6

8 0 0
                                    

Suasana di sekolah pagi itu sangat ramai. Jam kosong membuatnya terasa seperti pasar. Aris dan gerombolannya duduk melingkar memainkan sebuah permainan. Sedangkan Naya sendiri, sibuk dengan kebiasaannya mengobrol bersama Rani dan Shila. Adapun Reno yang masih dengan buku ditangannya. Di sela- sela itu mereka bertiga juga membicarakan perkembangan blog yang sudah dibuat Naya.

"Hahaha... lo kalah Ris," ucap Doddy dengan tawanya yang menggelegar. "Sekarang, tantangannya lo harus ngegombalin Shila."

Aris memajukan bibir bawah, kedua jarinya saling berpetikan, kepalanya terangkat beberapa mili."Ck.. oke siapa takut?"

Dalam hitungan detik, Aris berjalan mendekat. Ia menjatuhkan tubuhnya tepat di depan Shila.

"Oh Shila. Wajahmu bersih bagaikan pantat bayi."

Shila mengambil cermin dan melihat jerawat sudah bertengger di pipinya. Semua siswa terlihat menahan tawa mendengar rayuan Aris.

"Hidungmu mancung bak pinokio yang sedang berdusta."

Shila meraba hidungnya. Ia bisa merasakan bahwa bagian itu cukup malu untuk menunjukkan dirinya.

"Rambutmu selurus sapu dan sebersih air hujan yang turun dari langit."

Shila memegang rambut ikalnya yang belum sempat disalon.

"Tubuhmu yang berat begitupula besarnya rasa cintaku padamu."

Shila mulai sebal, matanya melotot seakan mau keluar. Ia menggertakkan gigi beberapa kali dan tangannya melayangkan sebuah pukulan kecil diwajah Aris. Matanya terpejam, ia mulai mengatur jalan nafas. Semua orang membulatkan mata melihat kejadian ini.

Ponsel Naya bergetar, melihat nama yang tertera disana berhasil membuat gadis itu tersenyum.

Esa : Meskipun seujung kuku sama aja kan Nay :p

Naya : Sama kayak apa?

Esa : Sama kayak cintaku padamu. Wkwkwkwk

Naya mengangkat kedua bibirnya sekali lagi. Ada perasaan senang yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Naya : Aiihh. Ada bebek ya?

Esa : Maksudnya?

Naya : Nggak ada maksud kok :p

Esa : GAJE ih. Woy sekolah. fb an mulu (read)

Naya ingin segera membalasnya, tapi karena selama ini Esa yang selalu mengakhiri obrolan dengannya. Sekarang Naya berniat untuk sekadar membaca dan membalasnya nanti sore. Baru saja Naya larut dalam obrolannya bersama Esa, muncullah wanita paruh baya dari balik pintu. Tangannya membawa tumpukan buku hijau dengan ketebalan beberapa senti. Detik demi detik terasa sangat lama, bahkan bel istirahat seakan melambat hari ini.

Akhirnya setelah sekian lama menunggu, suara bel yang dinanti terdengar juga. Seperti janji yang telah dibuat, Naya akan membantu Shila untuk mendekati Fero. Mereka bertiga duduk melingkar di bangku kayu yang tak jauh dari jendela kelas. Mulutnya saling berbisik menyusun sebuah rencana. Naya sudah menyiapkan beberapa foto Fero yang diambilnya secara diam- diam. Dan mulai sekarang dirinya akan menjadi paparazzi untuk sahabatnya, Rani. Sedangkan Rani dibantu dengan Shila menulis isi suratnya sendiri untuk Fero.

Mereka bertiga berjalan beriringan dengan surat merah muda tak bernama yang sudah berada di genggaman Ella. Tak butuh waktu lama untuk bisa sampai di kelas Fero. Dari luar terlihat sepi, tetapi untuk memastikannya kaki Naya melangkah hati- hati menuju kelas. Kepalanya berputar mencari orang- orang yang mungkin masih ada di sana. Ternyata aman, meskipun ada satu orang yang tengah tidur nyenyak di sudut kelas. Tangan mungilnya melambai ke arah Shila dan Rani memberikan aba- aba.

Virtual ImageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang