Rumah Sakit Sehat dan Lincah
1.
"Hai... apa kabar?''
Semakin sehat dan lincah. Begitulah jawaban dariku ketika ada kawan yang menanyakan kabar kepadaku. Iya, harusnya mereka semua kawanku itu berubah, jangan hanya tanyakan kabar jika bertemu denganku. Tanyalah tentang konspirasi, tentang gravitasi atau jika kamu mau tanyalah soal kontrasepsi.
"Apa kabarmu juga?"
Lalu aku balik menanyakan hal yang sama hanya karena ingin tidak dibilang sombong.
"Alhamdulillah..." jawabnya.
Setelah itu kami jadi saling mengucap Alhamdulillah lalu saling mendoakan satu sama lain. Semoga semakin sehat dan kaya selalu. Amin
"Iya. Amin"
Setelah semua dirasa cukup sebagai acara tegur sapa yang umum dilakukan makhluk bumi khususnya bagian Indonesia. Aku pamit, kataku, "sebentar yah mau ke rumah sakit nyari penyakit."
2.
Oh, alangkah benarnya, setelah sebentar aku pulang ke rumah, tempat singgah yang dahulu aku dibiarkan menjadi besar dengan aneka macam mainan produk lokal maupun impor dari negara tetangga. Tumbuh menjadi besar lalu sudah bisa dianggap mampu cari makan sendiri selain di dapur, tempat sampah dan rumah makan. Akhirnya aku pergi ke rumah sakit karena itu bukan basa-basi yang umum dilakukan seperti tanya jawab kabar tadi. Semuanya aku lakukan atas dasar kesadaran yang penuh tanpa pengaruh alkohol apalagi jengkol.
Aku menyusuri lorong-lorong yang bersih lantainya oleh sebab disapu dan dipel petugasnya, walau dalam hatinya aku yakin dia kesal karena harus kotor lagi diinjak ratusan pasang kaki para pengunjung. Semuanya harus dia ulang sampai jam kerjanya habis atau terus diulang kalau kerja lembur atau terus diulang sampai lantainya menipis dan habis. Aku tidak peduli.
Lihat kamar disetiap lorong itu terlihat tertata dan bersih, sesekali aku mengintip dari luar pintu kaca dan jendelanya khawatir ada orang yang sama persis dengan orang yang akan aku kunjungi.
Semua ruangan punya nama, diberinama seolah bayi yang baru dilahirkan. Tapi ada yang menganggu benakku. Mengapa semua nama diruangan rumah sakit ini diberi nama seperti nama-nama bunga. Ada ruang melati, mawar, anggrek, kamboja dan banyak lainnya. Nama-nama bunga tujuh rupa, seolah pihak rumah sakit sengaja menyuruh pasiennya untuk segera pergi dari bumi meninggalkan keluarga yang sangat disayangi. Harusnya pihak rumah sakit merubah nama ruangan itu dengan nama-nama yang memotivasi pasiennya untuk cepat sebuh. Misalnya ruang segar, ruang bugar, ruang hati atau mungkin ruang sehat dan lincah.
Di samping pintu-pintu kamar, hampir semua pintu ruangan bahkan toilet menempel botol sabun cair pencuci tangan yang masih terisi, ada yang penuh dan ada yang tinggal sedikit. Semua berfungsi aktif aku yakin itu masih berfungsi karena setiap lewat satu ruangan, botol sabunnya aku pencet.
Crot, asyik, crot, asyik... keluar cairannya yang kental, lengket, dingin dan wangi.
Sampai akhirnya tanganku jadi bersih dan bau sabun, sampai akhirnya ruangan orang yang aku kunjungi ada di depanku, sampai akhirnya aku masuk ruangan itu. Selanjutnya kau bisa tebak, dan itu saatnya prosesi menjenguk orang sakit dilakukan.
3.
Disebuah kamar mandi rumah sakit milik TNI (Tentara Nasional Indonesia), Tepatnya di ruangan Hesti nomor 9. Aku mencari sudut yang spesial untuk membakar ujung batang rokok, mengisap saringan diujung lainnya, lalu mengembuskan asapnya dengan pasti.
Jika perawat yang bertugas melihat ada orang yang berani merokok diruangan ini. Ruangan di mana harusnya orang sakit datang mencari kesehatan, mungkin dengan gampang perawat tersebut menegur bahkan tak segan menendangku dari sini. Dan ternyata hal itu benar adanya sekarang aku alami.
"Maaf Mas, ini ruangan umum, jangan racuni rumah sakit dengan asap rokokmu itu"
Itu kalimat untukku, dari seorang perawat yang tadi bertugas memeriksa orang yang terbaring di sana, di ruangan lain, didepan ruangan yang sedang aku kuasai. Sepertinya dia mencium aroma yang lain selain obat, darah, muntah dan infusan.
