18. Mulai Membaik

6.1K 690 345
                                    


"Untuk pertemuan, tak perlu terburu-buru menerjemahkan bahwa kita adalah tempatnya pulang. Barangkali saja, ada juga yang seperti ini: Ia hanya menjadikanmu terminal, stasiun, pelabuhan, ataupun bandara untuk sejenak tinggal sebelum ia melanjutkan perjalanan." -anonim.





Ratih menghempaskan sampurnya* dengan kasar. Kesal karena sedari tadi ia tidak bisa memfokuskan dirinya yang sedang berlatih tari srimpi dengan teman-temannya yang lain. Beberapa kali ia selalu tertinggal gerakan dari rekannya, tak jarang juga gadis itu menari dengan tempo yang terlalu cepat.

"Gue nyerah!" ucap Ratih pada akhirnya. Ia menghembuskan nafas kasar lalu melangkah menuju pinggir ruang ekstrakulikuler tari ini.

Lucia yang melihat salah satu anggotanya memang sedari tadi tampak tidak fokus itu akhirnya mematikan tape recorder. Seketika alunan gending jawa yang mengiringi latihan tari srimpi mereka berhenti, meninggalkan suasana sunyi dalam ruangan.

"Oke istirahat aja dulu ya? Sepuluh menit!" Lucia berkata pada anggotanya. Ia kemudian menghampiri Ratih yang sedang duduk selonjoran. "Kenapa lo? Tumbenan banget bisa gak fokus gini? Seorang Nirwasita Ratih biasanya nari udah kaya napas. Nah ini tadi lo nari kaya mau ambil nilai buat roll depan roll belakang aje! Kebanyakan mikir."

Ratih kontan meringis mendengar kata-kata Lucia itu, "Sori ya, Ce? Emang lagi banyak pikiran juga gue." Ratih menjawab sekenanya. Karena memang nyatanya banyak hal yang ada dipikirannya sekarang. Jujur, gadis itu juga masih shock dengan perbuatan Adit di rumahnya kemarin. Tak menyangka lelaki yang sempat diidolakannya itu ternyata tak baik seperti kelihatannya. Adit adalah definisi menjijikan bagi Ratih sekarang.

Ditambah tindakan Candra yang sebenarnya juga bisa dikatakan kurang ajar. Cowok itu dengan seenaknya menciumnya dipipi, persis seperti apa yang telah dilakukan Adit. Jika Ratih sedang dalam keadaan waras kemarin, pastilah ia sudah menyumpahi Candra agar lekas menghembuskan nafas terakhirnya dan masuk neraka. Namun anehnya, kemarin ia hanya diam dan bahkan tersipu-sipu setelah dicium Candra. Jika boleh jujur sekali lagi, Ratih merasakan ketulusan yang teramat sangat dari ciuman Candra--sangat berbeda dengan ciuman Adit.

"Lah? Kok lo jadi senyum-senyum sendiri gitu sih?! Mikiran apaan lo, Tih?" ucapan Lucia itu langsung membuat kesadaran Ratih kembali. Gadis itu menepuk-nepuk kedua pipinya agar cepat-cepat melupakan ciuman kemarin.

"Cieeee Ratih mukanya merah!"

Ratih memutar bola matanya, "Apaansih, Ce?! Gak ah muka gue gak merah-"

"Siapa yang mukanya merah?" sebuah suara memotong percakapan Ratih dan Lucia, membuat kedua gadis itu menoleh dan melihat Candra sedang berjalan ke arah mereka.

"Kok lo bisa denger sih, Candra?" Lucia bertanya jengah. Sedikit sebal jika Candra berada di ruangannya, pastilah sebentar lagi akan terjadi hal yang buruk.

Candra menyeringai, "Gimana gak denger? Suara lo tuh persis toa masjid."

"Anjir!" Lucia yang tidak terima dengan ejekan Candra itu berniat mengambil botol mineral untuk memukul cowok itu, namun tak jadi karena dicegah Ratih.

"Jangan, Ce! Buang-buang tenaga sih. Kasihan botolnya juga ntar!" Ratih berbicara menengahi. Sadar jika Candra dilawan malah akan membuat cowok itu tambah menjadi-jadi, ia menatap Candra yang sedang terkekeh geli sambil bersedakap. Tubuh tingginya menjulang diatas Ratih dan Lucia yang masih duduk selonjoran, "Mau apa lo kesini, Can?" tanya Lucia.

"Mau jemput kesayangan pulang." jawab Candra santai.

"HAH?! UHUKKKK." mendengar kalimat Candra itu Lucia yang baru akan meminum air mineralnya langsung saja tersedak. Membuat Ratih menepuk-nepuk pundak Lucia pelan, "Lo... Punya kesayangan? Jir! Gue kira selama ini homo beneran lu!" lanjut Lucia setelah ia sudah tidak terbatuk-batuk lagi.

THE NEW YOU [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang