11 September 2016, pagi hari yang berisik oleh sebab ibu-ibu yang datang ke rumah. Ibu siapa itu aku harap salahsatunya bukan ibunda Sangkuriang. Ibu yang paling aku takuti sedunia, ibu yang memilih mengutuk daripada membalas tidak mengakuinya sebagai anak.
Aku harap juga salahsatu dari mereka bukan ibunya Shincan. Ibu yang paling aku takuti posisi ke dua. Misae namanya. Waktu itu aku sedang nonton Crayon Shinchan, diceritakan Shinchan sedang belajar menggambar dan mewarnai bersama temannya. Tapi dijitak kepala Shinchan oleh Misae sampai benjol, ternyata Shinchan sedang mewarnai kesucian tetangganya.
Setelah selesai mandi dan selesai menutup kamar mandi untungnya tidak sempat membakar kamar mandi, aku melihat ada tumpukan kartu dan daftar nama yang jumlahnya mungkin masih sekitar 250 lembar di atas meja. Banyak namun ringan, tidak sampai membebani meja kayu, tidak sampai membuat meja itu rusak. Kartu berikut nama-nama yang berhak menerima undangan untuk hadir ke acara pernikahanku. Iya, akhirnya aku nikah juga.
Sebelumnya aku mengira diri ini hebat saat memilih untuk hidup sendiri. Lebih merasa bebas merdeka mengikuti keinginannya sendiri. Tidak butuh orang khusus untuk menjalani kehidupan. Tidak merasa butuh akan pasangan. Tapi nyatanya sebagian dari diri kita ini adalah hak milik orang lain. Hak orang untuk menjadikan diriku sebagai suaminya, menjadikan diriku tulang punggungnya, menjadikan diriku menantunya, menjadikan diriku ayah dari anak-anaknya bahkan menjadikan diriku imam dalam kehidupan yang lebih menyenangkan dibanding kesendirian.
Sebuah keputusan untuk menikah, sebuah keputusan yang hanya dimiliki oleh seseorang yang mencari, mengejar dan mendapat dukungan dari dalam maupun luar dirinya. Memastikan kepastian ditengah ketidakpastian. Sulit memang tapi itu adalah seni dalam hidup yang tidak akan indah jika hanya berjalan lancar normal saja.
Kenapa orang yang mau menikah terkadang dibuat susah? Ada-ada saja halangannya. Ada-ada saja alasannya. Belum siap lah, belum mapan lah, belum cocok lah, belum belum lah.
Ya menurutku karena menikah itu adalah suatu ibadah. Mana mungkin setan diam begitu saja.
Setan memberi rasa takut, khawatir, gelisah, was-was, dan lain-lain agar tidak jadi menikah. Setan lebih suka kamu pacaran atau berzinah.Anggap saja pernikahan itu sebagai ujian kenaikan tingkat. Ujian awal seorang istri adalah maukah dinikahi dengan pesta yang sederhana. Ujian awal seorang suami adalah mampukah menikahi dengan pesta yang mewah.
Waktu berjalan semakin dekat memaksa aku untuk mencari cara lain menyebar semua undangan yang tersisa. Manfaatkan saja sosial media yang semakin hari semakin terlihat banyak digunakan oleh sesuatu yang kurang berguna.
Dengan dukungan Mark Zuckerberg dan aplikasi fenomenal yang dibuatnya, akhirnya aku memilih untuk menyebar sisa undangan lewat facebook. Hmm,,, harus sedikit dibuat berbeda dengan undangan sebelumnya. Berikut adalah undangan yang ditebar di facebook :
Assalamualaikum
Sadar tidak Bisa berkembangbiak dengan cara membelah diri. Akhirnya Saya putuskan untuk menikah dengan cara yang Tuhan kehendaki.
Maka dengan ini Saya meminta dukungan, doa juga kehadiran kawan dan saudaraku sekalian di acara pernikahan Saya
Minggu, 18 September 2016
Kp. Pamongudik rt.010/03 Ds. Kubang Puji Kec. Pontang Kab. Serang - Provinsi Banten - Negara Kesatuan Republik Indonesia - Planet Bumi. (Kode Pos lupa)Maaf jika caranya dikira kurang sopan dan seadanya. Saya kira juga saya punya tangan dan kaki yang berjumlah sebelas biar bisa sebar undangan sampai ke rumah. Ternyata cuma dua.
Wassalamualaikum.
Ratusan komentar dan like berdatangan, postingan itu viral dan menjadi berita paling populer selama satu minggu. Bagaimana bisa seperti itu. Yah itu hanya permainan Search Engine Optimasi (SEO) yang panjang kalau dijelaskan.
Aku yakin undangan apapun itu tergantung siapa yang mengundang. Semakin besar pengaruh seseorang maka akan semakin besar kemungkinan para undangan datang. Sebagai orang yang tidak berpengaruh besar untuk planet bumi dan lupa kode pos, maka aku tidak terlalu berharap banyak para tamu undangan yang datang nanti. Berharap besar berarti siap untuk kecewa besar pula. Aku hanya memiliki satu pertanyaan saja :
"Bagaimana kamu tidak sempatkan datang pada saat aku mengundang padahal saat kamu mengundang aku sempatkan datang?"
Ya berapapun jumlah undangan yang datang dan berapapun jumlah orang yang tidak bisa datang tidak akan mempengaruhi apapun dalam prosesi pernikahan. Yang penting penghulu datang, saksi datang dan calon pengantin tidak kabur ke pelukan mantan.
Begitupun dirimu, berapapun banyaknya uang yang dikumpulkan untuk persiapan menikah tidak akan mempengaruhi lelaki lain yang sudah siap untuk mendahului menikahi wanita idamanmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opini Si Karung Goni
HumorCatatan Harian Si Karung Goni - beropini lewat cerita harian aneh