Korek Iseng

46 5 0
                                    

Menurutku, menjadi yang orang pintar itu mudah, hanya dengan rajin belajar, baca banyak buku, minum tolak angin atau hisap jempol kaki profesor. Justru menjadi orang yang iseng itu loh yang susah, kalau kreatif ya isengnya berhasil, kalau gagal tanggung jawab sendiri akibatnya.

Saat itu aku sedang di perjalanan menembus udara dingin dan kabut tipis dari rumah menuju ke kampus. Sepagi itu ke kampus bukan untuk mengikuti upacara bendera, bukan juga untuk mengikuti upacara pemakaman, dan bukan juga untuk berjualan bubur ayam sambil upacara bendera di pemakaman. Tapi untuk menyelesaikan tugas Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM).

Di perjalanan aku berhenti di sebuah warung kecil yang terlihat belum ada pembelinya, baru buka sepertinya. Warung yang ada di perempatan Ciruas. Depan pohon asem besar sebelah toko Al-Barokah. Tempat para angkutan umum menunggu penumpang juga tempat bertemu orang yang punya janji. Kalau sekarang mungkin orang lebih suka janjian di depan mini market yang ada di sekitar sana.

Di depan warung itu aku berteriak kata "BELI" dengan cara menepuk telapak tangan ke mulut dengan cepat. Sehingga yang terdengar adalah kata "Bewi...wiii...wiii...wiii...wiii".

Sang pemilik warung keluar. Mungkin kaget disangka ada suku Indian nyasar.

"Eh, ibu. Sehat bu?" sapaku cengengesan padahal sama sekali tidak kenal siapa ibu itu.

"Iya, ada apa Mas?" tanya si ibu pemilik warung yang menuduh aku memiliki tubuh belapiskan 24 karat.

"Mau beli ini bu. Duh apa yah lupa. Oh iya, ada korek bu?"

Ibu pemilik warung langsung mengangguk, langsung masuk dan langsung mengambil korek api dari kayu yang kemasannya masih berbentuk persegi dari zaman dahulu. Kenapa harus selalu persegi? Kenapa tidak dalam bentuk tabung yah? Malas berinovasi sepertinya.

Ibu itu menyodorkan korek api kepadaku. Tapi tidak aku terima, "ini bisa gitu bu, buat korek kuping?"

"Oh... Bilang dong Mas" ibu itu masuk warung kembali setelah sadar bukan korek api yang aku butuhkan. Padahal korek api pun bisa kalau hanya masuk ke telinga. Asal jangan dibakar dulu baru dimasukkan ke telinga.

Sekarang benar yang dia serahkan satu bungkus korek kuping. Dan itu artinya akan terjadi proses pertukaran uang dengan barang. Korek kuping yang harga 1.000 aku tukar dengan uang 50.000 dalam bentuk rupiah dan proses selanjutnya adalah pengembalian sisa uang belanja.

"Ada uang kecilnya aja Mas? baru buka belum ada kembalian" kata si ibu setelah menerima uang.

"Kembaliannya permen aja bu, kayak di Indomampet bayar pakai uang kembalian pake permen"

"Kebanyakan Mas. Masa sih permen semua."

"Gimana yah. Gak ada uang kecil Bu,"

Sebenarnya ada uang pas, tapi aku tetap bayar pakai uang besar. Biar jadi receh ah, biar sibuk juga si ibunya. Aku pun disuruh menunggu sebentar katanya mau tukar uang ke pedagang lain. Eh ternyata lama.

Lamaku menunggu handphone pun berdering, itu panggilan dari Dede Hartati. Teman satu kelompok KKM yang sudah ada di kampus. Kami janjian jam 8 pagi, tapi ini sudah jam 9.30.

"Dimana? Dede udah nyampe di kampus nih" suaranya terdengar agak kesal.

"Iya, sebentar lagi nih. Mau bagi-bagi korek kuping dulu." jawabku di atas motor yang sudah mau jalan karena urusan dengan ibu pemilik warung sudah selesai.

Dari Ciruas aku langsung jalan menuju kampus yang ada di daerah Kota Serang Baru (KSB), melewati jalan Kalodran, Terminal Pakupatan dan kampus Untirta. Sebelumnya aku mampir di Pom bensin yang ada sebelum terminal Pakupatan. Di sana antrian motor lumayan mengular, membuatku tidak minat untuk ikut jadi ular. Aku parkirkan sepeda motor di area depan mini market yang ada di pom bensin. Ngomong-ngomong, kenapa sekarang banyak sekali mini market yah?

Opini Si Karung GoniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang