Bab. 8

2K 22 4
                                    

Tiga hari telah berlalu, selama itu pula Otani tidak menunjukkan batang hidungnya dan masih mengurung Vony sendiri didalam apartemen dengan penjagaan ketat yang dilakukan oleh para pelayannya.

Penampilan gadis itu sangat kacau dengan kedua kelopak mata yang sembab serta rambut panjang yang acak-acakkan.

Sepanjang hari, disetiap tangisnya Vony selalu memikirkan cara agar bisa keluar dari tempat ini. Dia tidak bisa menghubungi siapapun mengingat ponselnya yang mati karena ikut tercebur didalam kolam ikan beberapa hari yang lalu.

Selama disini, setiap pagi dan sore beberapa pelayan wanita memaksa menyuntikkan suatu cairan bening pada urat nadi Vony yang mengakibatkan seluruh tubuhnya menjadi lemas tak berdaya dan mulutnya membisu hingga beberapa jam kedepan. Mungkin para pelayaan wanita itu telah belajar dari pemberontakkan yang telah Vony lakukan beberapa hari lalu ketika mereka akan memandikan dan mengganti pakaian yang baru.

Setelah dimandikan, Vony dipakaikan selembar kemeja berwarna cokelat susu yang terlihat sangat kebesaran hingga menutupi paha mulusnya tanpa memakaikan satupun pakaian dalam. Rambut hitamnya terurai panjang dan seluruh tubuhnya menjadi wangi setelah ketiga pelayan itu menyemprotkan sedikit parfum padanya.

Lalu tubuh mungil itu dibaringkan diatas kasur mewah berseprei putih dengan ukuran king size. Dia memandangi langit-langit kamar sambil menangisi nasib yang menimpa dirinya saat ini.

Malam telah menyapa kembali. Jari-jemari Vony perlahan-lahan dapat digerakkan kembali. Seperti baru terbebas dari beban yang begitu berat, dia berusaha bagun dari tidurnya, menahan rasa nyeri dan meregangkan seluruh tubuh.

Dia beringsut turun dari kasur lalu berjalan menuju jendela berukuran besar sambil memandangi indahnya langit malam serta kerlap-kerlip lampu kota dibawah apartemen sana. Vony membuka jendela besar itu, dia memejamkan kedua matanya menikmati hembusan angin malam menerpa wajah serta rambutnya yang terurai panjang.

Sejak kecil dia bercita-cita ingin pergi ke Jepang, entah itu untuk berlibur, bersekolah atau bekerja, dia sangat menyukai segala sesuatu yang berbau negeri sakura. Tetapi tidak untuk yang satu ini, kesukaannya pada Jepang sedikit memudar setelah bertemu dengan Otani beberapa hari yang lalu. Didalam hatinya hanya terbayang ketakutan yang akan terjadi pada dirinya setelah ini.

Terbesit lagi cara untuk keluar dari tempat ini. Vony menundukkan kepalanya keluar dari jendela memandangi begitu jauhnya jalanan dibawah sana lalu memasukkan kepalanya kembali. Andai saja dia memiliki cukup keberanian untuk melompat dari sini, hanya akan ada dua peluang, yaitu mendarat dengan selamat lalu dapat pergi bebas atau mati sia-sia.

Vony menoleh kearah ponselnya yang berada diatas nakas dan segera mengambilnya sambil mencoba mengaktifkan kembali ponselnya. Sedikit keberuntungan berpihak padanya, lalu dia menekan tombol panggilan pada nomer kontak seseorang. Nada sambung terdengar jelas, tidak lama kemudian seseorang menerima telefon darinya.

"MASALAH APA LAGI YANG KAU BUAT! DASAR BAJINGAN!" sebelum seseorang diseberang sana menjawab caci maki dari Vony, tiba-tiba seseorang merebut ponsel yang bertengger cantik ditelinganya lalu melempar ponsel itu keluar jendela. Vony terkejut bukan main, dibelakangnya telah berdiri tegap seseorang yang selama tiga hari ini tidak menampakkan batang hidungnya.

Raut wajahnya sangat dingin dengan kedua manik mata yang tajam memandangi Vony sangat intens. Seluruh tubuh gadis itu bergetar ketakutan mengingat kejadian yang telah terjadi beberapa hari yang lalu.

Penampilannya sangat kacau, rambutnya berantakkan dan tercetak jelas kantong mata diwajah tampan itu. Terlihat dia kurang istirahat beberapa hari ini.

One Day in JapanWhere stories live. Discover now