Empat

4 2 0
                                    

Senior mengumpulkan kami semua di lapangan. Lebih tepatnya kami dijemur di sana, dibawah terik matahari yang membakar kulit.

"Jadi, KENAPA BANYAK DIANTARA KALIAN YANG TIDAK TAHU NAMA-

NAMA DAN JABATAN KAMI???" teriak salah satu senior yang tadi kuketahui namanya dari Candra adalah Rendi dan satu lagi dari perwakilan senior cewek adalah Tita. Mereka memarahi kami habis-habisan.

"KALIAN SEMUA TIDAK MENGHARGAI KAMI SEBAGAI SENIOR KALIAN

YANG SUDAH MELUANGKAN WAKTU HANYA UNTUK MOS KALIAN! NAMA

KETUA OSIS SAJA TIDAK ADA YANG TAHU!" omel Tita panjang lebar. Aku dan

teman-teman kelompokku bertukar pandang dan membatin, 'sorry kak, tapi kami tahu namanya'.

Setengah jam penuh dengan omelan-omelan para senior. Kami murid baru dan para senior sudah bermandi keringat dan omelan-omelan masih belum kelar juga. Dasar senior, betah sekali panas-panasan dan terus mengomel!

***

Hari kedua dan ketiga MOS juga sama. Kita tetap dikerjai dan diomeli. Begitu juga Rangga, dia berhasil bersikap tidak mengenaliku. Itu sangat sesuai dengan harapanku.

Pada hari terakhir MOS, seragam dan buku-buku dibagikan kepada kita, murid baru. Besok pelajaran sudah mulai aktif, dengan begitu aku bisa jarang bertemu Rangga. Aku tidak harus bingung lagi bersikap bagaimana ketika berhadapan dengannya.

Hari ini benar-benar melelahkan. Hari terakhir MOS sangat menguras tenaga. Tapi aku lega karena telah melewatinya. Saatnya kembali menghadapi pelajaran-pelajaran yang membosankan.

Aku berkaca memakai seragam baru SMA yang menurutku terlihat cocok menempel di badanku. Aku menguncir kuda rambutku karena hari ini hari senin. Hari senin itu upacara dan menyebabkan kita berkeringat. Aku memang selalu melakukan itu di hari senin.

Aku benar-benar tidak sabar bertemu Caca, ingin melihat bagaimana penampilannya.

Setelah sarapan aku langsung berangkat.

"Belajar yang rajin," pesan papa setiba di sekolah.

"Iya pa," kataku, lalu papa langsung menginjak pedal gas dan berangkat ke tempat kerjanya.

Aku mengingat-ingat sesuatu, karena setelah aku turun dari mobil aku merasa ada yang kurang. Aku mengingat-ingat lagi. Ya ampun, papa lupa memberiku ongkos pulang.

Bagaimana aku pulang nanti???

Aku memasuki gerbang sekolah dan menemukan lambaian tangan Caca. Aku berpikir sejenak sebelum menyapanya. Oh, mungkin Caca bisa membantuku mencarikan tumpangan atau meminjamkan uang. Aku menghampirinya dan memperhatikan penampilannya. Dia juga terlihat cocok dengan seragam SMAnya.

"Kamu tahu Ca, papaku lupa memberikanku ongkos pulang," curhatku padanya.

"Loh terus kamu pulangnya gimana?" tanya Caca.

"Yaitu, gimana dong?" tanyaku berharap Caca menemukan ide untuk membawaku pulang nanti.

"Kamu ke rumahku aja kalo gitu. Nanti suruh papamu jemput ke sana, gimana?" saran Caca. Sebenarnya saran itu tidak ada sama sekali di dalam pikiranku. Mungkin Caca memang tidak bisa mengantarku pulang. Tetapi akhirnya aku menyetujuinya.

"Makasih Ca," setelah sedikit lebih lama bercakap-cakap dengan Caca, akhirnya upacara pun dimulai.

Ketika selesai upacara, murid baru dilarang meninggalkan lapangan terlebih dahulu. Katanya ada pengumuman pembagian kelas. Benar juga, aku kan belum dapat kelas.

I Belong to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang