"Look deep into nature, and then you will understand everything better."
-Albert Einstein"Mau bilang apa, Candra?"
Ratih menatap kedalaman mata hitam lelaki itu yang menyaru dengan gelapnya malam. Satu-satunya penerangan di puncak gunung api purba ini hanyalah cahaya rembulan dan bintang-bintang di langit. Ah juga lampu-lampu kota di bawah yang terlihat sangat indah.
Candra menatap ke bawah tebing. Dari atas sini, lampu-lampu kota di bawah terlihat seperti lautan bintang. Tak kalah indah dengan kumpulan bintang-bintang yang sebenarnya di atas langit. Lelaki itu mendesah. Mendadak berbicara terasa sulit sekarang ini. Dia hanya ingin mengakui segalanya. Kekurangan yang ada dalam hidupnya, namun mengapa tak bisa?
"Lo ngerasa ada yang aneh dari gue gak sih?"
Ratih mengerutkan dahinya bingung. "Aneh gimana maksudnya, Can?"
"Ya semuanya yang ada dalam diri gue. Menurut lo ada yang agak ganjil gitu gak?"
"Entahlah... Cuma memang akhir-akhir ini apalagi setelah kejadian lo mergokin bokap lo di restoran itu... Lo terlihat lebih labil. Kadang hangat tapi tiba-tiba lo berubah jadi dingin lagi. Lo... Sulit dibaca, Can. Gue seperti gak bisa mengenali lo di waktu yang bersamaan. Contohnya ketika lo selalu bentak-bentak gue dulu...," Ratih menatap lelaki yang berada di sampingnya itu dengan sendu. Ia menepuk sebelah pundak Candra. "Lo juga sering banget lupa akhir-akhir ini. Gimana bisa kelupaan sesuatu yang udah lo jalanin?" lanjut Ratih bertanya.
Candra menggeleng, "Gue juga gak tahu. Tapi gue merasakan sesuatu yang aneh ada dalam diri gue. Semoga firasat gue gak terbukti."
Ratih mengangkat sebelah alisnya. "Firasat apa? Lo tau kan bisa cerita apapun ke gue?"
"Gak kok. Nanti kalau lo tahu, lo bisa takut." Candra menjawab misterius.
"Serah lu dah! Terus apaan? Cuma mau ngomongin itu?"
"Gak dong. Gue mau ngasih sesuatu ke lo." Candra mengambil sesuatu dari saku celananya. "Kalung buat lo..." ucap lelaki itu sambil menunjukkan sebuah kalung berbandul bulan yang terlihat indah.
"Buat... Gue?" tanya Ratih tak percaya. Menatap kalung itu takjub. Pasti kalung itu harganya selangit. Mengapa Candra repot-repot memberikan padanya?
"Iya... Biar lo selalu ingat gue. Si Bulan hehehe." Candra terkekeh sambil memakaikan kalung itu ke leher Ratih.
"Gue serius, Tih... Apapun yang terjadi nanti. Bahkan mungkin kalau gue udah gak ada di dunia ini. Semoga kalau lagi lihat kalung itu, lo bisa inget pernah punya seorang Candra yang bikin hidup lo berwarna."
Ratih menatap Candra bingung. "Ngomong apa sih? Tanpa lihat kalung ini pun. Lo itu selalu ada di pikiran gue, Can!"
Candra tertawa sambil mencubit sebelah pipi Ratih. "HAHAHAHA Bisa aja lo gombalnya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE NEW YOU [Completed]
Teen FictionNyatanya ini lebih dari sekedar kutukan. Lebih dari mimpi buruk paling menyeramkan sekalipun. Mungkin kalimat itu yang bisa menggambarkan nasib Nirwasita Ratih Kusumastuti kala dirinya memiliki teman SMA--pada akhirnya menjadi kekasih--seorang Candr...