Senja Pertama

189 42 12
                                    

Aku sudah menceritakan isi surat Brian kepada Della. Dia sangat senang mendengarnya, dan berkata,

"Akhirnya ada seseorang yang dapat melihat bahwa kau tidak seburuk yang dikatakan orang-orang. Datanglah! Aku akan membantumu berdandan,"

Ya, baiklah. Hanya karena dia sahabatku, aku akan mendengarkannya. BUKAN karena aku ingin menemuinya.

Ini hari Rabu.

Kamis, Jumat, Sabtu. Masih 3 hari lagi.

Tunggu.

Kenapa aku terkesan sangat menantikan pertemuan itu?

Tidak, tentu tidak. Hanya sedikit berfikir tentang hal apa saja yang akan dia lakukan saat bertemu denganku nanti.

Hei, tunggu. Apakah aku mulai terkesan tak sabaran?

Ah, pikiranku kacau.

Dia laki-laki yang aneh dan menyebalkan, menurutku. Kenapa juga aku harus menemuinya?

Hingga selalu kepikiran.

Tapi bagaimanapun, aku selalu teringat kedua matanya. Dan mungkin sekarang,

Ditambah senyumannya.

Arrgh, apa yang aku pikirkan?

Tak mungkin ada perasaan, tak mungkin ada kekaguman, tak mungkin. Dan tidak akan pernah.

Kembali, aku duduk didekat lokasi favoritku. Jendela.

Aku menatap ke arah langit. Warna jingga mulai terlihat disana.

Senja.

Dimana matahari mulai lelah dengan semua kegiatannya, dan meminta bulan untuk menggantikan posisinya.

Ketika kalian melihat warna langit berwarna kuning menuju jingga dan menuju ungu, itulah dimana matahari berhenti sejenak dan bercerita segala keluh kesah yang dialaminya seharian kepada bulan.

Dengan senang hati bulan akan mendengarkannya, dan mulai tergerak hatinya untuk membantu matahari.

Dia akan berdiri didepan matahari, menghadang siapapun yang akan datang dan melukai matahari.

Matahari sangat menyayangi bulan, bagaikan aku menyayangi Della. Meskipun matahari tau bulan tidak sekuat kelihatannya, matahari akan membantu bulan supaya tetap bersinar terang didalam kegelapan.

Ya, itulah senja.

.

.

.

Hari apakah ini? Oh, masih hari Kamis. Apakah aku melupakan sesuatu? Tidak sepertinya.

"Lisa, apakah kau sudah memilih baju yang akan kau kenakan untuk hari sabtu nanti?" Tanya Della.

"Ha? Untuk apa aku memilih baju?"

"Astaga Lisa, kau akan bertemu seorang laki-laki, apakah kau tidak berpikiran untuk dapat tampil cantik dihadapannya?"

Aku mengangkat sebelah alisku.

"Untuk apa?"

Della menghela nafas. "Baiklah. Aku akan membawakan baju-baju cantikku untukmu besok Jumat. Kau yang akan memilihnya,"

"Tidak tidak, aku tidak pandai dalam memilih. Kau pilihkan saja untukku, aku percaya padamu," kataku sembari tersenyum, dan menarik tasku.

"Kau mau pulang tidak?" Tanyaku pada Della.

Della mengangguk dan mengambil tasnya. Kami berjalan menuju pintu.

"Mau pergi kemana, nona-nona?"

Jendela SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang