Aku memutar otakku dengan keras. Ya. Aku (mungkin) menemukan secercah harapan untukku.
Pagi ini aku berangkat sekolah dengan keadaan jantung yang berirama cepat, dan sedikit gelisah. Kucoba untuk tetap santai, mengingat bagaimana wajahnya tersenyum padaku. Aku memejamkan mataku, dan mulai membayangkannya.
Aku tersenyum. Mengingat betapa indah senyumnya, bak semilir angin di pantai pada saat senja. Ya, itu lebih baik.
Aku tidak langsung menuju ke kelasku, tetapi aku pergi menuju ke kelasnya terlebih dahulu.
Seperti yang kuduga, dia sudah sampai. Dan pastinya, sedang bersenda gurau dengan teman-temannya.
Aku menarik napas panjang. Baiklah. Aku bisa.
"Um, Brian?" Sapaku yang berada kira-kira 5 meter dari tempatnya duduknya.
Dia berhenti tertawa dan menengok ke arahku.
"Oh, hai Della. Ada apa?" Tanya Brian sambil berjalan menghampiriku.
Jantungku mulai berirama lebih cepat dari sebelumnya, karena Brian berjalan mendekatiku dan berhenti tepat didepanku.
Tidak, jangan bodoh, Della. Inilah kesempatanmu!
"Um, ah, begini, kemarin Yoga memberiku tugas untuk menyusun susunan acara ulang tahun sekolah dan menghitung dana yang kira-kira akan kita butuhkan bersamamu,"
Brian mengedikkan bahunya. "Baiklah, bagian apa yang harus kukerjakan?"
Aku menunduk, "um.."
Kemudian kembali mendongak lagi, dan berkata,
"Bukankah akan lebih mudah jika kita mengerjakannya bersama?"
Brian menatapku.
Untuk sepersekian detik, kurasa jantungku berhenti berdetak. Tapi mataku masih tetap menatapnya lekat. Entah mengapa aku tak pernah bisa mengalihkan pandanganku dari matanya yang indah itu.
Dia tersenyum. "Baiklah, tapi aku tidak bisa hari ini. Aku akan pulang bersama Lisa, jadi, bagaimana kalau besok?" Tawarnya.
Aku mengangguk. "Baiklah. Akan kutunggu kau besok pulang sekolah di cafe depan sana," kataku.
"Baiklah, aku kembali ke kelas dulu ya," kataku.
Brian mengangguk dan tersenyum, kemudian melambaikan tangannya.
Aku berbalik dan tersenyum, kemudian melangkah keluar.
Sebelum aku sampai di pintu, Brian berteriak,
"Oh, Della! Tolong titipkan salamku untuk Lisa ya!" Katanya dengan nada yang sangat senang.
Ada rasa tak nyaman dan sesak didalam hatiku. Tapi untuk sepersekian detik, aku menengok kepadanya, tersenyum, dan mengangguk.
Baiklah, setidaknya aku masih mempunyai harapan untuk mendekatinya lusa nanti.
Aku berjalan menuju kelas, aku mengawang apa yang akan dilakukannya denganku lusa nanti di cafe? Aku mulai mengawang bagaimana caranya dia menatapku, berbicara manis kepadaku, memberikan senyumannya padaku.....
Ah, aku sungguh menantikannya!
Aku mungkin mengawang terlalu jauh, hingga saat aku sampai di kelas, Lisa yang sedaritadi menyapaku bahkan tidak kugubris.
"DELLA!!"
aku terkejut, kemudian mencari dimana asal suara itu berada.
"Ah, ya Tuhan kau hampir membuatku terkena serangan jantung di pagi yang cerah ini," kataku sambil tertawa dan menarik napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Senja
Ficção AdolescenteCinta. Untuk apa cinta dihadirkan dalam dunia ini, jika hanya untuk merusak sebuah jalinan persahabatan?