Wajar menurutku. Kadang aku juga sebagai laki-laki tidak pernah suka dengan lelaki yang yang merokok.
"Baik ibu suster yang cantik, yang baik, yang khawatir pasiennya sesak nafas, yang pakai baju seragam. Saya mohon maaf dan permisi merokok diluar."
Aku melihat raut wajahnya saat saling tukar pandang dikesempatan berjalan keluar melewatinya. Raut wajah seperti orang yang sedang ingin segera menyuntik mati siapa saja yang ada di depannya. Mengerikan. Sepertinya dia memang marah atau mungkin belum makan siang.
4.
Rumah sakit adalah rumah bagi orang yang sedang sakit. Berisi puluhan bahkan ratusan orang sakit. Yang keluarganya ikut menunggu sampai dia yang tadinya sehat jadi ikut sakit. Rumah sakit juga tempat para dokter, apoteker, perawat, staf lainnya untuk mencari uang hasil imbalan kerja dan jasanya disana.
Disudut lain, tepatnya sudut apa yah, oh parkiran mobil-mobil ambulan. Aku langsung mengerti saat membaca tulisan PARKIR KHUSUS AMBULANS. Parkiran itu sekarang terlihat kosong. Sedang dimanakah mobil-mobil tersebut, mungkin diajak supirnya untuk menjemput, mengantar bahkan memulangkan pasiennya. Yang jelas saat ini parkiran yang luasnya tidak melebihi luas alun-alun dan wawasan Gubernur Serang Banten itu kosong.
Tapi lihat itu, tidak sampai menghabiskan waktu tiga setengah abad parkiran itu kembali terisi. Hanya dengan waktu tiga setengah menit parkiran itu kembali penuh diisi ibu-ibu tentara yang sedang senam. Katanya sih mau ada senam aerobik, aku tidak mungkin ikut para ibu itu. Lebih baik mencari tempat duduk yang pas untuk menyaksikan mereka itu.
Lihat instrukturnya sudah datang. Berjalan menuju kumpulan para ibu lincah sebagian bersalaman dengannya sebagian hanya senyum-senyum saja dan sebagian lagi sibuk dengan barang yang ada di tasnya sendiri.
Sound sistemnya sudah siap. Ibu-ibunya sudah berbaris rapih membentuk empat banjar, setiap banjar ada tujuh orang. Silahkan hitung sendiri jumlahnya. Music dangdut beraliran sedikit hip hop kalau disingkat mungkin Danghop, Duthop, atau Hopdut mulai bergema. Cukup keras dan tadi sebentar aku berdo'a, semoga saja disetiap ruangan pasien ada kedap suaranya.
Instruktur berdiri paling depan seperti imam dalam sebuah masjid. Mereka semua siap. Aku juga siap. Yes...
Ada apa ini. Instrukturnya ternyata laki-laki. Pesertanya semuanya perempuan bergelar ibu-ibu. Yang masih muda dan seksi. Kalau diterka mungkin baru punya anak dua mereka itu. Badannya masih baguslah untuk sekadar mengikuti bentuk kaos senam yang ketat dan celana senam yang juga ketat.
Baiklah jangan berperasangka buruk tentang instruktur senam laki-laki itu. Aku tidak berfikir dia itu banci walau gerakannya aku lihat lebih luwes dibanding para ibu yang dibagian perut dan lengan bagian belakangnya seperti balon yang berisi air. Laki-laki juga bias jadi pemimpin senam seperti imam yang memimpin makmum perempuan.
Eh. Tapi ini... ternyata bukan hanya aku yang duduk untuk sekedar melihat ibu-ibu itu senam. Ada bapak-bapak juga yang lolos dari jeratan istrinya. Ada petugas kebersihan rumah sakit yang sengaja mencuri waktu kerjanya. Ada ibu-ibu lain juga yang aneh atau iri ingin melihatnya. Mereka seperti sengaja ikut duduk denganku.
Lama-lama jumlah penonton senam lebih banyak daripada yang ikut senam. Salah satunya aku lihat serius sekali disaat gerakan senam semakin cepat, membuat bagian tubuh ibu-ibu muda bergerak tak beraturan. Semakin keras hentakan musiknya, semakin muncul suara teriakan aneh dari para ibu dan semakin aku yakin pasien rumah sakit pasti terganggu.
5.
Oh... harusnya aku tetap disana. Di toilet Ruang Hesti Nomor 9, membakar ujung rokok lagi. Sambil merenungi masalah asap rokok atau suara bising ibu-ibu senam yang paling mengganggu orang sakit. Merenung sampai lupa makan, lupa tidur, lupa bayar SPP dan jatuh sakit. Oleh sebab itu aku jadi pasien rumah sakit juga tahu jawaban atas semua tanya selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opini Si Karung Goni
MizahCatatan Harian Si Karung Goni - beropini lewat cerita harian aneh