Petis Mistis

37 1 0
                                    

Siang hari yang menurut siapa saja pasti menjadi alasan untuk dirinya tetap di dalam ruangan yang sejuk. Membiarkan dirinya dihempas angin buatan dari kipas, dari AC, atau dari tiupan orang suruhan.

Dua bulan yang sudah aku lalui adalah dua bulan penuh kebahagiaan sekaligus kesibukan. Bahagianya itu karena usia pernikahanku baru menginjak dua bulan. Penganten baru katanya, sedang hangat-hangatnya katanya, begitu katanya. Kesibukannya adalah memang harus sibuk, keluar rumah entah cari apa, yang pasti sekarang sudah ada yang butuh nafkah. Katanya nafkah, hah tapi apa? Hanya upah dari hasil jerih payah. Ada dianggap kurang. Kurang dianggap tidak ada. Teriak si pengeluh untuk si lelah yang peluh.

Padahal sudah selesai dan dapat uang aku ini. Sudah juga kenyang makan dan minum aku ini. Tapi kenapa tidak juga mau pulang aku ini. Malah berhenti di depan bengkel motor yang aku tahu istri pemiliknya adalah pelanggan di tokoku dan orangnya cantik.

Selain dijadikannya istri wanita itu juga dijadikan kasir di bengkel. Selain dijadikan pendamping hidup wanita itu dijadikan pendamping sibuk. Andai saja aku bisa berkata jujur tanpa membuat perasaan orang lain marah saat itu mungkin aku akan bilang, istrimu cantik kau tega buat orang berpendapat jelek. Misalnya: istri cantik kok disimpan di bengkel emangnya ban tubles.

Tapi itu hanya keresahan yang bagiku tidak penting. Aku punya istri sendiri dan kehidupan sendiri. Lebih bijak mengurus urusan sendiri dari pada mengomentari kehidupan orang. Tapi sampai mana tadi yah? Oh iya, aku berhenti di depan bengkel dan turun setelah menyapa istri pemilik bengkel, lalu menghampiri tukang buah segar dan petis yang juga ada di depan bengkel.

"Dagang di sini Mang?" saya tanya begitu akrab karena memang dia juga salah satu konsumen tokoku.

"Eh, si aa. Iya di sini dulu nanti keliling", jawab si mamang tanpa bercanda. Kalau dia humoris mungkin jawabannya akan begini : "eh, si aa. Gak kok ini mampir aja, saya dagang di... Merkurius", sebagai seorang pedagang buah dan rujak petis dia terlalu serius.

"Pesen rujak petis dua bungkus  kirim yah, nanti lewat kesana kan? toko mebel di depan material haji yusuf, kasih orang yang ada disana", kataku memberi perintah dengan jelas.

"Oh, kasih ke siapa a?" ternyata belum jelas

"Kasih perempuan yang jaga toko, dia istri saya" jawabku

"Oh, sip deh a" jawabnya mantap

"Jangan bilang dari saya, bilang dari malaikat" tambahku

"Malaikat cinta yah a?"

"Bukan, bilang dari malaikat pencabut paku" aku pastikan dia mengerti lalu aku membayar petis pesanan yang siap dikirim.

"Inget yah dari malaikat apa?" teriakku yang sudah duduk di kursi tunggu bengkel dan memasukan motor untuk ganti oli.

"Pencabut paku..." jawab mamang buah itu sambil lanjut pergi kesana. Keliling berjualan, melewati toko yang istriku jaga nanti.

Motorku sedang ditangani, tadi aku bilang untuk ganti oli saja. Si pemilik sigap melaksanakan tugasnya, si istri siap bantu juga membawakan oli baru dan mencatat ini itu. Aku foto motor yang sedang dikerjakan dan aku kiriman gambarnya ke istri lewat bbm.

"PING!!!"

"Kenapa motornya?"

"Sakit, kena paku"

"Oh, yaudah nanti pulang jangan malam-malam yah"

"Iya, habis ini mau nyabutin paku terus pulang"

Lama menunggu motor selesai tidak selama menunggu balasan pesan singkat dari istri. Sebelum jadi istri dia termasuk kedalam kategori kekasih yang lama membalas pesan. Setelah jadi istri dia masuk kedalam kategori istri yang banyak mengirim pesan. Jadi, kalau kamu ingin cepat dapat balasan pesan, segera nikahi kekasihmu.

Tukang bakso lewat, tukang bakso yang hebat tiba-tiba muncul begitu saja, dia bukan konsumenku, aku tidak merasa punya hutang budi untuk membeli baksonya, lagi pula aku sudah kenyang. Si teteh cantik istri pemilik bengkel yang mewakili, maksudnya dia yang beli bakso dengan terlebih dulu minta ijin suaminya yang sibuk mengeluarkan oli bekas dari motorku. Kembali lagi si teteh dengan wajah sumringah membawa bakso yang hanya ada tiga butir dibawanya ditusuk seperti cilok. Muncul kembali perasangka buruk dariku, pelit sekali suaminya, istrinya hanya diijinkan beli bakso tiga butir. Oh Tuhan, jelek sekali pikiranku ini. Mungkin saja si teteh sedang diet, mungkin juga makannya sedikit atau mungkin juga si istri tidak mau suaminya bangkrut karena dia beli satu gerobak bakso.

Akhirnya motorku selesai dikerjakan. Akhirnya aku harus bayar semua yang sudah dikerjakan suaminya. Bayar kepadanya istrinya yang cantik, istrinya yang mau bantu di bengkel, istrinya yang hanya cukup makan bakso tiga butir saja dan istrinya yang juga konsumenku. Maaf bila aku banyak berpikir buruk tentang keluarga kalian. Semoga Tuhan memberi kalian hidup yang damai dan sejahtera. Jauh dari bahaya dan perasangka.

Selesai itu aku belum juga pulang. Malah balik ke rumah menemui ibuku. Lebih tepatnya kamar tidur yang ibu pernah belikan untukku. Aku tidur dan terbangun sampai jam tujuh malam. Oh alangkah kagetnya ketika melihat ponsel berisi  banyak pesan singkat dari istri.

1. Yang, pulang yuk...

2. Sayang dimana? Pulang duluan yah... Tidur yah kamu...

3. Yang nanti kalau udah bangun langsung pulang yah...

4. Yang kamu ngirim petis yah ke toko?

5. Gak ada yang berani makan petisnya. Katanya dari malaikat pelindung.

Dasar tukang petis tidak amanah. Andai saja dua bulan kedepan bisa aku tebak seperti apa nantinya. Mungkin nantinya aku akan tetap seperti ini. Menjalani hidup yang penuh misteri. Malamnya aku dan istri menikmati petis yang katanya mistis kiriman malaikat pencabut paku sambil menceritakan hal-hal yang terjadi hari ini. Diiringi gerimis yang mengantar malam seolah menyiram hangat bekas siang tadi.

Opini Si Karung GoniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang