"Beberapa orang tidak pernah benar-benar 'tuli'. Mereka mendengar, namun memilih untuk menulikan diri. Karena dalam setiap cerita. Ada banyak kisah yang mungkin seharusnya tidak kita dengar. Mengapa? Karena tak semua hati sekuat beton. Ia bisa juga serapuh daun yang telah gugur...."
Bel istirahat beberapa waktu lalu telah berbunyi. Membuat suasana kebanyakan ruang kelas otomatis menjadi sepi. Jiwa-jiwa muda yang telah lelah berkutat dengan logaritma, kurva permintaan, hukum Gossen--bahkan yang rambutnya sudah memutih gara-gara stokiometri--memilih melambaikan tangan pada kamera kemudian berlari secepat kilat menuju surga sekolah bernama kantin. Mengherankan memang, bahwa belajar itu yang bekerja adalah otak. Tapi mengapa perut jadi ikutan lapar juga ya? Hubungannya di mana?
Namun, ada beberapa anak muda ajaib yang memilih tetap tinggal di dalam kelas. Entah untuk alasan apa. Seperti contoh seorang gadis yang tengah memandang ke sekumpulan lelaki di pojok kelas. Ekspresi gadis itu sarat akan emosi. Bak gunung berapi yang siap memuntahkan laharnya. Ketika melihat tawa cekikikan dari gerombolan cowok-cowok yang entah mengapa tidak ke kantin itu. Ia tambah gedek. Mengambil langkah seribu, gadis itu menghampiri.
Brak!
Sambil menjatuhkan novel Rindunya Tere Liye ke meja paling pojok di belakang sendiri, Ratih--gadis mungil berambut panjang itu--berkacak pinggang sambil berkata,
"Gue gak mau tau ya, Can! Pokoknya itu novel lo yang ngeresensi! Gue capek setiap ada tugas, gue mulu yang ngerjain. Bisa lo berbaik hati ngertiin gue sedikit aja? Gue capek Candra! Lebih capek lagi setiap ada tugas mesti lo yang jadi partner gue! Can!"
"..."
Gerombolan cowok-cowok tak tahu diuntung ini tidak memperhatikan omelan panjang lebar Ratih. Candra--si cowok yang menjadi alasan kemarahan Ratih--diam seribu bahasa. Wajah tengilnya, sumpah! Membuat gadis itu rasanya ingin mendaratkan sepatu--yang kebetulan belum dicuci--ke wajah Candra.
"Candra lo dengerin gue gak sih?! Allahuakbar Candra!"
"Hmmmmm,"
Yang ditanya hanya menjawab dengan deheman tanpa menoleh sedikitpun karena tatapannya masih terfokus pada layar HP yang sedang menampilkan video youtube dari artis endorse terkenal di Indonesia.
"Gila nih gede juga. Mantap jiwa!"
"Gue bilang juga apa kan, Can? Emang itu cewek aset-nya gede abis. Demen gue ngelihatin MV-nya tiap hari. Emmmmmm enak banget hahaha." Dani--teman sebangku Candra--menanggapi dengan kalimat yang pastinya membuat semua wanita terlecehkan.
"HAHAHAHAHAHA," Candra ngakak dengan satu tangan menggebrak meja menanggapi kalimat Dani tersebut.
Sontak, Ratih--gadis yang sedari tadi mencak-mencak pada Candra namun diabaikan--yang mendengar semua percakapan dua sohib yang urat malunya kayaknya udah geser ini geleng-geleng kepala sambil mengucapkan istighfar sebanyak-banyaknya.
"CANDRA!" Ratih mengambil HP dari tangan Candra. Membuat cowok itu akhirnya berpaling kepadanya. Mendesah pelan. Ia tidak suka diganggu jika sedang bersenang-senang.
"Balikkin gak HP gue! Mana? Kalau mau lihat bokep pake HP sendiri! Gausah pake HP gue. Atau lo mau lihat bareng gue? Sori ya, gue gak mau lihat bokep bareng maunya bikin bokep bareng!"
Gadis itu kontan melotot. Astaghfirullahaladzim! Ampunilah dosa cowok badung di depan saya ini, Tuhan!
"Lo ngomong apaan?! Lo dengerin gak gue daritadi ngomong apaan?" Ratih mencoba terus bersabar. Beberapa menit saja berada di dekat Candra rasanya sudah menambah keriput di wajahnya.
"Gak! Siniin HP gue. Gue Laper!" Candra yang tingginya jauh di atas Ratih langsung merebut HP-nya dan pergi sambil mengeplak kepala gadis itu pelan.
Seakan baru sadar HP rampasannya sudah berpindah tangan, Ratih langsung menghentakkan kakinya ke lantai, ia berteriak emosi.
"CANDRA KAMPRETTTT!"
Lagi. Untuk yang ke sekian kalinya Ratih gagal mengembalikan Candra ke jalan yang benar.
***
Rasanya baru tadi siang Ratih marah-marah pada Candra. Sepulang sekolah ini, kepalanya lagi-lagi mau pecah ketika dirinya yang sudah berbicara panjang lebar, sepanjang kali ciliwung malah. Hanya ditanggapi dengan, "Hmmmm." khas cowok itu banget.
"Gue serius, Candra. Kita mau mulai ngerjain resensi novel ini kapan? Setidaknya bikin ppt-nya dulu buat presentasi besok. Jangan main HP terus! Candra! Gue banting tau rasa lo!"
"Argh! Shit! Gara-gara lo nyet!"
Layar di ponsel Candra tertera game over di sana. Disusul umpatan kemudian bantingan HP ke meja. Ratih sempat mengerutkan dahinya. Emang dasar Candra ini sinting. Dia yang mainin gamenya dia juga yang bikin kalah sendiri. Yang banting HP dia juga. Tapi kenapa Ratih yang disalahin?
"Oke. Mau lo apa sih?" tanya Candra serius.
Cowok itu menaikkan kakinya ke atas meja lalu ia silangkan. Dua tangannya bersedekap. Gak sopan dan banyak gaya. Pikir Ratih. Percayalah, cowok macam Candra ini bukan generasi penerus bangsa. Dia lebih cocok dijuluki perusak moral anak bangsa. Tukang bolos sekolah, sekalinya sekolah kerjaannya cuma main game kalau tidak nongkrong sambil ngerokok di warung pojok. Untung Candra ini bukan selebgram atau youtubers. Bisa ditiru anak-anak di bawah umur kalau postingannya berupa kegiatan Candra sehari-hari. Pasti isinya hanya berbau-bau club malam. Candra tuh nakal banget dan semua yang dia lakuin gak berfaedah.
"Gue cuma mau lo ikut ngerjain tugas ini," jawab Ratih sabar.
"Gue males mikir. Lo aja."
Anjas. Andaikan kuku-kuku Ratih adalah kuku macan, sudah pasti muka Candra sekarang berubah jadi gak beraturan karena dia cakar. "Gue yang mikir, Candra! Gue tau pasti kalau kerja kelompok kerjaan lo ngehabisin cemilan doang! Setidaknya gue cuma butuh kehadiran lo... Gue gak bisa sendiri karena ini namanya kerja kelompok...."
Setidaknya gue cuma butuh kehadiran lo... Gue gak bisa sendiri...
Ahilah. Ratih baru sadar kalau kalimatnya itu geli banget. Candra gak baper kan ya gue bilang kaya gitu? Tanya Ratih dalam hati. Ia tak bermaksud apa-apa soal ucapannya itu. Serius deh.
"Cie... Modus pengen gue temenin...." ucap Candra sambil nyengir-nyengir.
"Bodo! Intinya lo mau ikut ngerjain enggak?"
"Gak."
Ya Allah. Ratih mengangkat dua tanggannya frustrasi. Sudah kehabisan cara untuk membujuk cowok ini supaya bertobat dan lurus gak belok-belok. "Yaudah lo maunya apa sekarang? Lagian apa susahnya sih nyisihin waktu paling gak tiga jam buat ngerjain?"
"Gue sibuk. Ada jumpa fans," jawab Candra datar.
Ratih membuat gerakan muntah dengan mulutnya. Kalau ada fans Candra, pasti dia sekumpulan makhluk halus. "Serius!" bentak Ratih sambil melotot.
"Oke gue bakal ikut presentasi tugas itu. Tapi gak ikut ngerjain. Males. Pelajaran paling malesin bahasa Indonesia tuh."
Tidak sebanding dengan mengerjakan sendiri memang. Namun Ratih terima itu. Setidaknya Candra sudah punya niat baik menemaninya presentasi. "Oke. Dan kalo lo boong besok gak berangkat?"
"Gue terima semua hukuman, Tuan Puteri...," ujar Candra sedikit menundukkan wajah.
"Yaudah kalau sampai besok gak dateng awas aja lo!"
***
TBC
Note:
Jangan lupa masukin lagi cerita ini ke reading list kalian ya makasih😉🙏
Laras.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE NEW YOU [Completed]
Teen FictionNyatanya ini lebih dari sekedar kutukan. Lebih dari mimpi buruk paling menyeramkan sekalipun. Mungkin kalimat itu yang bisa menggambarkan nasib Nirwasita Ratih Kusumastuti kala dirinya memiliki teman SMA--pada akhirnya menjadi kekasih--seorang Candr...