Melihat dan mendengar tawa mereka diluar rumah membuat hatiku tenang. Aku berharap kehangatan diantara Azula dan kedua anak-ku bisa ada juga diantara aku dan Puteri kecilku yang baru. Aku terus memandangi mereka hingga sepasang tangan menutup mataku dari belakang.
"Ayo tebak siapa aku?" Suara beratnya membuatku tahu siapa gerangan pria ini.
"Ah, mas Dirga. Aku tahu ini pasti kamu."
Aku tersenyum sambil membalik badanku dan menatap wajahnya.
"Kok kamu bisa tahu ini aku sih?" Dia terlihat heran dengan jawaban yang ku lontarkan.
"Bahasa sentuhan." Aku tersenyum dan memalingkan wajahku darinya dan menatap anak-anakku lagi.
"Kamu memang ngeliatin apa sih sampe-sampe kamu memalingkan pandangan kamu dari aku?"
"Itu." Aku menunjuk ke arah Azula dan yang lainnya.
"Azula, Halil sama Halwa? Lebih spesial dari aku ya mereka?" Mas Dirga menggoda aku.
"Gak gitu mas, tapi lihat deh mereka akrab banget. Semoga aja dengan begitu Azula juga mudah menerima keberadaan aku."
"Iya aku ngerti kok. Aku cuman bercanda saja sama kamu tadi."
Mas Dirga memberikan ku segelas minuman dingin untuk menemani perbincangan antara kami di siang yang terik ini.
"Aku juga yakin kok, kalau Puteri tangguhnya Mas akan mudah menerima kamu nanti."
"Iya mas, aku juga punya keyakinan begitu. Mungkin saja dengan perhatian yang aku kasih, perlahan dia akan menerima aku."
Mas Dirga terdiam sejenak dan kemudian membuatku terkejut.
"Aku punya ide sayang."
"Astagfirullah mas, kamu ngagetin saja. Kamu punya ide apa sih Mas?"
"Sebentar lagi Ulang tahun Azula yang ke-16. Gimana kalau kita bikin pesta ulang tahun buat dia nanti? Sebagai wujud perhatian kamu."
"Boleh Mas, sekalian aku mau memperkenalkan Puteri kecilku yang baru ke teman bisnisku. Siapa tahu nanti dia bisa dapet pacar yang ganteng kan."
"Kamu kalau mau cari jodoh itu buat Halwa saja dulu. Jangan Azula, dia kan masih kecil."
"Dia itu sudah remaja. Kalau mau berpacaran aku akan izinin kok."
Aku kembali memalingkan wajahku sambil tersenyum memikirkan perencanaan pesta ulang tahun Azula nanti.
~*~*~
Gue, kak Halil dan kak Halwa masuk kedalam rumah dan kak Halil memperkenalkan gue ke kak Nicole, istrinya. Dan ternyata dia itu orangnya ramah dan sangat keibuan. Gue merasa nyaman ada di dekat dia.
"Perkenalkan ini istri kakak namanya Nicole. Dan sayang, ini anaknya Ayah Dirga, Azula."
Kak Halil memperkenalkan gue ke kak Nicole dan sebaliknya. Gue menjabat tangan kak Nicole yang ternyata lembut pake banget. Kayak orang gak pernah kerja sama sekali di rumahnya.
"Hai, kamu ternyata cantik ya. Mirip sama Ayah kamu."
"Makasih kak, kakak juga cantik kok. Tangan kakak juga lembut banget. Kayak gak pernah kerja di rumah."
Gue seneng banget dipuji sama kak Nicole. Walau entah itu bener pujian atau cuman basa basi semata.
"Iya, kakak emang jarang beberes rumah. Tapi kakak suka masak."
"Aku juga suka masak kok kak. Apalagi masakan tradisional, aku jagonya."
Gue membanggakan kemampuan memasak gue yang melebihi kemampuan anak-anak seusia gue. Dan mungkin kak Nicole juga gak bisa masak makanan tradisional kayak gue. Secara orang kota pasti cuman bisa masak masakan Western.
"Wah, kamu hebat juga ya. Kakak cuman bisa masak makanan Western aja. Bisa tolong ajarin kakak gak nanti?"
Benerkan tebakan gue. Orang kaya seperti kak Nicole pasti cuman bisa masak makanan yang bumbunya sederhana dan gak ribet-ribet amat.
"Boleh deh kak, nanti kapan-kapan kalau aku main ke sini lagi."
"Kamu memang gak tinggal di sini? Bareng sama kita."
Sekarang giliran kak Halil yang bertanya ke gue. Dan gue menjawabnya dengan mengangkat bahu gue tanda ketidak tahuan gue tentang dimana nanti gue akan tinggal setelah Ayah nikah sama tante Sora.
"Kamu harusnya tinggal di sini dong, biar kakak ada temennya. Kalau sama kak Halil terus mah bosen. Terus kakak juga nggak bisa ngomongin make up sama dia."
Kak Halwa berusaha membujuk gue supaya tinggal dirumah tante Sora biar bisa ngomongin make up dan apalah apalah yang berbau feminine sama gue. Tapi gue gak pernah suka yang begituan.
"Kak Halwa juga gak akan bisa ngomongin yang begituan sama aku. Aku itu gak suka yang begituan."
"Kamu kan udah SMA. Masa gak suka sama make up sih?"
"Muka aku rasanya gatel banget kalau pake make up. Apalagi hari ini, rasanya aku pengen cepet-cepet ngehapus make up ini."
Gue mulai curcol tentang hal yang gak pernah gue suka selama ini. Seperti make up dan hal-hal berbau feminine lainnya.
"Masa sih? Kamu cantik banget loh kalau pake make up natural gini. Lagian make up hari ini gak terlalu berat kok. Masa muka kamu gatel?"
"Yah, aku emang gini kak. I love my own style."
Setelah ngobrol cukup lama sama kak Nicole yang membuat gue lupa waktu. Gue akhirnya sadar langit udah mulai berwarna jingga. Jadi gue memutuskan untuk pulang kerumah. Gue pun pamit ke Ayah.
"Yah, Ula mau pulang ya. Besok kan Ula harus sekolah."
"Yaudah, tapi kamu mau pulang sama siapa coba?"
"Aku naik ojek online."
"Terus nanti dirumah sama siapa?"
"Ada Skalar kok yah. Jangan khawatir, selama ini kan kalau Ayah keluar kota Ula juga ditemenin Skalar dirumah."
Gue berusaha meyakinkan Ayah kalau gue bisa tinggal dirumah walau gak ada Ayah. Lagian juga sobat gue dari kecil pasti nemenin gue. Mau sampai seminggu juga dia pasti setuju nemenin gue.
"Oke, kalau begitu nanti Ayah transfer uang buat kamu sama Skalar untuk biaya makan sama jajan seminggu."
"Makasih My Lovely Daddy."
Cup~
Gue mencium pipi kanan Ayah lalu cium tangan berpamitan untuk pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azula
Teen FictionGue seorang anak broken home yang seketika saja nasibnya berubah menjadi lebih baik dalam segi finansial namun tidak dalam segi perasaan. Gue Azula Pratista, anak sederhana yang selalu saja berakhir dalam kebiruan. Gue terjebak dalam dua hubungan de...