35. A Gift

5K 582 466
                                    

"Kamu seperti oksigen. Selalu aku butuhkan."





Jika ada satu hal yang dibenci Candra, itu adalah rumah sakit. Ia sangat membenci bau obat-obatan dan antiseptik yang menyengat. Juga banyak manusia yang menjadi lemah di tempat ini. Orang-orang menangisi kepergian kerabatnya juga takdir yang memberikan banyak cobaan lewat sakit. Dan sialnya sekarang ia harus merasakan menjadi orang-orang itu. Dimana ia jadi lemah dan khawatir karena mengetahui Papanya yang terbaring kritis di rumah sakit.

"Candra pelan-pelan!"

Sebuah sahutan dari belakang membuatnya berhenti berlari seketika. Ia baru sadar kalau membawa Ratih kesini. Candra membalikkan badan dan melihat Ratih yang ngos-ngosan sambil menepuk-nepuk dadanya. Cowok itu meringis lalu menghampiri kekasihnya.

"Sorry. Aku lupa kalau kamu ikut ke rumah sakit."

"Gakpapa. Gue ngerti pasti lo khawatir kan? Yaudah yuk, tapi jalan aja ya?"

Candra mengangguk. Mereka kemudian berjalan bersama melewati lorong-lorong rumah sakit. Hanya ada keheningan yang menemani langkah kaki mereka. Sama halnya sedari tadi di dalam mobil, Candra diam tak bersuara. Mungkin masih syok mendengar kabar Papanya yang kecelakaan. Namun, satu hal yang Ratih ketahui pada akhirnya. Candra sangat peduli dan mencintai Papanya.

"Tante Ana bukannya ada di luar negeri?" Ratih mengambil inisiatif untuk bertanya.

"He emm. Kebetulan lagi ada kerjaan di Singapore akhir-akhir ini. Jadi ya setelah dapet kabar Papa kecelakaan, Mama langsung ambil penerbangan pertama ke Indonesia. Malah ngabarin aku nya setelah Mama sampai sini," jawab Candra.

Ratih hanya ber-Oh ria. Satu hal yang ia ketahui lagi. Bahwa Tante Ana rela meninggalkan segala pekerjaannya demi menengok keadaan suaminya yang habis kecelakaan. Itu membuktikan bahwa Tante Ana dan Candra sangat peduli pada Om Wara. Namun kenapa hubungan keluarga kecil itu seperti jauh dari kata harmonis? Pasti ada yang tidak beres!

Lavender, kamar nomor 203.

Candra membuka pintu itu perlahan. Bunyi derit pintu terbuka sepertinya tak digubris seorang wanita di dalam. Disana--Tante Ana--duduk di samping tubuh Om Wara yang tertidur di ranjang. Kepalanya di perban, pun dengan tangan dan kakinya. Alat bantu pernapasan, infus, dan penunjang kehidupan lain dipasang. Ratih meringis, sepertinya kecelakaan yang dialami Papa Candra sangat parah.

"Mama?" Candra memanggil Mamanya lirih.

Ana menoleh ke arah suara yang memanggilnya itu. Matanya sembab khas orang habis menangis. Melihat anak lelaki satu-satunya yang datang, Ana langsung menghambur ke pelukan Candra. Ia tumpahkan tangisannya. Tak kuasa melihat Mamanya menangis, sudut mata cowok itu juga ikut-ikutan meneteskan air mata.

"Candra... Papa kamu...," ucap Ana sambil menangis sesenggukan.

"Papa kenapa, Ma?"

"Papa belum bangun-bangun dari tadi... Mama takut... Huhuhu...," jawab Ana masih sambil menangis di dada anaknya.

Candra mengusap punggung Mamanya menenangkan. Menenangkan dirinya sendiri juga. Tuhan! Tolong jangan ambil Papa sekarang. Tolong selamatkan Papa. Doa Candra terus menerus dalam hati.

"Dokter bilang... Papa kamu koma, dan kemungkinan nanti kalau bangun. Papa kamu bisa lumpuh...," jelas Ana mengagetkan Candra. Tidak bisa membayangkan jika Papanya harus lumpuh.

Candra tersenyum lembut. Menatap wajah Mamanya sambil berkata pelan. "Kita serahkan semua sama Allah, Ma. Yang penting kita jagain Papa terus, ya? Mama sayang Papa kan?" tanya Candra.

Ana mengangguk. Bulir-bulir air mata semakin menetes. Tak kuasa menjawab pertanyaan anaknya itu. Mencintai suaminya adalah kebiasaan. Setiap hari ia lakukan. "Mama sayang Papa. Kamu tahu itu, Nak."

THE NEW YOU [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang