12. Ketidakpastian

6.1K 679 362
                                    


"Terkadang, engkau perlu meninggalkan seseorang yang hanya bisa memberimu harapan semu. Yang sibuk membawamu kedalam suatu hubungan yang tidak jelas dan terus berputar-putar. Karena ia, tidak akan pernah mengerti sama sekali bagaimana lelahnya hati menerima ketidakpastian."




Di dalam kamar besar yang ia biarkan gelap itu--hanya menyisakan lampu kecil di meja belajar--Candra duduk termenung di meja belajarnya. Malam ini hujan turun begitu deras, angin berkelebat masuk melalui jendela-jendela kamarnya. Menghantarkan hawa dingin ke seluruh ruangan. Ia lagi-lagi mengamati bungkusan kecil ditangannya--yang belum ia buka sama sekali--yang ia dapatkan beberapa hari lalu dari seseorang.

Seketika Candra diliputi keresahan. Ia ingin mencoba ini. Namun dengan segala kewarasan yang masih ia miliki, ia masih menahan keinginannya sampai sekarang. Ia ingat Mamanya, pasti Mama akan sangat kecewa melihat anak satu-satunya yang bertambah rusak. Lalu ia ingat Dani, Bagas, Pebri. Teman-temannya itu pasti tidak akan setuju melihat Candra seperti ini. Ia ingat janji mereka dahulu satu sama lain. Bahwa minum--adalah batasan nakal mereka. Ia juga teringat mereka memiliki komitmen suatu saat akan insyaf dan bertaubat berubah menjadi lelaki baik. Tapi ntah itu kapan.

Ia juga ingat Ratih. Gadis yang akhir-akhir ini bersamanya. Ratih pasti langsung akan menjahuinya jika melihat ini. Candra tersenyum begitu mengingat bagaimana begitu kerasnya usaha anak itu untuk membuatnya berhenti merokok. Ratih selalu bersikap perhatian padanya. Entah karena apa.

Namun, Candra lalu teringat Papanya. Dengan begitu jahatnya telah menghancurkan keluarganya. Yang telah menyakiti hati Mamanya. Menyakiti hati Candra juga. Dulu ia pernah berfikir akan menjadi sosok Papanya ketika dewasa. Ia mendengus jijik, Candra tidak akan mau dan tidak akan pernah ingin menjadi Papanya. Lelaki yang telah dibutakan oleh wanita dan tega meninggalkan keluarganya.

Candra mengusap wajahnya kasar. Ia memutuskan,

"HAHH! Bodo amatlah! Toh hidup gue dari dulu udah rusak--"

***

Candra hari ini bersikap begitu aneh dan--dingin. Ratih bingung ketika lagi-lagi cowok itu berubah menjadi bunglon. Sedari tadi jam pelajaran pertama dimulai sampai sekarang istirahat ke dua, ia sama sekali tidak menegurnya. Ratih masih dalam lamunannya tak sadar ketika seseorang menabraknya. Atau ia yang menabrak karena salahnya berjalan sambil melamun. Ratih meringis menahan sakit di lututnya. Buku-buku yang tadi ia bawa jadi jatuh berserakan ke lantai. Ia mendongak dan melihat Candra disana.

"Eh cebol kalau jalan pake kaki ya!"

"Apaan sih, bukannya bantuin ih, Can!"

"..."

"Woi Can! Candra!"

Sambil merutuki nasib yang kelewat sial karena habis nabrak si gunung es, alias tuan Candra yang terhormat, Ratih berdiri sambil memunguti buku-buku ulangan milik anak-anak kelasnya. Dengan mengeluarkan sumpah serapah buat Candra yang seenak jidatnya nabrak dan langsung melengos pergi gitu aja--tanpa berbaik hati bantuin berdiri atau ngambilin buku--Ratih melanjutkan langkah kakinya ke ruang guru.

Ck Tuh kan! Ratih berdecak dalam hati. Sebal dengan sikap Candra yang jadi menyebalkan seperti tadi. Padahal baru kemari siang mereka menghabiskan waktu di rumah Ratih dengan baik-baik saja. Errrrr bahkan Candra sempat mengajaknya--menikah.

"RATIH!" Gadis itu menghentikan langkahnya, ia membalikkan badan dan melihat ternyata Adit yang menyapanya tadi. Cowok itu tersenyum lebar yang entah mengapa begitu manis di mata Ratih. Aduh bikin diabetes kalau ini mah! Ratih membatin.

THE NEW YOU [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang