~Happy Reading~
“Ketika diri ini rindu, hanya bisa menatap sendu. Karena diri ini tahu, ku belum menjadi siapa-siapa bagimu.”“Berapa lama kamu di Jogja, Ran?”
“Entahlah, mungkin 3-4 minggu.” Jawabku singkat.
“Lama juga ya? Apa Kanaya akan meneruskan kuliahnya di Jogja?”
Kali ini aku hanya diam, tapi diam ku bukan karena tidak mendengar pertanyaan Adam. Melainkan karena aku sudah tidak sabar ingin masuk mencari Ayah, Bunda, dan juga Kanaya.
“Ran? Kau tidak dengar pertanyaanku atau kau tidak tahu jawabannya?”
Aku meletakkan koper yang tadinya hendak ku turunkan.
Aku menghela nafas mencoba untuk bersabar dan menatap Adam yang sedari tadi memandangiku menungguku membuka mulut.
“Dam, kau bisa tanyakan itu langsung kepada Naya. Jadi kita harus segera masuk dan mencari Naya untuk mengetahui jawaban atas pertanyaanmu itu. Oke?”
Aku kembali mengambil koper yang tadi ku letakkan dan menutup bagasi mobil Ayah.
“Bisa kita masuk sekarang?”
Adam hanya mengangguk, sepertinya ia sadar aku tidak ingin membuang-buang waktu lagi disini.
Sejak masuk mataku sibuk mencari keberadaan keluarga kecilku yang sangat usil itu.
“Itu dia mereka!” Seruku saat berhasil menangkap wajah Ayah.
Aku segera berlari.
“Yang mau pergi ke Jogja itu aku atau Ayah?” Tanyaku sambil berkacak pinggang.
Ayah tersenyum saat mengetahui aku berdiri di hadapannya.
“Maaf, Ran. Bagaimana rencananya, baguskan?”
Aku memasang wajah cemberut, “Ayah!!!!”
Ayah kembali mengembangkan senyumnya, “Maafkan Ayah, Ran. Jangan kau laporkan pada Eyang, ya?”
Aku memalingkan wajah sebagai tanda bahwa aku masih marah.
“Adam mana, Ran?” Tanya Ayah yang masih celingak-celinguk.
Tanpa sadar, aku berlari meninggalkan Adam dengan segunung koper milikku dan Naya.
Aku pun tersenyum dan menggigit ujung bibirku, “Karena tadi lihat Ayah, aku jadi lari meninggalkan Adam.”
“Kiran, kau tega padaku.” Ucap Adam yang baru tiba dengan tumpukan koper.
Aku dan Ayah tertawa melihat Adam yang sedang kewalahan.
“Kak Adam kenapa?” Tanya Kanaya yang baru saja datang bersama Bunda.
“Semua ini ulah Kiran, Bun.” Jawab Ayah.
“Duduk dulu, Dam.”
Adam pun duduk dan meminum botol yang disodorkan oleh Bunda, “Tadi Kiran tinggalin Adam waktu lihat Om Koko. Dan melupakan semua koper ini.”
Kali ini Bunda dan Kanaya tertawa melihat keadaan Adam.
“Kak Adam yang malang.” Ejek Kanaya.
Kedua tanganku memegangi telingaku, “Maaf ya, Dam. Aku bener-bener lupa.” Ucapku masih dengan tersenyum.
Jujur saja aku masih berusaha menghentikan tawaku.
“Tak apa. Aku senang bisa membuatmu tersenyum seperti ini.”
Jawaban Adam membuat raut mukaku berubah 360º dan kini aku hanya tertunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Terindah
RomanceAyah, putri kecilmu ingin membahagiakanmu. Dengan tidak meremehkan pilihan Ayah, dengan menyetujui perjodohan ini. Yang aku tahu, jodoh terindah itu tersembunyi. Terhijab oleh sang mata kasar. Tetapi, ia ada dalam penilaian dan aturan Allah SWT. Yan...