2[Jodoh Terindah]

7.7K 185 8
                                    

~Happy Reading~

“Kak, Kak Kiran didalam?” Tanya Kanaya setelah hampir 10 menit mengetuk pintu kamarku.

Aku tak ingat, sudah berapa lama aku mengurung diriku sendiri disini.

“Kak, Kak Kiran ada didalam kan?”

Aku tidak berselera menjawab pertanyaan Kanaya, aku hanya berdiri dan berjalan mendekati pintu.

Aku bisa menatap wajah Kanaya dengan cukup jelas meski tanpa kacamata.

“Ada apa?”

Kanaya melirik kedalam kamarku, “Sudah selesai berkemas?”

Aku mengangguk.

“Makan yuk, Kak! Ayah sama Bunda udah nunggu dibawah tuh.” Ajak Kanaya dengan menarik tanganku.

Aku menggeleng perlahan dan melepaskan tangan adikku.

“Kak, bisakah Kak Kiran berhenti menggunakan bahasa isyarat?”

“Nay, aku hanya ingin sendiri. Bisa kau tinggalkan aku?”

Kedua tangan Kanaya mendarat dipundakku, “Aku akan kembali dengan makan malam untuk Kakak, ya?”

Aku mengangguk dan Kanaya pun berlalu menuju ruang makan.

*****

“Kakak ada masalah sama Kak Adam lagi?”

“Tidak.” Jawabku singkat dan kembali memasukkan sesuap lagi sendok nasi goreng buatan Bunda.

“Lalu kenapa? Apa Kak Adam menyinggung perjodohan kalian lagi?”

Aku menaruh sendok nasgor  yang tadinya ingin ku lahap. Jujur saja cacing-cacing diperutku sudah berdemo sejak 1 jam yang lalu, karena aku terlalu lama mengurung diri di kamar dengan melewatkan makan siang.

“Besok kan kita akan ke Jogja, ke tempat yang selalu Kak Kiran bilang bisa mengubah hati manusia karena keindahannya. Saat di Jogja, Kakak bisa lepasin semua beban, ya kan?”

Aku menghela nafas, “Ya, Kakak juga bisa membagi semuanya sama Eyang.”

Kanaya menyodorkan dua jempol tangannya, “Sipp!”

Tok tok tok.

Aku dan Kanaya sontak melihat pintu kamar yang terbuka dan mendapati Bunda berdiri disana dengan kepalan tangan yang masih menempel pada pintu.

“Boleh Bunda masuk?”

“Bunda tidak perlu meminta ijin untuk masuk.” Senyumku mengembang.

Seperti biasa, aku hanya bisa menyembunyikan masalah dan keresahan dalam hati mengenai perjodohan yang telah Ayah rencanakan. Hanya pada Kanaya lah, aku bisa membagi semua perasaanku.

Bunda duduk di sampingku, “Kau sudah selesai berkemas, Ran?”

“Sudah Bunda.”

“Sudah bawa obatmu?”

“Iya, sudah.”

“Jaga kesehatanmu disana ya, Ran.”

“Bunda, Kiran bukan anak-anak lagi. Kiran janji bakal minum obat Kiran tepat waktu. Kiran akan baik-baik disana, kan ada bodyguard.” Ucapku sembari menyenggol bahu Kanaya.

Bunda pun ikut tersenyum.

“Enak aja dibilang bodyguard. Kak Kiran berani bayar berapa buat 3 minggu ngawal ha?”

Aku dan Bunda tertawa lepas setelah mendengar pertanyaan Kanaya. Kanaya yang tadinya cemberut, sekarang juga ikut tertawa.

“Besok Adam anter kamu ke Bandara kan, Ran?”

Deg

Senyumku kini luntur, raut wajahku datar lagi.

“Tadi siang Adam udah bilang kalau dia belum tahu bisa nganter Kiran ke Bandara apa enggak.”

Kanaya menatapku, dia selalu tahu kapan aku merasa tidak nyaman membicarakan hal yang tidak ingin aku bicarakan.

“Paling Kak Adam sibuk. Udah yuk, Bun! Bunda bantuin Naya beresin koper aja, punya Kak Kiran kan udah rapi, Yuk!” Ajak Kanaya yang sedikit memaksa.

“Iya, iya. Sabar Nay, pelan-pelan.”
“Malam Kak Kiran!” Seru Naya.

Aku tersenyum, sikap kekanak-kanakan adikku ini memang tidak pernah hilang.

Aku membenarkan kacamataku, “Makasih Nay, kamu tahu apa yang aku mau. Makasih karna selalu mengerti keadaanku.”

Jodoh TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang