8

9 1 0
                                    

Tak terasa ujian akhir semester telah usai. Peringkat parallel kelas juga sudah diumumkan oleh wali kelas masing- masing. Naya yang notabenenya adalah siswa pintar mendapat peringkat 2, karena posisi pertama sudah diisi oleh Fero. Adapun Reno, siswa yang selalu menyempatkan waktunya untuk membaca buku mendapat peringkat 3. Pagi itu mentari bersinar terang, suasana yang pas untuk mengadakan upacara bendera. Satu persatu acara dimulai, banyak siswa yang berbicara ditengah posesi upacara. Siswa yang tidak kuat mulai berjatuhan.

Waktu seakan berhenti ketika Kepala Sekolah memberikan amanat di depan. Karena bosan Naya, Rani, dan Shila sibuk dengan obrolan mereka masing- masing. Shila yang sempat terdiam sejenak, tangannya mencolek bahu Naya. Mencoba memberitahu bahwa juara 1 sampai 3 diminta untuk berbaris di depan. Kedua temannya mendorong tubuh mungil itu ke depan. Mau tak mau Naya berjalan ke depan. Tepat di samping Kepala Sekolah terlihat Fero yang sudah berdiri menghadap peserta upacara. Kini mereka berdua berdiri berdampingan ditemani suara gaduh siswa lain.

Kepala Sekolah menatap mereka berdua secara bergantian. Mikrofon yang sudah berdiri tegak, dijauhkan dari mulutnya. "Yang satu mana?"

Karena posisi Naya yang dekat dengan lelaki paruh baya itu serta Fero yang diam karena tidak mendengar suaranya, maka Naya lah yang menjawab. "Yang satu-- Reno, dimana ya?" Naya memutar kepalanya mencari sosok Reno. Namun Kepala sekolah itu terus bertanya.

"Lha iya, yang satu mana?" Kali ini dengan menunjuk Fero dan Naya bergantian. Naya yang kebingungan mulai panik. Keringat menetes satu demi satu di pelipis dan kedua kakinya.

"Mmm.. nggak tau pak." Naya mulai ketakutan. Ia melirik Fero yang juga sedang memperhatikan mata Kepala Sekolah dengan seksama.

"Kamu ini gimana? Yang juara satu itu lho mana?" Kata- kata itu membuat Naya tersadar. Ia mengarahkan telunjuknya ke arah Fero yang sudah menatap Naya. Dan seketika pipi Naya memerah. Bukan karena tatapan Fero, tetapi suara lelaki paruh baya yang ada disampingnya. Kepala Naya menunduk, dengan segenap kekuatan ia memberanikan diri untuk kembali ke tengah barisan. Rasa malu yang terangat sangat sedang menyelimuti seluruh tubuhnya. Sejenak semua mata tertuju pada Naya sebelum terarah pada Fero. Ia berjanji akan mengutuk kedua sahabatnya jika sudah sampai disana.

Karena merasa bersalah kepada sahabatnya, sebagai gantinya mereka akan menemani dan membantu Naya mempersiapkan kontes fotografi. Mereka mengajak Naya ke sebuah tempat yang cukup jauh. Suatu tempat yang masih sangat asri. Rumput hijau memenuhi tanah lapang itu. Disebelah kanan terlihat kebun bunga dengan beragam warna. Sedangkan di sebelah kiri terlihat sebuah aliran sungai berair jernih yang ada ditengah. Tapi ada satu hal yang menarik perhatian Naya. Sebuah pohon besar di tepi sungai dengan daun yang mulai menguning, dibawahnya terlihat seorang gadis kecil yang fokus menulis surat ditemani beberapa domba yang tengah asyik meminum air. Objek yang sempurna pikir Naya dalam hati. Ia mulai mengambil beberapa gambar gadis kecil itu, dan beberapa view lainnya. Sepertinya itu sudah cukup.

Shila dan Rani pergi ke taman bunga, meninggalkan Naya bersama kameranya. Ia mulai berjalan mendekati gadis tersebut. Wajahnya masih polos, tangannya memegang beberapa helai kertas yang dipenuhi dengan tulisan.

"Hai," sapa Naya ramah.

Gadis itu menyunggingkan senyum bersahabat.

"Lagi ngapain?" sambung Naya lalu duduk di depan gadis tersebut.

"Lagi buat mimpi kak."

"Wah? Benarkah? Boleh kakak lihat?"

Gadis itu mengangguk manis. Tangan Naya mengambil alih semua kertas yang ada ditangannya. Ternyata gadis itu menulis semua mimpinya di atas kertas itu.

"Bagus. Lalu mau diapain kertas- kertas ini?" Naya membolak- balikkan kertasnya beberapa kali. Sedangkan gadis yang ia ajak bicara hanya menggeleng. Naya memiringkan bibirnya. Matanya melihat ke arah sungai. Ia mendapat sebuah ide. Ia mengambil salah satu kertas itu, melipatnya sehingga menjadi sebuah perahu kecil. Kemudian meletakkan benda tersebut di sungai.

"Biarkan mimpimu berlayar kemanapun ia mau. Kemudian carilah sampai kamu menemukannya. Jangan batasi mimpimu hanya di kertas ini." Naya tidak menyadari jika kata- kata itu bisa keluar dari mulutnya begitu saja. "Jika kamu sedih, kamu juga bisa menulis apapun yang kamu rasakan. Lalu biarkan saja masalahmu pergi seperti perahu ini yang perlahan menghilang."

Gadis itu tersenyum lebih lebar daripada sebelumnya. Dengan penuh semangat ia melipat semua kertas- kertas itu menjadi sebuah perahu kecil. Naya memasang kameranya kembali dan mengambil beberapa gambar yang ada di depan matanya. Melihat gadis itu Naya, serasa sedang bercermin dengan masa kecilnya.

Hari ini adalah hari yang memalukan, melelahkan, sekaligus menyenangkan bagi Naya. Ia membuka laptop dan melihat beberapa gambar yang telah diambilnya siang ini. Tiba- tiba ia teringat dengan seseorang. Tangannya membuka halaman facebook, ternyata sudah ada satu notifikasi pesan yang tak lain dari Esa.

Esa : iimaajiinaasii (pelangi keluar dari tangan spongebob)

Naya : wkwkwk, ketahuan masih suka nonton spongebob

Esa : Aku kan emang masih unyu2 Nay

Naya : Serah deh. Bagus yang mana?

Esa : Yang kedua

Naya mengirimkan beberapa hasil jepretannya siang ini. Ia meminta pendapat dari Esa dan juga teman- temannya. Setelah mengumpulkan semua pendapat, Nayapun mengirimkan hasilnya ke alamat yang telah ditentukan. Kemudian ia kembali pada Esa. Malam ini ia menikmati setiap obrolan dengan lelaki tersebut. Ia menceritakan semua kejadian hari ini termasuk kejadian yang memalukan tadi. Ia menceritakan pertemuannya dengan gadis tepi sungai secara detail, serta kebersamaan bersama kedua sahabatnya.

***

Virtual ImageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang