Episode 21 - Pecundang

155 6 0
                                    

Tia datang kerumahku. Dia menangis dan minta maaf. Aku tak sudi. Kuusir dia.  Tia marah lalu berubah jadi singa. Lalu aku terbagun. Lagi lagi mimpi dengan Tia.

Aku bangun. Lalu memulihkan kesadaranku. Aku sekarang tak lagi tinggal di tenda. Tapi di barak. Warga beramai-ramai membantu ayah membuat barak.

Besok hari sekolah. Aku tak tahu harus berbuat apa. Dan bagaimana jika bertemu Tia. Bagaimana aku tidak sekolah saja. Tapi tak selamanya aku bisa kabur.

Ku lihat jam di telepon gengamku. Masih jam tujuh pagi.  Satu pesan masuk. Dari Putri. Dia bilang selamat pagi. Aku balas selamat pagi juga.

"Kamu bagaimana dengan Tia. Apa sudah bertemu?" Tanya Putri lewat pesan.
"Tidak tahu Put. Bahkan harus bagaimana aku tidak tahu." Jawabku.

Putri tahu Tia. Tentu aku sudah cerita. Dia selalu antusias. Aku senang ada teman berbagi.

"Kamu masih sayang gak?" Tanya Putri.
"Tentu Putri. Dia pertama bagiku." Jawabku jujur.
"Memang spesialnya Tia dimana?"
" Dia tidak spesial. Dia suka selengek. Memukulku. Slalu bercanda. Banyak. Jika dihitung keanehannya seperti bintang dilangit." Jawabku
"Lalu kenapa sayang?"
"Karena matanya. Bila menatapku sembari senyum bagaikan cahaya matahari, menghilangkan jutaan bintang itu." Jawabku.
"Sooosweeeeewwtttt"
"Kamu punya pacar?" Tanyaku
"Punya dulu. Sekarang ngak. Dia genit." Jawab Tia
"Wak kalau begitu dia normal dong?" Jawabku
"Kok normal?"
"Kalau dia diam aja berarti dia homo!" Jawabku slengek.
"Hahaha anjay.... Ya ngak lah"
"Hahaha"

Sangat susah untuk bercanda. Tapi setidaknya ada kawan. Sayang anak muda era 2017 itu tak lagi punya sahabat elektronik. Setiap hububgan beda kelamin selalu dianggap modus.  Baik dikit diangap baper. Jauh dikit dibilang PHP. Aduhai kaula muda 2017. Sepuluh tahun yang lalu persahabatan itu biasa. Tak selalu pakai rasa. Kami berteman dengan siapapun. Tak pandang usia, harta dan fisik. Yang penting ada pulsa. Kita komunikasi.

Dan pacar tak marah soal itu. Mereka selalu mengerti. Bahkan saling kenal. Kalau sekarang tak bisa. Si pacar seperti rezim. Melarang aktivitas komunikasi beda kelamin. Padahal cuma pacar. Tapi udah atur-atur. Yang mau mah bego amat. Mau diatur. Yang ngak mau mah keren. Itu saja sudah.

Sekolah sudah mulai. Aku mengelak dari tempat yang biasa. Bahkan aku masuk dengan memanjat pagar belakang sekolah. Pulangnya juga. Aku tidak pergi kr kantin. Aku pergi ke perpustakaan atau belakang sekolah. Aku tidak tahu kenapa memposisikan diri sebagai buronan. Hampir 3 bulan seperti itu. Aku takut bertemu Tia. Entah kenapa harus takut.

Jatuh cinta adalah patah hati paling sengaja. Tak ada apa apa kecuali logika kamu yang jadi bego. Dalam mencintai. Kamu bisa punya rasa suka yang luar biasa. Juga bisa rasa benci yang luar biasa. Jika kamu jatuh cinta bisa membuat percaya dirimu bangkit. Tapi cinta juga bisa membuatmu menjadi pecundang yang ketakutan.

Aku merasakan ketakutan itu saat ini. Aku takut dengan Tia. Tia yang dulu aku tunggu. Aku cari. Sekarang menjadi orang yang harus aku hindari setengah mati.

Nyaris beberapa kali aku berpapasan dengan Tia. Tapi aku berhasil mengelak. Bahkan dalam upaya mengelak. Kadang aku kabur cepat balik arah. Atau sembunyi kedalam kelas orang lain. Ternyata di kelas itu para perwmpuan lagi ganti baju olah raga. Hasilnya aku diburu habis habisan. Aku pernah masuk kedalam tong sampah.

Begitulah aku. Sekolah membuatku takut. Aku takkan selamanya begini. Tapi aku juga belum siap bertemu tia. Untuk sementara. Aku ingin hilang dulu. Tak tahu sampai kapan.

Budaya malu sangat kental bagi kami di pedalaman Sumatera ini. Juga untuk masalah hati. Laki-laki di ciptakan untuk kuat. Tak boleh lemah. Dan patah hati adalah aib terbesar bagi kami, lelaki setengah puber.

Pacar bukan hanya persoalan hati. Juga persoalan gengsi. Pamor dan ke'gagahan' seorang laki laki.

Aku tak menginkan itu. Tapi lambat laun kusadari Tia dan cintaku kepadanya membuat otakku bego namun begitu menambah semangatku. Rasa percaya diriku mulai tumbuh sering kawan kawan yang bertambah setelah perkelahian dengan Kevin. Lalu aku merasa begitu spesial ketika setiap orang heran. Aku merasa ganteng bila berjalan dengan Tia. Bergembira dengannya. Sementara para bujang gigit jari melihatku.

Aku kira hal ini juga yang membuatku menjadi terpuruk. Tampa Tia, aku merasa menjadi orang normal lagi. Tak ada kebabgaan apapun. Dan kembali di strata orang biasa. 

Aku juga harus menyembunyikan masalahku dengan Tia dalam dalam. Tak boleh ada yabg tahu aku putus. Aku hanya diam atau tertawa jika orang lain menayakan kabar Tia. Aku hanya diam diam saja seperti benar benar tidak ada masalah. Pkoknya sampai manapun aku harus berusaha menyembubyikan hal ini.

Kamu boleh menilaiku aneh atau bagaimana. Namun sekali lagi kukatakan kepadamu, ini afalah masa sepuluh tahun yang lalu. Cinta adalah hal yang sakral. Pacaran adalah sesuatu yang harus dilaksanakan dengan matang. Dimasaku masih kutenukan mereka yang berpacatan tahunan. Tak ada yang hanya bulanan. Masa ini adalah masa percintaan malu malu. Namun kami serius menjalaninya.

Aku berhasil mendiamkan hal ini hingga akhirnya suatu hari di siang yang panas, Tia malah mendatangi kelasku. Dia memukul meja dengan kelas. Seisi kelas melihatku. Beruntung tidak ada guru. Jika ada, kukira Tia tetap akan memukul meja itu. Dia menyeretku. Persis seperti membawa karung sampah.

Aku diseret sampai keluar. Lalu melepaskan tangannya dari bahuku. Sesaat dia diam lalu satu hentakan nafas membuat sekeliling yang diam dan tenang jadi melirik kearahku. Tia berteriak.

"Pecundang!!!!!"

JOMBLO RADIKAL The Series  Vol 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang