1 : Salah :

106K 10.7K 301
                                    

1

: s a l a h :


Bogor, 2007



Pertemuan pertama Kintan dengan lelaki itu bermula dari musala di salah satu sudut kampus.

Tidak, Kintan dan lelaki itu bukan habis mengikuti kajian keagamaan atau semacamnya. Kintan hanya sedang mencari musala yang dekat dengan auditorium tempat acara jurusannya digelar pukul 18.30. Hari itu adalah hari Minggu. Kintan yang masih mencari lokasi auditorium dengan waktu yang berdekatan dengan Isya pun akhirnya memilih untuk mencari musala terlebih dahulu. Saat itu, wajar saja Kintan pikir tak akan ada banyak orang di kampus, sebab perkuliahan sedang libur. Kintan yang masih awam dengan denah kampus di beberapa tempat pun tidak pernah tahu bahwa musala kosong yang dia masuki dan dia jadikan tempat beribadah saat itu adalah musala lelaki.

Habis, bagaimana pula Kintan bisa menebak? Musala itu kosong, dan Kintan terbiasa membawa mukenah sendiri sehingga tak terlalu peduli apakah di musala itu terdapat mukenah yang disediakan untuk dipinjam atau tidak.

"Uh," Kintan mengerjap, masih membawa mukenahnya yang baru dilipat. Dia baru selesai salat dan beres-beres, dan kini tengah menatap dua lelaki yang memandangnya heran. Kedua lelaki itu sama-sama berkepala nyaris botak dan mengenakan kemeja abu-abu tua. Namun, lelaki yang satu mengenakan handsaplast, dan satu lagi berwajah kaku. Kintan menelan ludah. "Maaf, Kak, saya salah musala, ya?" tanya Kintan, terserah yang ada di depannya ini sungguhan kakak tingkat atau bukan.

Salah satu dari dua lelaki itu, yang sedang mengenakan handsaplast di dahinya pun terkekeh. "Musala cewek ada di atas, dek."

"Oh, oke." Kintan memasukkan mukena ke dalam tasnya, lalu berdiri dan menunduk. "Maaf, Kak, salah ruangan. Terima kasih buat penjelasannya," lanjut Kintan sambil bergegas keluar dari musala. Ponselnya sudah bergetar-getar. Mungkin itu dari Novi. Kintan pun terburu mengenakan sepatu dan setengah berlari ke lantai bawah dekat lapangan parkir. Tanpa harus Kintan buka notifikasi dari ponsel, dia yakin bahwa Novi sudah sampai. Tadi sebelum ke musala, dia memberi tahu lokasi musalanya kepada Novi, teman sejurusannya. Dia meminta Novi untuk menjemputnya agar Kintan tak tersesat.

Begitu sampai di pelataran parkir, Kintan segera berlari ke arah Novi yang sudah ada di sana. Novi membuka kaca helmnya dan mengernyit kaget. "Buset, lo kesasar di mana, neng?" tanya Novi yang masih duduk di motornya.

"Nggak tahu, Nop. Acaranya udah dimulai belum?" tanya Kintan, segera naik ke motor tanpa aba-aba. Dia merasa ada yang ganjil. Apa, ya?

"Belum, kok. Ngaret ini pasti. Paling baru beneran mulai jam tujuh," jawab Novi, muai men-starter motornya dan berkendara menuju auditorium.

Sepanjang perjalanan hingga sampai di auditorium, Kintan merasa ada yang aneh. Dia memeriksa diri sendiri. Dresscode-nya sudah sesuai, peralatan yang harus dibawa sudah dibawa. Apa lagi yang kurang?

Namun, ketika sampai di auditorium pun, Kintan masih merasa aneh. DI depan pintu masuk, Kintan menatap ke bawah, lalu ke arah Novi. Ke bawah lagi, lalu ke arah Novi lagi. Hal itu dilakukannya terus untuk beberapa saat hingga Novi heran. "Ada apa sih, Kin?"

Kintan masih mengernyit. Dia menunduk, membuka sepatunya, kemudian membeliakkan mata.

"Nop," panggil Kintan, pandangan mata dan suaranya terdengar kalut. "Kayaknya, sepatu gue ketuker sama sepatu kakak tingkat di musala tadi...."

[ ].


Substansi | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang