Bab. 2

2.9K 43 0
                                    

Vony's POV

Setelah ujian nasional berakhir, bulan depan aku akan menghadapi ujian masuk perguruan tinggi negeri. Selain mendaftarkan diri diperguruan tinggi negeri yang berada dikawasan Indonesia, aku juga mendaftarkan diri ke perguruan tinggi negeri di Jepang, tepatnya di Universitas Tokyo. Tempat kak Junif pernah menjadi mahasiswa disana.

Kututup buku yang kupinjam dari perpustakaan dan memasukkannya kedalam tas. Tiba-tiba saja aku memikirkan keadaan kakak sialanku itu, semakin hari keadaannya semakin memburuk saja. Dia tidak berselera untuk makan, sehingga dia kehilangan beberapa kilogram berat badannya.

Perubahannya sangat drastis, dulu dia memiliki wajah yang berkharisma dengan sorot mata yang tajam, tapi sekarang wajahnya berubah menjadi lusuh dan sorot mata tajam itu juga berubah menjadi sebuah keputus asaan. Apalagi badan idealnya dulu, sekarang berubah menjadi kurus kering yang hanya menyisakan tulang dan kulit. Dan, yang paling parah, sudah beberapa hari ini kedua kaki kak Junif tidak bisa berjalan lagi. Dia bilang padaku, kalau kedua kakinya tidak kuat untuk dibuat berjalan, jangankan dibuat berjalan, bergerak saja sudah susah. Miris!

Aku yakin, dengan keadaannya sekarang, pasti akan menambah beban penderitaanku dan Trisna. Bagaimana tidak, kak Junif sudah lumpuh, tidak bisa berjalan lagi. Kalau dia sudah lumpuh, apa yang dia bisa perbuat untuk mencari sebuah pekerjaan? bagaimana caranya dia merubah nasib keluarga kami? persetan! aku tambah membenci laki-laki tidak berguna itu!

Ayolah Vony, dia adalah kakak kandungmu, dia tetap saudaramu! Berbelas kasihanlah walaupun sedikit!

Aku nyaris tidak percaya, masih saja ada setitik kebaikan didalam jiwaku. Seingatku, setelah mama dan papa meninggal, aku telah berubah menjadi seorang gadis yang sok kuat, sok dewasa dan kasar.

Aku segera pergi dari perpustakaan dan pulang kerumah, pasti kak Junif sekarang sedang membutuhkanku.

***

Benar saja, saat kulihat dikamarnya, kak Junif yang terbaring dikasurnya mencoba untuk mengambil gelas dinakas, sepertinya dia haus. Tapi aku masih memperhatikan bagaimana dia berusaha. Jari-jari tangan kanannya hanya bisa menyentuh pinggiran gelas itu, daripada gelasnya jatuh dan menambah beban pekerjaan rumah, lebih baik aku bantu saja laki-laki tidak berguna itu.

"Ck, biar aku yang ambilkan gelasnya" kataku sambil berdecak kesal. Kak Junif tersentak kaget, memperbaiki kacamatanya yang melorot dan diam tidak merespons kebaikanku.

Setelah membasahi kerongkongannya yang kering, dia melepaskan kacamatanya dan menutup kedua matanya mencoba untuk tidur tanpa mengucapkan terimakasih setelah apa yang kulakukan untuknya barusan.

Aku memutar malas kedua mataku, meperhatikan badannya yang kurus kering membelakangiku. Mungkin kak Junif lapar, apalagi sekarang sudah sore, tadi pagi saja dia tidak makan, mana mungkin aku tidak menawarinya untuk makan?

"Kamu ingin makan?" tanyaku dengan nada malas. Tapi kak Junif tidak merubah posisi tidurnya. Memilih untuk diam, tidak memperhatikanku.

"Mulai tadi pagi kamu enggak makan" aku mulai geram, karena tetap tidak mendapatkan responnya. Kukepalkan kedua tanganku, rasanya ingin kuhajar dia habis-habisan. Aku sudah merendahkan harga diriku didepannya, tapi dia tidak menghargaiku sama sekali.

