One.

361 58 29
                                    

Dua bulan setelah aku terpuruk, Mr. Adamiel Frost mengajak aku untuk dinner di rumahnya hari ini. Mungkin, Mr. Adam ingin kenal lebih dekat dengan pemilik baru perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaannya.

God, aku bahkan sudah lama tidak beli dress yang formal. Dress lamaku sudah usang dan jelek semua.

Itu artinya siang ini aku harus pergi belanja.

--

Aku menyisir rambutku, mengikatnya jadi satu ke belakang. Ditambah dengan beberapa semprot parfum dan sedikit lotion. Sempurna.

Begitu keluar rumah. Aku melihat Felix, supir pribadiku. Ia sudah menunggu dari tadi rupanya.

"Felix, maaf membuatmu lama menunggu." Kataku ramah. Ia membalasku sembari tersenyum, "Tidak sama sekali nona. Silahkan." Ia membukakan pintu belakang untukku.

Aku sempat bingung. Felix hampir sepantaran olehku. Dia lebih tua dariku dua tahun. Saat aku berumur 16 tahun, ayah bilang Felix adalah pengganti Gerard, sopir pribadi lamaku yang dulu. Aku bingung kenapa dia sudah bekerja padahal dia masih sangat muda.

Ah lupakan soal Felix, Jossy cepat selsaikan ini semua. Dan memang sepertinya aku hampir sampai.

Aku memeriksa smartphoneku. Membalas beberapa pesan yang masuk. Bahkan, sekarangpun masih ada yang menyatakan ucapan belasungkawa atas meninggalnya orangtuaku. Padahal kejadian itu sudah dua bulan yang lalu. Aku bahkan hampir lupa soal itu.

"Pardon, Nona. Kita sudah sampai." Ucapan Felix yang berada di depan pintu membuatku kaget. Sejak kapan pintunya terbuka? Aku tidak sadar.

"Thankyou, Felix" aku tersenyum. Ia hanya membungkukan badannya.

Saat memasukki toko tersebut, aku melihat ada seseorang yang tersenyum begitu melihatku. Aku membalas senyumannya lalu memeluknya.

"Long time no see, sis." Katanya sambil menunjukkan gigi putihnya. Aku tersenyum. "Yeah, i miss you, sis."

"Miss you too, Jossy. Mmhh, by the way apa yang sedang kamu cari? I will help you." Tanya Grace. Aku tersenyum.

"I'm looking for a new dress. Semua dress lamaku sudah usang." Jelasku, Grace malah tertawa.

"It means.." Grace tersenyum, "Kamu mau kencan yaaa?!" Tebaknya. Sayangnya tebakannya meleset.

"No no! My Father's friends invited me to join the dinner." Jelasku. Grace mengangguk-angguk. "That's it. Maybe he wants to know me."

"Oh i see." Katanya. "Okay, come here. Aku sepertinya punya dress yang cocok untukmu." ucapnya. Aku mengangguk, lalu mengikutinya di belakang.

Dua jam, akhirnya aku memilih dress model sabrina warna hitam. Aku memilihnya karena aku pikir dress polos ini sesuai dengan tipeku. Tidak mencolok.

Aku ber terima kasih kepada Grace —yang sudah menemani dan membantuku selama 2 jam. Aku melirik jamku. Dinner-nya jam 7 malam. Sekarang sudah jam 4.

Itu berarti aku harus segera pulang ke rumah dan mandi.

--

"FELIX AWAS!"

Aku berseru kemudian menunduk dan menutup mataku. Felix membelokkan setirnya ke kiri. Dua detik setelahnya aku langsung membuka mataku.

"Felix are you okay?"

"Pardon, Nona, pardon." Kata Felix. "I'm okay." Lanjutnya.

Felix keluar dari mobil, melihat mobil didepan kami. Sepertinya yang menyetir juga laki-laki. Beberapa detik kemudian, laki-laki tersebut keluar dari mobilnya.

Loh kenapa yang keluar keren begitu?
Rambut hitam yang agak panjang, bibir tipis. Aku melihat laki-laki itu memakai jas hitam. Aku pikir dia terburu-buru sehingga tidak berhati-hati.

Loh siapa yang peduli dengan laki-laki itu?

Aku melihat raut wajah Felix, marah.

Jelas saja marah. Aku bisa saja memecatnya karena hal ini. Tapi aku tidak sekejam itu.

Sebelum Felix memaki laki-laki itu, laki-laki itu sudah meminta maaf duluan.

"I'm really sorry. I'm really sorry. But i'm hurry." Katanya sesantai mungkin. Felix menaikkan satu alisnya.

Untuk beberapa alasan, aku menyukai raut wajah Felix untuk keadaan seperti ini.

Laki-laki berrambut hitam itu berjalan kearah mobilku. Aku membuka kacanya. Sebelum aku berkata apa-apa dia sudah bicara duluan.

"Maafkan aku. Aku janji akan bertanggung jawab atas mobilmu, ini kartu namaku. Tapi aku sedang buru-buru dan sibuk."

Aku menatap matanya. Biru.

Beberapa detik setelah aku mengambil kartunya, dia langsung masuk ke mobilnya lagi.

Sikap macam apa itu? Mana mungkin dia bisa sesantai itu?

Itu... Dingin sekali.

--

"Nona saya minta maaf sekali lagi." Kata Felix di depan pintu. Ia membantuku keluar dari mobil.

"Tidak. Tidak apa-apa Felix ini bukan salahmu." Aku membesarkan hatinya sambil tersenyum.

Jadi ini rumahnya? Megah sekali. Aku melihat sekeliling rumah Mr. Frost. Ada pepohonan yang sangat cantik dan beberapa lampu yang menyala dibawahnya. Didekat pepohonan itu ada air mancur serta patung wanita yang cantik.

Rumahku bahkan tidak punya air mancur.

"Felix, mmhh.. Kau tidak usah menjemputku. Sopir Mr. Frost akan mengantarku pulang. Ia sudah bilang padaku." Kataku lembut. Felix mengangguk.

Aku berjalan memasuki rumahnya, didepan pintu rumahnya terdapat 2 orang satpam. Aku menunjukkan Dinner Invitation dari Mr. Frost. Beberapa saat kemudian, mereka mempersilahkan aku masuk ke ruang makan keluarga Frost.

"Please wait, Miss. Mr. Frost akan segera datang." Ucap salah satu satpam yang mengantarku. Aku tersenyum lalu mengangguk tand mengerti. Mereka pergi setelah itu.

Tiba-tiba sebuah suara mengagetkanku.

"Miss Warner. Welcome to my house!"

----

Hai! Thanks ya udah baca story gue yang ini. Ini story ke 4 gue. Kl kalian mau baca 3 yg lain bisa cek profile gue ya.

Gue minta kalian buat dukung gue dengan cara jangan jadi silent readers. Kalo kalian ngerasa cerita gue bagus dan kalian suka, vote dan comment ya! Oh iya kalo kalian ngerasa punya saran / kritik bisa dm gue di ig ya @namiramdd ^^

Btw sorry kalau ceritanya ga menarik, ketebak, atau ya gitu deh wkwkw. I'm trying to do my best. Oh iya kalau ada kesamaan sifat tokoh gue mohon maaf ya! 

thankyou <3

The Hills. [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang