"Seperti langit berawan yang berubah menjadi gelap, siap menumpahkan air hujan kapanpun ia mau. Keinginan memilikimu juga semakin tak terbendung lagi."
Mereka sibuk ongkang-ongkang. Kalau bahasa jawanya leyeh-leyeh. Siapa lagi kalau bukan Candra beserta para kacung setianya. Semenjak kejadian Bram yang tertangkap polisi dengan masalah narkoba itu--yang sampai sekarang masih terus diselidiki--kegiatan sekolah benar-benar terkena dampaknya. Ekskul basket dihentikan sementara waktu--membuat sekolah mereka gagal mengikuti kompetisi basket yang cukup beken di kota ini--Event Lustrum yang sempat sekolah mereka agendakan juga beberapa kegiatan ada yang dibatalkan. Pasalnya sekolah mereka adalah sekolah negeri, bukan swasta. Keputusan mutlak mengenai segala masalah pada akhirnya berada di tangan pemerintah. Pun dengan Bram, tak ada embel-embel atas nama uang untuk menyelamatkan anak itu. Siapapun yang bermasalah, pasti akan langsung dikeluarkan dari sekolah.
"Panas banget anjir!" Bagas mendesah sambil terus mengipasi dirinya dengan kipas sate milik nyak e. Benar, mereka berempat sekarang sedang berada di warung pojok.
Jika biasanya sepulang sekolah mereka akan latihan basket, tidak dengan sekarang. Diboikotnya ekstrakulikuler basket sempat membuat Candra dan teman-temannya protes. Tapi mau bagaimana lagi, mereka harus menanggung akibat dari perbuatan Bram dan menjadi "pengangguran" sehabis pulang sekolah.
"Neraka bocor kali ya?" Pebri ber-argumen sambil menegak es teh nya sampai tandas. Mendesah lega ketika hawa panas sedikit berkurang tergantikan dengan kesegaran es teh manis harga dua ribu rupiah buatan nyak e.
Matahari memang sedang terik-teriknya sekarang ini. Ditambah predikat Jakarta sebagai Kota Metropolitan dengan seabrek pemerintahan dan perekonomian yang berpusat di kota ini. Juga polusi udara dari banyak asap kendaraan semakin menambah panas dan empet.
"Allahuakbar, Gusti! Panase ranjamak!" Dani beranjak dari duduknya dan menghampiri Bagas di pojok warung. Beruntung di warung ini hanya ada mereka berempat serta nyak e. Jadi tidak terlalu ramai dan bertambah panas di dalam warung.
"Gantian kipasnya sini, Gas!"
"Ogah! Gue masih kepanasan, Cot!" Bagas menghindar dari tangan Dani yang akan merebut kipasnya. Salah, kipas milik nyak e maksutnya.
"Pinjem goblok! Lima menit aja!" Dani melotot. Mereka berdua sudah persis seperti anak kecil yang sedang rebutan permen.
"GAK!"
"PINJEM!"
"GAK!"
"PINJEM GAK?! GUE CIUM JUGA LAMA-LAMA LO--"
Pebri memutar bola matanya jengah melihat adegan alay teman-temannya itu. Ia melirik ke arah Candra yang sedang tiduran di kursi kayu panjang sambil mengipasi tubuhnya dengan kemeja sekolahnya yang sudah cowok itu lepas. Mata Candra menerawang ke langit-langit atap warung pojok seolah sedang berpikir.
"Woi, Ndra! Itu sahabat-sahabat lo dikondisiin lah!" ucap Pebri. Tak sadar jika Bagas dan Dani juga sahabatnya.
Candra menghentikan aktifitas mengipas-ngipasnya lalu melirik pada Bagas dan Dani yang masih saling berebut kipas. Candra meremas kemejanya yang tadi ia jadikan kipas. Setelah seragamnya itu berubah menjadi seperti gumpalan. Ia lempar kemejanya.
Hap! Kemeja Candra tepat mengenai muka Bagas. Membuat Bagas meringis, sedangkan Dani menahan tawa sambil membuat gerakan mulut seolah berkata "mampus".
"Diem!" bentakan singkat Candra itu kontan membuat Bagas dan Dani kicep seketika.
Mereka langsung duduk diam bersebelahan. Tidak melanjutkan perebutan kipas itu, sebagai gantinya Bagas mengipasi dirinya dan Dani. Keheningan mereka tergantikan dengan dua cowok dengan almamater sekolah lain yang datang ke warung--dengan sebelumnya mengangguk sambil mengatakan 'permisi'--sepertinya dua cowok itu sedang ada kegiatan di sekolah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE NEW YOU [Completed]
Ficção AdolescenteNyatanya ini lebih dari sekedar kutukan. Lebih dari mimpi buruk paling menyeramkan sekalipun. Mungkin kalimat itu yang bisa menggambarkan nasib Nirwasita Ratih Kusumastuti kala dirinya memiliki teman SMA--pada akhirnya menjadi kekasih--seorang Candr...