~Happy Reading~
Tidak ada yang lebih hebat kecuali seorang wanita yang menyimpan rapat masalah hidupnya. Bahkan dari orang yang sangat dekat dengannya.
Ku pejamkan mata ini, entah mengapa kepala ini terasa berat sekali.
Ku buka mataku, dan kudapati tetesan cairan berwarna merah ada dalam pangkuan mukenahku.
Dan tak lama setelahnya pandanganku berubah buram dan menjadi gelap seketika.
“Kirana? Kirana?”
Ku coba membuka mataku, “Rama.” Ucapku lemah.
“Maaf Kirana, tapi aku harus bawa kamu pulang.”
Entah mengapa tubuhku terasa seperti terangkat. Dan saat ingin melihat apa yang terjadi, mataku sudah tak bisa terbuka lagi.
*****
“Ini Mbak Kirana kok tidurnya lama banget yo, Umi?” Tanya seorang yang dari nadanya seperti suara seorang anak lelaki.
“Sutt, sudah. Mbok biarin Mbak Kirana tidur dulu.” Samar-samar terdengar suara ibu-ibu.
Hal pertama yang aku lihat adalah langit-langit rumah kayu yang berada diatasku.
“Mi, iku Mbak Kirananya!” Kata seorang anak lelaki sambil menujuk kearahku.
Mataku menyisir sekeliling, “Ini dimana?”
Seorang ibu yang tengah duduk disampingku tersenyum, “Dirumah Ibu, Mbak Kirana.”
Aku bingung saat mendengar ibu itu mengetahui namaku.
“Uhuk uhukk.” Aku terbatuk, “Ibu tahu nama saya?” Lanjutku.
“Kirana sudah sadar, Umi?” Tanya Rama yang tiba-tiba datang.
Mataku bergiliran memandangi antara Rama dan Ibu yang tidak ku kenal itu.
“Ibuk ini ibuknya Rama?” Tanyaku lagi.
Ibu itu hanya mengangguk dan tersenyum. Dan ku anggap itu sebagai jawaban iya.
“Umi ke dapur dulu yo, Ram.” Ibu itu berdiri, “Ayo Dan!” Lanjutnya.
Lelaki yang dipanggil Dan oleh si Ibu tadi tersenyum dan pergi.
Rama mendekatiku, “Kenapa?”
“Hm, apa? Kenapa apanya?” Tanyaku bingung.
“Masih bingung?”
Aku mengangguk, “Kelihatan banget ya?”
Rama hanya tersenyum dan menarik kursi untuknya duduk.
“Ini.” Ucap Rama sambil menyodorkanku segelas air.
“Ini apa?”
“Jamu. Itu gak akan ngeracunin kamu kok.” Jawab Rama.
Aku meminum jamu itu dalam sekali teguk.
“Wuhh. Doyan ya?” Tanya Rama yang kaget.
“Uhuk uhuk uhuk..... Pahit.” Ucapku yang menyodorkan gelas kosong itu.
Rama tersenyum dan menaruh gelas itu di atas meja.
“Kenapa kamu bawa aku kesini, Ram? Kamu gak kasih tahu Eyang kan?”
Rama menggeleng perlahan, “Aku masih ingat, waktu kecil kamu pernah jatuh. Kaki kamu luka dan kamu gak berani pulang karena takut di marahi Eyang. Jadi ku fikir ini yang lebih baik.”
Aku menghela nafas, "Rama masih mengingat kejadian itu. Kejadian 18 tahun lalu.” Batinku.
“Kirana, kamu sakit ya? Kok bisa sampai mimisan, itu muka juga pucet.”
Aku hanya terdiam, aku memang belum berfikir untuk memberitahu Rama. Dan aku fikir sekarang memang belum waktu yang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Terindah
RomanceAyah, putri kecilmu ingin membahagiakanmu. Dengan tidak meremehkan pilihan Ayah, dengan menyetujui perjodohan ini. Yang aku tahu, jodoh terindah itu tersembunyi. Terhijab oleh sang mata kasar. Tetapi, ia ada dalam penilaian dan aturan Allah SWT. Yan...