Matahari perlahan menampakkan dirinya. Suasana berubah terang dan udara semakin menghangat. Naya berjalan gontai menghampiri Jendela yang tak jauh dari tempatnya tertidur. Tangannya menyibakkan tirai, ia baru teringat kalau dirinya sudah berada di Tokyo. Mendadak semangatnya muncul kembali. Naya lantas bergegas ke kamar mandi dan mengganti pakaian.
Naya berjalan menaiki anak tangga, laki- laki itu memintanya untuk menunggu di balkon atas apartemen yang di tempati gadis itu. Semalam, Esa mengatakan jika dirinya mengetahui tempat penginapan Naya. Ada perasaan takut, khawatir, dan gelisah yang sedang dirasakan Naya. Ia khawatir jika temannya itu tidak seperti yang ia bayangkan.
Udara pagi itu cukup dingin, dari atas terlihat jelas pohon- pohon yang tengah menggugurkan daunnya. Daun- daun merah melayang dengan lembut ke atas tanah. Dengan kamera yang menggantung di leher, Naya hanyut dalam lamunan. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Ia tersentak saat mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat. Refleks, Naya memutar kepalanya. Matanya menangkap sesosok pria bertubuh tinggi, rambut agak berantakan, serta kaos merah yang senada dengan celana jeans yang dikenakan. Bukan orang lain, atau teman mayanya melainkan Fero. Iya Fero, dirinya saja bingung mengapa Fero bisa berada disini? Ia tidak bisa menebak apa yang sedang dipikirkan laki- laki itu.
"Fero? kok bisa ada disini?" Naya mengangkat telunjuk dan berdiri menghadap Fero kebingungan. Naya mengumpat dalam hati, bisa- bisanya ia mengeluarkan kata- kata itu. Tokyo ini kan milik umum, jadi siapapun boleh kesini. Jika mereka berdua bisa bertemu di apartemen ini, mungkin hanya sebuah kebetulan belaka.
"Ya bisa. Emangnya tempat ini punya nenekmu?" tanya Fero santai. Fero berjalan mendekat dengan tangan yang masih bersembunyi di balik saku agar bisa berbicara lebih dekat lagi dengannya. "Lagi ngapain Nay?"
"Nungguin temen," balas Naya sekenanya. Wajahnya berpaling, ia kembali duduk.
"Sama," gumam Fero. Naya yang tidak begitu jelas dengan ucapan Fero, hanya mengangkat alisnya. Kini gadis itu mulai canggung dengan keberadaan Fero disini. Pasalnya ia jarang sekali berbicara dengannya. Fero terlihat berjalan mendekat dan berakhir di bangku yang sama dengan Naya.
Fero berdehem sejenak sebelum memulai pembicaraan, tangannya masih memegang erat bangku kayu yang sekarang diduduki. "Memangnya temen kamu siapa?"
Naya menoleh menatap laki- laki yang sedang berbicara dengannya, seulas senyum muncul begitu saja. "Paling kamu juga nggak kenal Fer." Naya mengayunkan kakinya naik turun beberapa kali, wajahnya kembali menghadap ke depan.
"Ya, siapa tahu." Fero mengangkat bahunya dengan mata yang masih fokus pada gadis itu. Meskipun ia tidak memaksa, Naya akhirnya membuka mulut tentang teman yang ingin ia temui.
"Hanya orang lain yang aku temui di medsos. Meskipun belum pernah ketemu, tapi udah ngerasa nyaman aja ngobrol sama dia. Lucu kan? " Naya tersenyum kecil. Ia mulai menceritakan teman mayanya itu. Dan Fero terlihat menikmati semua celotehan Naya tentang Esa, bahkan sesekali dirinya mengangguk. "Eh, sorry. Malah jadi curhat."
Fero tersenyum menanggapi. Senyumnya lagi- lagi muncul setelah mendengar sebuah pertanyaan yang diarahkan kepadanya. "Kamu sendiri ngapain?"
"Sama lagi nungguin temen juga. Kenal lewat dunia maya, orangnya suka bercanda kalau diajak ngobrol. Tapi kelihatannya agak beda sama di dunia nyata." Fero mengakhiri omongannya dengan menatap daun maple yang berjatuhan. Sedangkan tubuh Naya mulai menegang. Apa mungkin yang dimaksud Fero adalah dirinya?
"Namanya Naka." Mendengar nama itu, jantung Naya berdetak lebih kencang. Itu kan nama akun facebooknya. Naya menatap Fero seolah- olah memintanya untuk menjelaskan lebih lanjut. Melihat ekspresi yang ditunjukkan gadis itu membuat Fero menjulurkan tangannya. "Kita belum sempat kenalan kan? Kenalin nama aku Fero Maesaputra. Bisa dipanggil Fero atau." Ada jeda sejenak sebelum dia mengatakan kata terakhir "Esa."
Bukannya menjabat tangan Fero, Naya justru menatap laki- laki itu tak percaya. Fero sama dengan Esa. Apa dunia sesempit ini?
Karena tidak mendapat sambutan tangan dari Naya, laki- laki itu menurunkan tangannya kikuk dan menggaruk- garuk tengkuknya yang tidak gatal.
Naya tersadar dari lamunan, entah apa yang membangunkannya. Ia teringat akan sesuatu kemudian sebuah ponsel keluar dari dalam saku. Ia mengotak- atiknya sebentar sebelum melihatkan benda tersebut kearah Fero. "Apa kamu Esa yang ini?"
Menanggapi pertanyaan Naya, Fero mengangguk tanpa ragu. Mengapa selama ini Naya tidak mengetahuinya? Bahkan untuk sekadar nama lengkap Fero. Jadi selama ini, ia telah berbicara dengan Fero?.
***
Naya duduk di tangga luar apartemen. Siang ini ia telah bersiap dengan t-shirt panjang dengan sweater tipis merah muda, dipadu dengan joger pants dan kerudung biru dongker. Tak lupa ia juga membawa kamera bersamanya. Sudah beberapa menit ia memandangi jam tangan. Fero yang setiap tahunnya pergi ke Tokyo akan menjadi tour guide nya selama satu minggu ini. Dari ujung tempatnya duduk, Naya bisa melihat sesosok pria yang ia kenal berjalan mendekat. Dengan pakaian yang dikenakan ia tampak.....
Ahh.. sadar Nay. Fero itu sukanya sama Rani.
"Hai Nay. Udah siap?" sapa Fero pada Naya.
Naya mengangguk senang. Karena Fero tidak membawa mobil, mereka berdua berjalan menyusuri jalanan yang dipenuhi bangunan di samping kiri dan kanan. Fero menjelaskan tempat yang ia lewati satu persatu. Sesekali Naya mengangkat kamera dan mengambil gambar bangunan- bangunan yang berdiri, orang- orang yang berlalu lalang, pohon ditengah kota, dan satu objek yang ia ambil diluar kesadarannya, Fero.
"Nay, pinjem kameranya sebentar dong." Langkah Fero terhenti membuat Naya ikut berhenti.
"Emang kamu bisa? Hehe," canda Naya yang terlihat sangat garing.
"Wah, ngremehin nih anak. Sini kameranya." Tangan Fero menengadah ke arah Naya yang disambut dengan uluran kamera dari gadis itu.
Fero dan Naya terus berjalan sambil sesekali mereka bercanda. Langkah keduanya terhenti di sebuah tempat yang sudah tidak asing lagi bagi orang- orang Tokyo "Harajuku" . Fero dan Naya berpencar sejenak dan mereka akan kembali lagi di tempat pertama yang mereka kunjungi.
Naya dikelilingi oleh pernak- pernik khas Jepang. Langkahnya terhenti ketika melihat sekumpulan gelang yang tergantung di dinding toko. Ia melihat- lihat sebentar kemudian membeli 3 gelang yang menarik perhatiannya.
Sementara Naya sibuk melihat- lihat, Fero yang sekarang memegang kamera mengambil beberapa objek yang dianggapnya menarik. Bukan keramaian Harajuku, aksesoris yang dijual, ataupun bangunan- bangunan, melainkan gadis berhijab yang terlihat menikmati setiap tempat di sana. Melihat pernak- pernik dan memegangnya mungkin menjadi kesukaan gadis itu meskipun ada juga barang yang ia beli. Diam- diam Fero mengikuti Naya dari belakang seperti yang selama ini ia lakukan. Dan bagusnya Naya tidak pernah menyadari hal itu. Ada rasa penasaran yang menghinggap di pikiran Fero, tentang perasaan gadis itu kepadanya. Apakah Naya memiliki perasaan yang sama dengannya. Pasalnya Naya selalu meghindar ketika Fero mengatakan kata- kata yang mengarah pada cinta.
Fero tersadar dari lamunannya tetapi ia tidak bisa menemukan gadis itu lagi. Kemana perginya? Fero memutar kepalanya kesana- kemari mencoba menemukan Naya. Jalanan yang semakin ramai membuat Fero kesulitan mencarinya. Sampai akhirnya sebuah tepukan di bahu membuatnya tersentak dan menoleh ke belakang. Kini Naya sudah berdiri dihadapannya.
"Hei, lagi ngapain? Nyari apa sih?" tanya Naya dengan mendongakkan kepalanya beberapa kali mencoba mengetahui apa yang sedang dicari oleh Fero.
"Heheh. Nyari objek yang bagus aja." Fero menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Nyari objek kayak nyari seseorang," gumam Naya yang membuat Fero mengangkat kepalanya.
***