"Saya terima nikah dan kawinnya Soraya Wijaya bin Tatang Wijaya dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
"Bagaimana saksi, sah?"
"Sah....."
Suara tersebut bergema melalui setiap partikel di udara dan dinding rumah keabuan yang tertutup dekorasi kain putih yang berhiaskan rangkaian bunga mawar hijau sintetis. Gue yang menyaksikan ijab qabul itu hanya bisa pasrah. Ayah gue menikah lagi setelah berpisah dengan ibu gue.
Yah, gue anak broken home yang sekarang menyaksikan Ayahnya menikah lagi dengan guru semasa kelas 1 SD dulu. Tapi dia bukan hanya guru gue waktu SD dia juga temen karib Ayah waktu SMA, bahasa kekiniannya sih CS kentel.
Ortu gue pisah waktu gue kelas 3 SMP. Saat dimana anak lain fokus sama UN, gue malah di pusingin sama percekcokan mereka yang udah kaya geledek setiap hari. Dari pagi, siang, sore, malem, ada aja yang bikin adu mulut antara mereka pecah. Karena mereka bertengkar terus, nilai gue anjlok parah. Gue masuk SMA swasta yang baru seumur jagung dengan akreditasi "B". Pupus sudah harapan menjadi seorang Dokter.
My step Mother, namanya tante Soraya, gue lebih sering panggil dia tante Sora. Dia janda cantik berduit dengan 2 anak yang cantik dan ganteng. Anak pertama namanya Halil Eka Giorshi, umur 25 tahun, pengusaha muda, tampan, punya istri mantan model berdarah Sunda-Jepang bernama Nicolea Harada. Anak kedua namanya Halwa Dwi Giorshi, pegawai bank umur 23 tahun cantik berbodi aduhai, sarjana S1 jurusan perbankan yang lulus di usia 18 tahun dengan predikat cum laude, wajahnya mirip artis thailand Supassara Thanachart. Kalau gue? Sudahlah.
"Azula sayang, sini foto keluarga dulu" tante Sora memanggil gue dengan suara lembut yang membuat gue tersadar dari lamunan gue.
"Iya tante sebentar."
Gue bergegas menghampiri kedua mempelai di pelaminan. Disana sudah ada kedua anak tante Sora dan menantunya yang tersenyum manis ke gue. Tapi tiba-tiba my wild imagination hadir.
Kenapa nih mereka senyum ke gue? Apa mereka pura-pura baik? Mereka mungkin memang orang baik. Tapi bisa ajakan kayak di sinetron, Mamah tiri sama saudara tiri itu suka nyiksa anak dari Suami barunya. Ah, gak mungkin.
"Ula, kok diem aja sih? Sini kita foto." Ayah menyadarkan gue dari imajinasi liar gue.
"Iya Yah, bentar ini susah jalannya pake High heels. Ayah kayak gak tau aja aku gak suka pake beginian."
Gue mengeluh sama Ayah. Tapi hasilnya? Ayah malah ngetawain gue dan meledek gue.
"Hahaha.... Ula, udah lah. Kamu itu harus terbiasa berpakaian kayak gitu. Siapa tau aja nanti Ayah bisa jodohkan kamu sama anak kolega Ayah."
"Tapi yah..."
"No, no, no. Udah ah, kamu cantik kok."
"Iya, iya." Gue pun berjalan dengan tertatih menuju pelaminan Ayah dan tante Sora.
Sumpah, nih sepatu nyusahin banget. Kok ada ya orang yang nyiptain sepatu kayak gini?
Setelah gue sampai di pelaminan, fotografer pun mengatur posisi kami. Dari kanan ada kak Halil, istrinya, Tante Sora, Ayah, gue, dan terakhir ada kak Halwa. Semua tersenyum dan terfokus pada lensa kamera yang akan meng-capture momen bahagia ini. Bahagia menurut mereka. Tapi gue malah merasa kecewa.
***
Matahari kian meninggi, Menampakkan birunya langit yang teramat cerah. Tamu-tamu penting mulai berdatangan. Walau sudah mulai siang, pesta pernikahan Soraya dan Rully belum juga usai.
Azula terlihat duduk di kursi tamu yang berada di paling pojok ruang pesta. Ia terlihat sedang fokus mendengarkan lagu dengan earphone dari Hp-nya. Ia terus berceloteh mempermasalahkan berbagai hal.
"Ya ampun... nih pesta lama amat sih? Mana gak ada suara musik sama sekali. Garing aned sumpah... mana nih seragam roknya kependekan."
Azula memang sangat terganggu dengan suasana pesta, ia tidak bisa diam di suatu tempat dengan waktu yang lama tanpa musik. Baginya musik itu sebagian dari hidupnya. Dan menurut dia suasana pernikahan Ayah-nya ini adalah suasana ter-boring.
Masalah seragam adalah masalah yang paling mengganggu suasana hatinya sejak pagi tadi. Ia sangat tidak suka mengenakan pakaian yang teramat mencerminkan sifat feminine. Ia lebih menyukai pakaian yang bersifat tomboy. Celana jeans, t-shirt, sepatu kets, kemeja dan topi baseball. Bukannya rok, dress, dan flat shoes.
Ketika ia sedang sibuk mengomentari banyak hal yang menempel ditubuhnya. Ada suara manis yang memanggil namanya.
"Azula."
"Iya, tante ada apa ya?"
"Begini, tante mau bicara sesuatu sama kamu."
"Ada apa ya tante?"
"Jadi, tante mau minta tolong sama kamu. Kamu mau gak nolongin tante?"
"Minta tolong? Apa yang bisa saya bantu ya tante?"
"Bisa gak kamu memanggil saya dengan sebutan Mamah? Kalau kamu belum terbiasa, nanti juga perlahan kamu bisa kan panggil saya Mamah?"
"Saya akan mencobanya tante."
"Kalau kamu terbiasa memanggil dengan sebutan Ibu. Kamu boleh kok panggil saya dengan sebutan Ibu."
Kata-kata Soraya membuat Azula sedikit tersinggung. Pasalnya ia hanya menganggap Ibunya lah satu-satunya Ibu untuk dia.
"Maaf tante, saya sudah menerima permintaan tante dengan mencoba memanggil anda dengan sebutan Mamah. Tapi jangan pernah meminta saya memanggil anda Ibu. Karena Ibu saya hanya ada satu. Dan itu BUKAN anda."
Azula yang tersulut emosi-pun akhirnya memilih untuk duduk di kursi taman belakang rumah Soraya.
Dan tiba-tiba terdengar suara derap kaki yang semakin mendekat. Lalu muncullah sesosok pria dihadapan Azula.
※※※
Hai Readers Sekalian, ini cerita kedua aku. Semoga kalian suka. Ditunggu vote dan comennya ya...
*MadyaSmara62
KAMU SEDANG MEMBACA
Azula
Teen FictionGue seorang anak broken home yang seketika saja nasibnya berubah menjadi lebih baik dalam segi finansial namun tidak dalam segi perasaan. Gue Azula Pratista, anak sederhana yang selalu saja berakhir dalam kebiruan. Gue terjebak dalam dua hubungan de...