Bab 21

260 14 0
                                    

Alex duduk di sebuah kursi kayu kecil berbentuk bundar. Tidak ada sandaran di kursi itu, namun dapat diputar. Jaket berwarna abu gelap tersampir di pundaknya yang bidang. Lengannya ditopang di atas lutut dengan kaki terbuka. Dua kancing di bagian Kerah kemeja putihnya dibiarkan terbuka. Rompi krem menempel pas di perut alex yang rata. Celana panjang berwarna abu gelap senada dengan jaket membungkus kakinya yang panjang tidak menyamarkan pahanya yang kencang. Sepatu hitam mengkilat menambah eksklusif penampilan Alex. Pria itu memancarkan aura jantan dengan tampang yang teramat rupawan.

" Iya. Bagus Alain, Jangan bergerak. Begitu bagus. Tatapan tahan ke kamera. " Sang fotografer memberikan instruksi kepada Alex yang berpose di depan kamera.

Alex menghela napas dengan pasrah ketika diminta untuk merubah posisi duduknya. Dengan sabar mengikuti arahan sang fotografer yang penuh antusias dan seorang gay bernama Gerald. Mencoba untuk bertahan dengan cahaya blitz yang menyilaukan beberapa kali lagi. Ini adalah pemotretan yang ke seratus kalinya dalam satu hari. ia harus mengganti setelan resmi sebanyak puluhan kali dan setelan santai belasan kali. Kapan semua kerepotan ini akan berakhir ?

Semestinya ia tidak menerima permintaan -yang sedikit memaksa - Emma Williams untuk pemotretan busana rancangan wanita itu sejak awal. Ini sangat melelahkan dan menjengkelkan. Lebih menjengkelkannya lagi ketika wanita itu yang mencoba membantu memakaikan baju - baju itu ke tubuhnya. Memasangkan dasinya lah, atau cravatnya,  menambahkan jel di rambutnya, apapun yang membuat wanita itu bisa menyentuhnya dimana pun wanita itu inginkan tanpa kentara. Walaupun demikian Alex bisa mengetahui akal bulus wanita itu.

Alex menduga Emma ingin menyentuhnya lebih dari itu. Emma adalah seorang predator. Dan ia tidak suka dengan wanita itu. Bagaimana mungkin kakaknya pernah berhubungan dengan wanita agresif seperti Emma ? Seolah menyadari pertanyaan bodohnya sendiri ia menggelengkan kepala. Tentu saja wanita itu memiliki penampilan yang menarik dan ' mengundang '.

Alex memang menyukai seni fotografi. Ia juga adalah seorang fotografer profesional sekali - kali. Tergantung banyak waktu luang yang ia punya selain mengurusi hotel dan resort di beberapa tempat. Ia akan meluangkan waktu untuk mengambil gambar. Tepatnya gambar pemandangan atau bangunan - bangunan unik, jalanan di beberapa negara apapun kecuali di bidang fashion.

Alex sedikit menggerakan tubuh bagian atasnya, menyamping dan sedikit membelakangi kamera agar Gerald dapat mengambil gambar bagian punggung Alex. Mengekspos model rompi, dengan dua kancing kulit yang di jahit dengan tangan di bagian rompi belakangnya.
Jaket diletakan di atas lengan kanannya. Wajahnya sedikit menyamping ke arah kamera.

" Ya, Tuhan. Dia tampan sekali. " Emma bertepuk tangan di samping Gerald namun tidak terlalu dekat karena takut mengganggu gerak pria itu dalam mengambil gambar.

" Anda benar. Dia memang sangat tampan melebihi dewa yunani dan sangat menggoda seperti iblis. Pria itu memang diciptakan untuk terlahir sebagai model majalah. " Gerald menyetujui. Walaupun orang yang dibicarakan dapat mendengar, Alex terlihat tidak perduli dengan pujian atas tubuh dan rupanya. Pria itu ingin segera pergi dari tempat sempit ini. Masih ada hal yang harus ia lakukan sehubungan dengan kakaknya dan Callisandra.

Begitu Gerald mengumumkan bahwa pemotretan hari ini sudah selesai. Emma segera menghampiri Alex yang langsung berdiri untuk meregangkan tubuhnya. Tangannya di angkat ke atas seolah mendorong sesuatu. Emma segera mengambil kesempatan dengan memeluk pinggang ramping pria itu.

" Gambar - gambarnya pasti oke kalau kamu yang jadi modelnya. " Emma tersenyum manja menatap Alex yang menunduk ke arahnya.

" Kau seharusnya mempekerjakan seorang model sungguhan bukannya aku. " Alex melepaskan tangan Emma dari pinggangnya dan mulai berjalan meninggalkan ruangan. Emma mengikuti dari belakang. " Kau bisa mengontrak Collin. Aktor sekaligus model yang sedang naik daun itu. " Alex menambahkan ketika menyadari Emma mengikutinya ke ruang ganti.

" Collin sudah dikontrak beberapa bulan yang lalu oleh Callisandra Green. Aku tidak mau memakai model yang pernah digunakan oleh pesaingku. Aku ingin sesuatu yang original. " Emma menjelaskan, menekankan nama Callie dengan penuh rasa benci. Gadis itu duduk bertengger di meja rias saat Alex membuka rompi dan kemejanya. Gadis itu dengan berani menatap tubuh bagian atas Alex yang telanjang. Seolah pria itu adalah makanan yang lezat.

" Original ?" Alex mencibir. " Asal kau tahu. Aku tidak ingin diambil gambarnya lagi. " Alex mengumumkan. " Dan sekarang aku ingin berganti celana. " Alex mencoba mengusir Emma dari ruang ganti. Ketika wanita itu dengan keras kepala masih duduk di atas meja rias. Pria itu melotot dan akhirnya gadis itu beringsut menyerah dan meninggalkan ruangan.

***

Alain sedang menuangkan sendiri brendy ke dalam gelas yang disediakan Rose—asisten rumah tangganya yang baru sekaligus mantan asisten rumah tangga penthouse ini sebelumnya. Pria itu sedang menikmati makan malamnya  seorang diri ketika mendengar bel penthouse barunya berbunyi.

" Apakah anda sedang menunggu tamu ? " Rose yang sedang merapikan dapur, menghampiri Alain untuk bertanya.

" Tidak. Tapi aku bisa menebak siapa yang datang. Tolong buka pintunya dan ajak dia untuk bergabung disini. " Alain menunjuk meja bar nya tempat ia menikmati makan malam.

" Baik, Tuan. " Segera Rose memenuhi perintah Alain.

Beberapa saat kemudian, Rose sudah mengajak tamunya untuk masuk ke ruang makan yang menyatu dengan dapur. Alex salut dengan ekspresi datar asisten rumah tangga Alain yang tidak bereaksi melihat rupanya yang sama dengan majikannya itu. Walapun ia sesaat bisa melihat keterkejutan dimata wanita itu. Tapi wanita itu bersikap profesional.

Alex melihat Alain yang sedang duduk di kursi tinggi tanpa sandaran sudah memutar kursi tingginya ke arah Alex yang melenggang masuk dan sedang mengedarkan pandangannya untuk  memperhatikan penthouse baru milik pria itu.

" Penthouse mu lumayan. "
Alex berkata dan duduk di samping Alain di belakang meja bar. Rose langsung membawakan minuman yang diinginkan Alex di lemari es.

" Bagaimana kau tahu aku tinggal disini ? " Alain mensesap minumannya. Rose kembali dengan satu gelas brendy untuk Alex. Pria itu mengucapkan terima kasih.

" Aku juga lapar. " Ucap Alex mengabaikan pertanyaan Alain, Rose dengan patuh menyiapkan piring tambahan. Alain cemberut kepada Alex ketika dengan santai memerintah asisten rumah tangganya seolah ia adalah tuan di rumah ini.

" Oh, iya. Aku belum menjawab pertanyaan mu tadi. Aku tahu dari Miranda. " Jawab Alex santai, bahkan terlalu santai. " Ini, enak sekali. " Alex mencicipi pasta buatan Mrs. Rose.

" Terima kasih Mr. Raynold. Kalau begitu saya pamit dulu ke belakang. " Mrs. Rose meninggalkan dapur untuk memberikan privasi kepada Alex dan Alain.

" Miranda ? " Alain tidak menyangka bahwa ibunya akan mengatakan keberadaannya kepada Alex. Tapi jika dipikir lagi, Miranda pasti akan membantu kedua anaknya.

" Jangan menyalahkan Miranda. Aku yang mendesaknya untuk mengatakan keberadaan kamu. Walaupun Miranda tidak memberitahu ku, aku akan tahu kau disini dengan satu atau cara lainnya. "
Jelas Alex.

" Sialan kau, Alex. Karena mengejar ku kesini. " Alain tidak lagi bisa bersikap tenang. Ia mengabaikan makan malamnya yang belum tersentuh sama sekali. Nafsu makannya langsung hilang, begitu Alex datang kemari.

" Kau mengharapkan aku ada dimana ? Dengan kau terus mengejar Callisandra. Aku tidak akan tinggal diam." Alex juga sudah tidak dapat bersikap tenang lagi.

Alain masih mengingat penolakan Callisandra di lift tadi siang dan menyadari usahanya beberapa minggu ini sia - sia. Ia sudah membeli perusahaan Green hanya untuk mendekati Callie dan apa yang ia dapatkan ? Mengetahui Callie menyukai bahkan mungkin lebih dari menyukai adiknya. Membuat ia tersenyum ironis. Inilah apa yang ia terima pada akhirnya karena dulu mencampakkan gadis itu.

" Perusahaan Green sudah berada dalam genggaman ku dan Callisandra berada dalam kekuasaan ku sekarang. Rencana apapun yang kau atur dengan datang kesini tidak akan bisa menggagalkan tujuan ku. Callie akan menjadi milik ku. " Alain mengatakannya dengan penuh percaya diri walapun itu adalah kebohongan.

" Lihat saja nanti. " Alex bangkit berdiri dan meninggalkan penthouse kakaknya dengan kemarahan terpendam. Alain hanya membalas dengan tersenyum.

______________
22/04/2017

Tinggalkan komen dan vote -nya...

Happy reading.

Seal Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang