Jakarta, 2015.
Kepulan asap rokok bercampur dengan asap kopi yang baru saja dihidangkan pelayan di meja. Pemuda dengan setelan kemeja dongker ini sontak menghentikan hisapan rokoknya. Langsung menyesap espresso yang ia pesan dengan sebelumnya memberi sedikit tiupan di atas cangkir.
Ada tiga hal yang sangat disukai Candra Mahesa Daraswara di kala dirinya sedang dalam keadaan kacau atau jenuh dengan kehidupan. Rokok, kopi, dan bir. Namun, karena situasi kacau dalam dirinya memilih datang di siang hari, tentunya bir bukan pilihan yang cocok untuk saat ini. Club langganannya tentu belum buka dan tidak lucu bukan jika ia mabuk siang hari begini? Walaupun yah--tanpa harus pergi ke diskotik sekalipun--sebenarnya Candra memiliki beberapa persediaan bir yang ia sembunyikan di dalam kamar. Tapi semua kembali lagi pada mood. Candra sedang tidak ingin mabuk saat ini.
Candra kemudian teringat akan kejadian tadi pagi di rumahnya, saat ia akan berangkat sekolah. Suasana rumahnya mendadak menjadi seperti arena debat presiden. Suara menggelegar Papa dan suara nyaring Mama saling bersautan di ruang makan, ditambah suara pecahan piring yang sepertinya dilempar Papa. Dan percayalah, hal itu bukan kombinasi sarapan yang bagus buat Candra.
Samar-samar dalam perdebatan antara orang tuanya, Candra mendengar mereka menyinggung pindah ke Kalimantan dan memilih antara ikut Papa atau ikut Mama. Dua orang itu sama-sama ngotot ingin membawa anak tunggal mereka, mungkin karena itulah Papa dan Mamanya masing-masing kekeuh tidak mau berpisah dengan anak lelaki mereka satu-satunya.
Ia kurang mengerti permasalahan antara orang dewasa. Mungkin baginya permasalahan orang dewasa sangatlah rumit sehingga tidak dapat dimengerti anak umur 17 tahun sepertinya. Yang jelas, setelah mendengar sedikit adu mulut orang tuanya. Candra seketika kehilangan mood untuk bersekolah. Ia langsung mengemudikan motor sport-nya, sejauh mungkin tanpa tau arah. Meninggalkan bangunan mewah yang selama ini ia tempati. Karena rumah bukan kata yang tepat untuk mewakili rumahnya. Rumah adalah dimana engkau selalu ingin pulang. Dan Candra tidak pernah merasa ingin pulang. Ia tidak punya rumah. Atau setidaknya belum.
***
Ada banyak hal yang bisa membuat Nirwasita Ratih Kusumastuti bahagia. Salah satunya adalah ia menerima amplop berisi gaji pertamanya sebagai penari di sebuah sanggar tari tradisional yang cukup beken di Jakarta. Memang tidak seberapa karena ia belum menjadi penari tetap. Namun, setidaknya di usianya yang akan genap 17 tahun ini, ia bisa sedikit membantu keluarga sederhananya.
Menari adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari Ratih. Sejak taman kanak-kanak ia sudah menunjukkan kecintaannya pada menari. Dan saat menginjak remaja ini, gadis itu kerap mengikuti acara sendratari, entah sebuah perlombaan atau hanya suatu pertunjukan saja. Walau kadang teman-temannya masih sering menganggap Ratih kolot karena lebih memilih menekuni tari tradisional ketimbang modern dance yang sedang hits di zaman sekarang.
Sejak merantau dari Jogjakarta sekitar tiga tahun yang lalu. Ratih dan keluarganya hidup di Kota Metropolitan ini dengan kesederhanaan. Ia menempati rumah kecil sederhana--dengan sedikit taman buatan sendiri di halaman depan--bersama Ayah, Ibu dan kedua adik yang semuanya masih duduk di bangku SD.
Ayah bekerja sebagai guru honorer di sebuah sekolah dasar dan Ibu membuka usaha jahit kecil-kecilan di rumah, penghasilan mereka sudah sangat cukup untuk menghidupi ke tiga anaknya. Namun, memang karena sifat Ratih yang selalu ingin membantu orang tuanya. Ratih tak tega jika gaji yang ia dapatkan seperti sekarang ini dihabiskan sendiri untuk foya-foya.
Setelah memasukkan amplopnya ke dalam tas, Ratih segera berjalan ke halte bus terdekat. Ia rasanya segera ingin pulang ke rumah dan memberikan amplop itu kepada Ibu. Mungkin bisa untuk membeli crayon baru untuk Kahfi, atau membeli snack yang banyak untuk Dion--adik bungsunya yang doyan ngemil. Saat ini yang diinginkan Ratih adalah bus yang cepat datang dan segera mengantarkannya menuju rumah. Ia ingin cepat pulang ke rumah. Menemui keluarganya.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
THE NEW YOU [Completed]
Novela JuvenilNyatanya ini lebih dari sekedar kutukan. Lebih dari mimpi buruk paling menyeramkan sekalipun. Mungkin kalimat itu yang bisa menggambarkan nasib Nirwasita Ratih Kusumastuti kala dirinya memiliki teman SMA--pada akhirnya menjadi kekasih--seorang Candr...