalal sesuai apa yang Jodha perintahkan.
"Aku tahu mamang sedang berbohong, tolong kasih tau EL, karena EL berhak tahu!" seru Jalal seraya menatap tajam mang Amin hingga tubuh mang Amin tampak bergetar.
"Mamang minta maaf, sebenarnya mamang dan neng Humaira habis dari Fortune Night Club"
"Apa? Ngapain kalian kesana?"
"Mamang mau menjemput aden yang katanya sedang mabuk berat sampai gak bisa pulang"
"Astaghfirullah... memangnya siapa yang nyuruh? Mamang tau sendiri kan kalau EL udah gak pernah nyentuh lagi barang haram itu?"
"Mamang minta maaf, sudah mamang coba jelaskan hal itu pada neng Humaira, tapi sepertinya dia sangat mencemaskan aden, sampai-sampai dia mau buru-buru ke sana tanpa mempertimbangkan saran mamang"
"Memangnya siapa yang ngasih info murahan itu mang?"
"Non Jenny"
"Jenny???" tanya Jalal nampak terkejut bercampur kesal.
"Iya, non Jenny menghubungi neng Humaira untuk segera menjemput aden di club itu" sahut mang Amin yang dengan desakan Jalal, iapun memaparkan semua yang terjadi padanya dan juga Jodha saat memasuki club malam itu.
Tampak kepalan tangan Jalal seketika membulat disertai rahangnya yang mengeras dan nampak bergetar, matanyapun seketika memerah dan giginya menggertak penuh kemurkaan saat mendengar beberapa pria asing menggoda Jodha bergantian saat Jodha memasuki club itu.
Tak tinggal diam, Jalal lekas menyambar kunci mobil di tangan mang Amin dan lekas melajukan mobilnya tanpa menghiraukan permintaan mang Amin yang ingin menemaninya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAR ✅
RomanceWarning 21++ (sebagian cerita diprivate secara acak, kalian tahu bagaimana caranya jika mau baca) seorang pecandu obat-obatan terlarang yang melakukan proses rehabilitasi di sebuah pesantren ternama, bertemu seorang gadis yang tak lain adalah putri...