"Aku harus menyibukkan diri. Membunuh dengan tega setiap kali kerinduan itu muncul. Berat sekali melakukannya, karena itu berarti aku harus menikam hatiku setiap detik." - Tere Liye, Sunset Bersama Rosie.Retta sibuk mengulurkan tissu kepada Ratih yang sedari tadi terus menangis sesenggukkan. Setelah kembali dari lapangan indoor tadi, ia harus bertanya-tanya apa yang telah dilakukan Candra hingga Ratih sampai menangis seperti ini. Mereka telah berada di taman sekolah hampir lima belas menit--bersyukurlah karena saat ini kelas mereka jam kosong--dan Ratih sama sekali tidak menjelaskan apapun kepada Retta, hanya menangis. Membuat Retta iba kepada sahabatnya ini. "Ahelah udahlah Tih nangisnya, buang-buang tissu tau gak? Lama-lama gue kasih kanebo juga lo!"
"Huhuhu lo gak tau rasanya Ret..." jawab Ratih sambil sesenggukkan.
Retta memutar bola matanya, "Ya emang gaktau, orang lo gak mau cerita sih! Emang Candra ngapain lo coba? Nih minum dulu biar tenang." Retta mengulurkan botol mineral yang tadi dibelinya di kantin kepada Ratih.
Gadis itu menerima uluran botol Retta lalu meminumnya. Setelah ia merasa cukup tenang dan tidak sesenggukan lagi, Ratih mulai bicara, "Candra minta gue buat jauhin dia. Katanya, dia gak pantes buat jadi temen gue. Dia juga bilang kalau nyesel pernah kenal gue. Katanya gue pengganggu di hidup dia...."
Retta kontan melotot, "APAAN?! Anjir dia bilang gitu? Wah songong bener itu badak satu! Yang ada dia pengganggu di hidup lo tau, Tih--" belum sempat Retta melanjutkan omelannya, sebuah suara memotong ucapannya.
"Kalau menurut gue, cowok kaya gitu itu gak gentle banget. Apalagi sampai bikin cewek nangis. Emang seharusnya lo jauhin dia, masih banyak cowok yang pingin deket sama lo, Ratih..."
Ratih dan Retta sontak kaget dengan munculnya Adit yang tiba-tiba dari balik pohon beringin di taman ini, "Adit? Sejak kapan lo sembunyi disitu?" Ratih bertanya bingung.
"Sejak tadi? Hehe sori ya gue nguping pembicaraan kalian. Tapi serius, air mata lo terlalu berharga cuma buat nangisin cowok brengsek macem Candra itu!" Adit jadi emosi sendiri. Ia lalu mengambil duduk di bangku sebelah Ratih.
Ratih menghela napas, ia memandang kolam ikan di bawah kakinya. Melihat beberapa ikan yang tengah sibuk berebut makan di permukaan. "Ya gimana ya, Dit? Gue sama Candra itu udah dua tahun kenal. Selalu bareng-bareng. Candra juga cuma punya gue temen perempuannya yang bisa diajak curhat. Rasanya sedih banget kalau misal sekarang kita harus jauhan gini. Gue... Gak terbiasa tanpa dia, Dit." Ratih berucap sendu. Membuat Adit jengah. Gue gak suka cewek menye-menye model begini. Batin Adit sebal.
"Ya makanya lo harus coba membiasakan diri. Gue bisa bantu lo, cobalah buka hati lo sedikit bisa? Gak usah sedih-sedih lagi. Ah! Gimana kalau nanti kita jalan aja? Kita nonton gimana?" Adit memberikan sebuah ide.
Ratih lalu tersenyum sumringah, "Mau! Tapi nonton Beauty and The Beast ya?" Ratih mengusulkan film yang memang sedari dulu ia pingin tonton.
Melihat Ratih sudah bisa tersenyum, membuat cowok itu ikutan tersenyum juga. Ia mencubit sebelah pipi tembem Ratih pelan. "Iyaaaa. Apasih yang enggak buat lo..."
Ratih lalu berpaling kepada Retta. "Ikutan yuk Ret? Kita nonton bareng-bareng aja! Kan tambah rame kalau sama Adit," Ratih kembali menatap Adit, "Retta gakpapa kan Dit ikut? Tadinya kita udah ada rencana bareng sih, tapi ya kalau tambah lo kan jadi lebih seru. Rame---"
"Gak! Gak gue gak ikut. Kalian aja..." Retta berkata canggung.
Ratih mengerutkan dahi bingung. "Loh? Kenapa, Ret?"
"Yakali gue ntar jadi obat nyamuk. Gak mungkin juga kan gue gagalin rencana orang yang mau dating. Pendekatan..." Retta berkata datar. Yang membuat Ratih bingung adalah, kenapa nadanya jadi sinis ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
THE NEW YOU [Completed]
Novela JuvenilNyatanya ini lebih dari sekedar kutukan. Lebih dari mimpi buruk paling menyeramkan sekalipun. Mungkin kalimat itu yang bisa menggambarkan nasib Nirwasita Ratih Kusumastuti kala dirinya memiliki teman SMA--pada akhirnya menjadi kekasih--seorang Candr...