“Ali?” tanyaku pada cowok kelas XI IPS1 yang berarti teman satu kelas Ali, memberitahuku bahwa Ali ingin bertemu denganku. Aku senang akhirnya bisa bertemu Ali lagi setelah hampir 2 minggu tidak melihatnya. Tapi anehnya aku punya firasat buruk tentang ini.
Ali mengajakku bertemu di taman yang terletak di tengah-tengah kelas bagian paling belakang dari sekolah ini. Sepertinya Ali menyukai taman itu aku pun begitu.
Jantungku berdebar lebih keras lagi. Kenapa jantungku selalu berdebar seperti ini setiap kali aku mau bertemu dengan Ali. Di lubuk hatiku yang paling dalam, aku takut menemui Ali sekarang ini. Tetapi ia tidak akan menyakitiku kan? Aku tahu ia sangat menyayangiku. Karena dia yang selalu bilang kalau aku adalah orang yang paling dia sayang sedunia.
“Hai,” sapaku pada Ali. Dia tersenyum seperti biasanya kala menyambutku, lalu menyuruhku duduk di sebelahnya.
“Aku nggak tahu kenapa aku takut bertemu denganmu sekarang Al,” akuku pada Ali. Ali diam sebentar, lalu dia malah tertawa.
“Takut kenapa? Aku nggak mungki makan kamu disini,” kata Ali bercanda. Mungkin firasatku yang salah. Ali seperti sedang memikirkan sesuatu dan sedikit gelisah. Lagi-lagi dia gelisah. Aku memencet-mencet pipi dengan jari telunjukku untu menyamarkan kecanggungan. Aku ingin sekali menghindari canggung yang selalu terjadi ketika bersama dengannya. Jika Ali memanggilku, bukannya pasti ada yang ingin dia sampaikan? Mungkin lebih baik aku menunggu saja.
“Sebernanya aku ingin tanya ke kamu El,” akhirnya Ali mulai berbicara lagi. “El, apakah...apa kamu nggak bosan sama aku?” Alisku terangkat dan merasa heran mendengar Ali bertanya seperti itu padaku. Aku nggak tahu mengapa Ali punya pikiran untuk bertanya seperti itu padaku. Pertanyaan itu sangat terdengar konyol bagiku. Yang jelas, aku sendiri tidak mengerti alasan apabyang aku punya hingga harus merasa bosan dengannya.
“Bosan? Semakin sering aku bertemu sama kamu Al, semakin aku ingin bertemu sama kamu lagi. Aku nggak pernah merasa bosan sama kamu, lagian kenapa aku harus merasa kayak gitu sama kamu? Kenapa sih kamu tanya hal aneh kayak gitu?” tanyaku pada Ali yang dari tadi menghindari tatapanku.
“El, aku udah nggak tahan sama semua ini. Aku udah berpura-pura tidak terjadi apa-apa selama ini. Aku tahu semua El. Aku juga nggak tahan sama semua omongan orang,” apa ini? Apa ini semua tentang Rangga? Air mataku sudah jatuh padahal ini masih awal dari pertempuran. Aku selalu merasa cengeng ketika berhadapan dengan Ali.
“Kamu juga nggak pernah datang padaku sekarang,” sambung Ali.
“Apa maksudmu Al?” tanyaku sambil sesenggukan.
“Rangga. Aku tahu kalian dekat. Mungkin alasannya dia, kamu nggak pernah menemuiku lagi,” Ali tersenyum kecut.
“Al, kamu tahu kalau dia...”
“Itu alasan kamu buat bisa dekat sama dia El, iya kan? Aku iri El lihat orang lain yang bisa pacaran di sekolah, selalu berdua kemana-mana. Aku nahan buat bisa kayak mereka, supaya kamu nggak terlalu mikirin aku. Aku peduli nilai-nilai kamu El supaya aku gak ganggu belajar kamu," alasannya kuno banget. Dan kenapa Ali ngomong kayak gini? Apa sebenarnya yang ingin dia bicarakan? Dia mulai berbicara nglantur dan kemana-mana. Tadi dia menyalahkanku, tapi sekarang di malah membuat dirinya menyingkir demi diriku?
KAMU SEDANG MEMBACA
I Belong to You
Teen FictionCOMPLETED walaupun sudah berpacaran dengannya selama beberapa tahun ini, aku belum pernah merasa nyaman bersamanya. apa yang salah sebenarnya? Sehingga akhirnyapun, aku harus berhenti menyukainya dan memaksa diri untuk berpindah hati. Tahukah kalia...