Episode 12 - Simulasi Patah Hati

257 9 0
                                    

Setelah hari itu. Tia berubah, tak lagi seperti Tia yang aku tahu. Kali ini pandanganya terasa datar kepadaku. Aku ingin bertanya, namun aku takut jika jawaban yang dijawabnya adalah jawaban yang tak ingin aku dengar.

Tia menghindariku. Setidaknya itulah hasil pengamatanku. Kamu harus tahu, untuk soal pengamatan. Aku sangat jeli.

Saat kami bertemu, Tia hanya diam. Kami diam. Sesaat kemudian pulang. Tak banyak yang aku tanyakan. Tak banyak juga yang Tia katakan. Semakin hari kami sudah semakin seperti tumor. Kisahku kepadanya sudah patut untuk di angkat dan dibuang. Namun aku tidak ingin.

Aku tahu. Hari ini aku seperti seorang pemuja cinta yang menghamba. Tapi kamu harus ingat. Saat itu aku adalah manusia polos. Tia adalah perempuan pertama yang aku kenal.

Tia tak lagi kejam. Dia kini diam. Itu sungguh kejam bagiku. Aku mengerti saat ini makna dari sebuah lagu band aliran SKA

Caci aku, maki aku, sakiti aku tapi jangan diam. Jangan diam

Hari apa itu aku lupa. Namun aku ingat itu sudah sebulan dari diamnya Tia. Aku tak tahu apa. Aku berusaha untuk berbuat sesuatu agar Tia senang. Aku coba ikuti gaya gaul, namun sebentar. Seberapapun pendapatku aku sudah keren. Tapi pandangan jijik temanku membuat aku mengerti. Mereka tidak gaul , cupu.

Aku juga berdarah darah belajar gitar. Tidak umpama. Memang benar jariku berdarah. Sedikit sedikit aku pelajari cord gitar. Dari buku segala macam cord lagu masyur. Setidaknya aku juga bisa bernyayi di hadapan Tia. Lalu Tia senang. Itu mauku.

Namun upayaku tak juga nampak di Tia. Malah aku dan Tia semakin jauh rasanya. Sampai akhirnya aku menurun. Aku pasrah. Mungkin. Aku bukan laki-laki untuk dia senang. Jika sudah demikian. Harus ku izinkan laki-laki lain untuk membuat dia senang.

Deni, teman kelasku. Dia laki laki. Tapi dikala diputuskan Nana. Dia tak sanggup membendungnya. Dia putus dengan sehelai surat. Surat itu sudah ada sore. Oleh Nana kekasihnya surat itu dititipkan ke Dian. Oleh Dian disampaikanlah kepada Deni. Tentu Dian sudah baca. Surat cinta akan selalu rapi. Amplopnya di segel dengan bagus. Atau dilipat dengan model khusus surat cinta. Nanti ku ajarkan padamu kapan kapan bagimana lipatan khusus surat cinta. Sedangkan surat putus tidak. Dilipat sederhana. Dian akan baca. Tentu itu di sengaja Nana. Upaya ada saksi tentang putusnya hubungan mereka.

Deni membacanya pagi. Lalu diam. Lalu memerah. Lalu terisak. Kemudian menangis dengan gagah. Lalu menagis sejadi jadinya dengan jelek. Tentu kamu paham bagimana jeleknya wajah seseorang yang menangis. Apalagi jika ia laki-laki.

Aku tak mau seperti itu. Maka sudah aku rencanakan. Jika surat itu benar datang. Aku takkan membacanya. Lalu jika aku menjadi penasaran. Akan aku selip surat itu dalam buku kamus. Titip di kantin. Itu alasannya kenapa buku kamus. Takan ada yang membacanya.

Aku bersiap dan siaga. Kemungkinan besok atau nanti aku akan berpisah. Aku tak mau jatuh dalam patah hati.

Aku juga ingin menangis. Tapi aku laki laki. Tabu untuk hal itu. Setidaknya aku bisa menahannya sampai pulang. Sampai sendiri. Baru mungkin aku menangis.

Mungkin kamu tak tahu bagaimana upacara berpisah tahun 2007. Seperti juga dengan mengatakan cinta. Melalui surat.

Maka untuk berpisah orang-orang juga tak sampai hati berbicara langsung. Hanya lewat surat. Lalu tak bertemu lagi beberapa saat, beberapa minggu, beberapa bulan bahkan tahunan.

Inilah yang resiko pacaran masa ini. Mungkin hari ini anak muda lebih mudah. Putus bisa kapanpun. Alasannya juga boleh sesuka hati. Karena disini seperti dialog. Tentu bertemu, atau lewat telepon pintar.

Tapi surat itu tak kunjung datang. Surat itu sama dengan hubunganku yang juga diam. Tia semakin suah aku temui. Kami bertemu hanya kebetulan. Tia aku sapa. Dia melihat, menangguk, lalu pergi.

Aku juga ingin tahu Tia kenapa. Namun sepertinya siapapun tan Tia tidak mau aku tahu. Mereka seperti mengelak. Tidak satu tapi semua.

Di tambah lagi Kevin, lelaki norak yang mengeroyoku tak henti-hentinya menganggu. Kadang aku cuek. Tapi aku juga ada batas. Kevin sering melemparku dengan gulingan kertas. Atau sengaja menabrakku agar aku jatuh. Kemudian tertawa bersama anak buahnya.

Rasaku mulai muak. Tidak kepada Kevin. Bagiku terserah dia bagaimana. Aku tak mau ikut ikutan berkelahi. Sampai suatu hari Kevin membulliku, didepan Tia.

Kamu akan tahu. Selemahnya lelaki. Akan bangkit kejantananya bila dia terlihat lemah di depan kekasinya. Begitupun dengan aku. Aku merasa panas. Membara. Kupukul kevin. Dia jatuh. Namun tanganku segera di tahan anak buahnya. Tia histeris
"Hentikan anyink!"
Aku terkejut.

JOMBLO RADIKAL The Series  Vol 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang