"Hei, Vampire!"
"Bodoh! Kau juga vampire sama sepertiku!"
Seulgi mengulas senyumnya, menunjukkan deretan gigi putih beserta taring kebanggaannya. Gadis itu mengikat rambut oranyenya sebelum menghampiri sahabat kecilnya, Kai. "Kau sudah makan hari ini?"
"Maksudmu makanan menjijikan yang tumbuh diantara dedaunan dan dipenuhi oleh ulat, berwarna-warni dan manusia biasa menyebutnya buah?" cibir Kai sambil menunjuk sekelompok orang berpakaian tebal yang tengah berbagi anggur satu sama lain.
Seulgi langsung menoyor kepala Kai namun sambil tertawa geli. "Kau benar. Ada apa dengan warna-warni menjijikan itu?" sahut Seulgi. Namun gadis itu terus saja memperhatikan sekelompok manusia yang kini tertawa bahagia.
"Tapi, Kai, apakah kau tidak penasaran dengan makanan yang mereka makan? Seperti, rasanya, mungkin?" gumam Seulgi yang cukup didengar baik oleh lelaki disampingnya.
Kai terkekeh geli. "Apa yang kau katakan? Tidak ada warna lain yang lebih lezat selain merah yang mengalir dari darah segar. Percayalah rasanya tidak akan seenak yang kau bayangkan!"
Ucapan Kai cukup membuat Seulgi bungkam. Tapi ia tidak berbohong jika ia penasaran dengan makanan berwarna-warni tersebut. Melihat manusia yang menyantap dengan nikmat buah-buahan membuat Seulgi cukup tergiur. Hanya saja ia adalah vampire, they ain't eat like humans do.
"Kau belum makan, kan? Berhubung ini adalah hari ulang tahunmu, maka aku akan biarkan kau mendapatkan dua manusia kali ini..." Kai menepuk bahu Seulgi kemudian menunjuk dua orang yang berjalan memisahkan diri dari rombongan. "Anggap saja sebagai hadiah dariku," lanjut Kai bersemangat.
Kata 'hadiah' yang diucapkan Kai membuat Seulgi menatap Kai jahil. "Aduh! Tiba-tiba saja kakiku terasa sakit. Sepertinya aku tidak bisa memburu hadiah yang kau berikan padaku..."
"Ya ya ya, alasan klasik. Kau ingin aku yang membawanya padamu, kan?" cetus lelaki itu sambil beranjak bangkit. Hanya dengan sebuah kode kecil, Kai mengerti maksud Seulgi. Benar-benar sahabat yang berguna.
"Tunggu disini, Tuan Putri, aku akan membawakanmu makanan lezat."
###
"Seulgi! Bangun!"
Tubuh gadis yang tengah tertidur lelap diguncang oleh Wendy, teman satu rumahnya. Seulgi sedikit menggeram sebelum terpaksa membuka matanya. "Ada apa? Ini masih sangat siang, Wendy," tanyanya serak.
"Ada yang ingin bertemu denganmu. Dia menunggu diruang tamu," jelas Wendy.
"Siapa memangnya?"
"Aku tidak tahu, tapi dia lelaki berambut legam yang mempesona."
"Mungkin hanya Kai. Biarkan saja!"
Wendy menghembuskan nafasnya saat melihat Seulgi yang kembali tidur. "Aku tahu wujud Kai, Bodoh! Ini berbeda. Dia bukan Kai. Dan kau harus menemuinya!" ucapnya kemudian menarik selimut Seulgi hingga gadis itu terbangun.
"Baiklah! Baiklah!" Seulgi sewot. Dengan lunglai dan setengah sadar, Seulgi berjalan menuju ruang tamu, bahkan tanpa merapihkan penampilannya yang berantakan. Gadis itu menemui lelaki yang dimaksud Wendy dengan tidak ramah. "Katakan apa maumu karena aku tidak mempunyai banyak waktu," katanya sambil menjatuhkan dirinya diatas kursi.
"Sepertinya kau tidak biasa menerima tamu," sindir lelaki itu. Seulgi mengangguk. "Begitulah."
"Perkenalkan, aku Jimin. Aku membawa pesan dari Ibumu ."
"Mana pesannya? Biar aku membacanya seorang diri." Seulgi mengulurkan tangannya untuk meminta pesan yang dikatakan Jimin.
"Sayang sekali tidak ada pesan tertulis. Ibumu menginginkan aku untuk menyampaikannya secara langsung..."
Jimin meraih tangan Seulgi. Lalu dalam sekejap saja gadis itu sudah berada dalam gendongannya. Dan dalam kedipan mata, mereka sudah berpindah tempat. Layaknya teleportasi. Seulgi sedikit terkesima, namun ia buru-buru menutupinya.
"Wow. Kau cukup kuat untuk bisa berpindah tempat secepat itu. Tapi jangan berbesar hati dulu, teman-temanku jauh lebih hebat darimu."
Jimin mengangguk mendengar pujian Seulgi, walaupun gadis itu menyematkan kalimat tidak enak diakhir kalimatnya. Ia menurunkan tubuh ringan Seulgi dari gendongannya.
"Aku masih mengantuk, jadi cepat katakan pesan dari Ibuku."
"Mendekatlah..."
Seulgi mendekat mengikuti kata Jimin. Gadis itu sudah siap untuk mendengar pesan-pesan Ibunya, namun Jimin malah mendekatkan wajahnya pada wajah Seulgi. Membuat gadis itu terkejut mundur sebelum tubuhnya tertahan. Seulgi menahan nafasnya saat wajah Jimin semakin mendekat dan berdoa bahwa lelaki asing ini tidak menciumnya. Ia menutup matanya rapat.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Tubuhnya terlonjak kaget saat merasakan tusukan dilehernya. Ia bisa merasakan darahnya dihisap. Seulgi melotot melihat Jimin yang menghisap darahnya. Didorongnya Jimin hingga lelaki itu lepas darinya.
"Apa yang kau lakukan?! Kau bisa mati karena menghisap darah sesama vampire!" seru Seulgi.
"Oh ya?" Jimin menyeringai seraya mengusap sisa darah dibibirnya. "Tapi aku baru saja menyampaikan pesan dari Ibumu..."
Seulgi mundur saat Jimin maju. Hingga punggungnya terhenti oleh dinding, Jimin masih melangkah mendekat. Kali ini sangat dekat, bahkan ia bisa merasakan deru nafas Jimin menyentuh kulit pucatnya.
"Kau pikir mengapa hal itu belum berpengaruh padaku, Seulgi?"
Gadis yang kini hanya bisa diam kaku menatap Jimin takut. Mata lelaki itu telah berubah merah, menandakan wujud sempurna dari seorang vampire dewasa. Seulgi bisa melihat dua taring berbahaya milik Jimin yang memerah karena darahnya.
"...karena darah yang mengalir ditubuhmu adalah carlos, darah setengah manusia..."
Oh, shit!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hoomans
FanficKehidupan dunia yang berbeda membuat sebagian tidak mempercayainya. Bukan salah mereka tidak mempercayai vampire, bukan salah mereka juga jika mereka mati karena vampire. Jika kalian selalu mendapatkan kisah antara vampire dan manusia, maka ini kisa...