Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah jendela berhasil membangunkan Niall. Setelah mandi, tanpa membangunkan putri kecilnya yang masih terlihat pulas, Niall turun ke ruang keluarga.
"Selamat pagi, Niall! Tidak apa-apa kan aku buat sarapan?"
Senyum hangat dan sapaan ramah Victoria seketika membawanya kembali ke beberapa tahun silam, saat mereka berdua tinggal di apartemen Niall. Setiap pagi, sebelum Niall melakukan aktivistasnya, Victoria selalu memberinya semangat.
"Sepertinya Ayah dan Ibumu sedang di luar, aku belum melihat paman dan bibi, kalau Greg dan Theo sedang bersepeda." Jelas Victoria sambil tetap sibuk dengan masakannya.
Niall mendekat, sedari tadi malam belum ada sepatah kata pun yang ia utarakan untuk Victoria. Ia hanya memperhatikan Victoria. Entah untuk memastikan apakah gadis asing dihadapannya ini adalah Caspernya yang dulu atau memang Niall tidak memiliki sepatah katapun untuk disampaikan.
"Milk tea hangat, mau?"
Niall melihat secangkir teh susu, minuman oagi kesukaannya disuguhkan oleh Victoria. Namun Niall menatapnya nanar, tidak ada senyum sama sekali di raut wajahnya. Ia berlalu dan pergi melewati Victoria.
Victoria hanya bisa diam memperhatikan sosok Niall yang tidak berbalik walaupun ia memanggilnya.
Dari kejauhan Niall melihat Victoria memeluk dirinya sendiri dan mengertakan giginya sedikit, Victoria menunggunya sedari tadi seorang diri di dekat pohon besar tidak jauh dari penginapan.
"Hey... um, coklat panas?" Niall akhirnya menghampirinya, bersamaan dengan matahari yang mulai terbenam.
Victoria berbalik dan tersenyum melihat Niall berada di belakangnya, membawa dua cangkir di tangan kanan dan kirinya. Victoria tersenyum dan mengangguk.
Kemudian Niall membuat api unggun kecil, lalu ia membuka jaket hitamnya dan memakaikannya pada Victoria.
"Api unggun, coklat panas dan jaketku. Sudah cukup hangat?" Tanya Niall sambil duduk di sebelah Victoria.
"Sangat sangat sangat hangat." Katanya sambil tersenyum lebar.
Niall ikut tersenyum, sekarang ia benar-benar yakin kalau sosok didepannya adalah Victoria. Sebelumnya ia hanya belum siap menerima bahwa Victoria ada lagi di hadapannya.
Ia belum siap menghadapi perpisahan untuk kesekian kalinya dengan orang yang sama.
"Kemarin malam, aku kaget sekali, tiba-tiba aku terbangun di bumi," Victoria mulai bercerita. "Lalu aku menerka-nerka apakah aku diberi waktu untuk bertemu denganmu lagi, karena satu-satunya alasanku ada di bumi adalah dirimu, Niall."
Victoria meminum coklat panasnya lalu melanjutkan penjelasannya. "Kalau kau bertanya-tanya dimana aku selama ini, aku ada di dimensi lain, yang aku sendiri tidak mengerti dimensi apa itu. Aku menunggu saatnya menjadi bintang di langit." Victoria menunduk, mungkin untuk menyembunyikan raut wajahnya.
Niall mengulurkan tangannya hendak menyibakan rambut yang menutupi wajah Victoria, namun ia mengurungkan niatnya dan menarik tangannya kembali.
"Niall apa kau ingat, saat kau membebaskan aku dari rumah tua saat itu bukanlah pertemuan pertama kita."
Niall mengangguk. Memori itulah yang baru saja Niall dapatkan kembali. Ingatan itu membuatnya mau menemui Victoria lagi dan mengatakan kalau ia mengingat semuanya.
Melihat Niall juga mendapat memorinya kembali Victoria merasa lega. "Tapi, Niall, aku merasa dipermainkan, kenapa aku dipertemukan denganmu lagi sebagai orang yang tidak aku kenal. Kenapa aku menjadi sosok yang bukan aku. Lebih parahnya, apa pun keadaanku dan bagaimana menderitanya diriku, cerita kita tidak berakhir pernah bahagia."
"Rahasia semesta tidak bisa ditebak." Lanjut Victoria. "Mereka membuatku tahu bagaimana indah sekaligus menyedihkannya dunia yang aku tempati ini melalu dirimu, Niall." Kemudian Victoria tersenyum. "Lalu, bagaimana keadaanmu?"
Niall juga ikut tersenyum, lalu pandangannya menerawang jauh. "Sudah sangat lama aku hidup seperti tidak terjadi ada apapun, tapi setiap malam terasa begitu menyiksa."
Victoria mengerutkan kening, ia merasa bersalah mendengar pernyataan Niall. Beberapa saat Niall tidak mengatakan apaun sampai ia melanjutkan kalimatnya. "Tapi sekarang sudah tidak apa-apa. Sekarang hari-hariku sudah baik-baik saja."
"Beberapa hari yang lalu, saat melihat hujan salju, aku sempat berfikir, bagaimana kalau aku diberi kesempatan bertemu dengan Casper lagi." Niall memalingkan wajahnya kepada Victoria. "Tapi jangan khawatir, aku hanya sedikit mengenangmu, mungkin karena cuacanya dingin dan aku sedang murung."
Victoria merasakan kelegaan dihatinya saat mendengar pernyataan Niall. senyuman pria tu juga terasa sangat melegakan, ia tidak perlu khawatir lagi bagaimana keadaan Niall. Ia baik-baik saja, ia sudah menemukan kebahagian yang seharusnya. Dan Victoria sudah siap melihat Niall bersama mereka.
Victoria juga memiliki pertanyaan yang telah terjawab. Jika waktu berlalu dan Niall sudah bertemu dengan seseorang yang baru kemudian ia bahagia, apakah Niall akan melupakannya.
"Aku sudah bilang padamu, kalau aku tidak akan pernah lupa. Kau punya tempat sendiri di sini." Kata Niall sambil menunjuk dadanya sendiri sambil tersenyum.
"Sepertinya aku tahu kenapa aku ada di sini sekarang..." Victoria mencoba menerka-nerka, namun Niall langsung menyanggah kalimatnya.
"Karena aku sedikit lebih merindukanmu hari ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Forget Me Not
Fanfiction(in editing process) "Di kehidupan mana pun itu, aku menginginkanmu."