El kembali membuat onar di kelas. Spesies macam El ini, paling membingungkan. El anak bandel, tapi soal akademis-nya, tidak usah diragukan. Dia sering membobol gawang peringkat pertama di kelas. Aneh bin ajaib.
El keluar kelas dengan riang, barangkali Rilla juga dihukum lagi. Ternyata tidak.
El mencari segala cara agar Rilla dikeluarkan dari kelas. El menemukan ide. El berdiri di depan pintu kelas Rilla. Pintu besi yang ditengahnya terdapat kaca tembus pandang sehingga El dapat melihat jelas dimana Rilla dan Amabel berada.
Rilla menyadari kehadiran El di depan pintu. El menggoda Rilla dari depan kelas dengan jari-jari di kedua tangannya membentuk love, berhasil membuat Rilla salting tidak karuan.
"Rilla, tolong jawab soal kedua," perintah Bu Sarah.
"Ha? Apa, Bu? Sa-saya, hm ... I-itu, Bu," Rilla melihat ke depan kelas ternyata El sudah hilang bak ditelan bumi.
Ini semua karena El. Batin Rilla.
"Kamu kenapa, sih, Rilla? Kemarin kamu jadi bahan omongan di ruang guru karena akhir-akhir ini kamu nggak fokus, sekarang kamu keluar, saya capek daritadi sebut nama kamu tapi kamu diam saja, keluar!" bentak Bu Sarah.
"Maaf, Bu. Iya, saya keluar, ya, Bu"
Rilla melangkah lemah keluar. Jelas dari dalam kelas sudah tidak terlihat batang hidung El. Saat Rilla menutup pintu kelasnya, El langsung menarik tangan Rilla.
"Nah, kan. Pasti lo dihukum," dilanjutkan dengan tawa bahagia El.
Rilla melangkah sedih ke arah kantin.
Nggak, ini bukan Rilla. Pikir El dalam tawa bahagianya yang makin lama memudar.
"La, lo kenapa? Kok diem-diem aja?" tanya El memecah keheningan.
"Gara-gara lo, gue dimarahin Bu Sarah. Katanya gue diomongin sama guru-guru, El. Udah, ya, jangan ganggu gue. Kalo mau ngobrol pas istirahat aja, ya?" kata Rilla penuh mohon dan tertunduk di kursi kantin.
El pun duduk di hadapan Rilla. Muka El kini tampak menyesal dan memegang tangan Rilla penuh harap, "La, maksud gue tadi nggak gitu. Gue kangen terus nggak main sama lo," kata El menyesal.
Pipi Rilla memerah, Rilla cukup terhibur dengan kata gombal alay El. Tak sadar, Rilla tersenyum malu.
"Kalo kamu senyum, aku jadi bahagia," kata El merayu Rilla.
Apa-apaan, sih, El? Kenapa dia ngeluarin aku-kamu nya? Nggak akan baper. Rilla ngedumel dalam hati. Pipi yang tadi merah sekarang makin merah.
"Apaan, sih?" malah itu yang keluar dari mulut Rilla.
"Dih, kok jutek gitu, sih?" tanya dan segera mengerutkan bibirnya itu.
"Bahagia aja sono sama DOTA kamu," jawab Rilla salting.
"Aku-kamu aja, nih?" goda El.
"Apaan, sih, El ..." sambil menyenggol kaki El yang bertemu kaki Rilla di bawah kolong meja.