Aku harus berusaha membuat dia mau makan. Aku juga tidak mau dia mati sekarang dirumah ini, karena akan lebih menyusahkanku dan Trisna untuk persiapan pemakamannya. Apalagi kalau arwah kak Junif tidak tenang dan membalaskan dendamnya padaku dengan menjadi setan untuk menakut-nakutiku. Ah, itu sama sekali tidak lucu!

"Apa kamu sekarang malu padaku?" tanyaku.

Hah! Kesabaranku sudah habis, kuhampiri dia dan kutarik lengannya agar dia mau bangun dari tidurnya. Tapi, walaupun keadaannya seperti itu, dia masih mampu menepis kasar tanganku.

"Kenapa kamu masih mau membantuku?" sialan! bukannya menjawab pertanyaanku mulai tadi, dia malah balik tanya.

"Karena kamu kakakku"

Detik berikutnya, dia malah menjawab

"Biarkan aku mati..." lagi-lagi, drama akan dimulai. Aku memijit keningku yang berdenyut, bingung harus menjawab apa. Semakin lama, kepalaku berdenyut semakin parah saja, aku hampir kehilangan keseimbangan. Tetapi untunglah aku berpegangan pada nakas kak Junif, memecahkan gelas diatas sana, menandakan kemarahan yang aku tahan dari tadi.

"KALAU BEGITU MATILAH KAK! MATILAH SEKARANG JUGA! KAMU SANGAT MEREPOTKANKU!"

Lalu kak Junif mengambil pecahan gelas yang kupecahkan didekatnya, berniat untuk memutuskan nadinya, lebih tepatnya akan bunuh diri depanku. Bodoh! Ternyata dia tidak main-main dengan perkataannya.

Dengan cepat aku merampas pecahan gelas yang diarahkan kenadinya, membuangnya jauh-jauh dan membentaknya untuk kesekian kali.

"APAKAH OTAKMU SUDAH RUSAK?! APA KAMU ENGGAK PEKA DENGAN PERKATAANKU YANG 'SANGAT MEREPOTKANKU'?! SEBENARNYA KAMU HARUS BERFIKIR, KALAU KAMU BUNUH DIRI DAN MATI SEKARANG, AKU DAN TRISNA AKAN SANGAT KEREPOTAN UNTUK MENGURUS MAYATMU! MENGURUS SEMUA KEPERLUAN PEMAKAMANMU!" kulihat ekspresi wajahnya yang kaget. Kak Junif melihat wajahku yang berubah menjadi merah karena teramat sangat marah. Aku tidak tahu sekarang wajahku seperti apa, mungkin seperti setan penghuni neraka jahanam. Tapi aku tidak tahu, bagaimana wajah dari setan penghuni neraka jahanam. Ah, masa bodoh!

"BUANG SAJA! BUANG SAJA MAYATKU KALAU KAMU DAN TRISNA SANGAT KEREPOTAN MENGURUS SEMUA KEPERLUAN PEMAKAMANKU! ENGGAK AKAN ADA YANG PEDULI SETELAH ITU, KARENA AKU DIBENCI DAN DIABAIKAN OLEH SEMUA ORANG!"

Oh, tidak. Apakah pemikirannya sependek itu? Apakah dia sangat se-childish itu? hidupku benar-benar berat. Setelah mama dan papa meninggal, aku harus membagi waktuku antara belajar dan bekerja, dan ditambah lagi aku harus menghadapi seorang kakak yang sangat brengsek ini. Ya Tuhan... ambilah nyawaku sekarang juga, aku udah enggak kuat...

"SUDAHLAH KAK! LUPAKAN SAJA NIAT BUNUH DIRIMU ITU! LAGIPULA AKU ENGGAK SEKEJAM ITU, MEMBUANG MAYATMU SEPERTI SAMPAH SAJA! SEBRENGSEK APAPUN DIRIMU, KAMU TETAP KAKAKKU, TETAP MENJADI SAUDARA KANDUNGKU! TAPI KALAU KAMU MASIH BERSIH KERAS UNTUK BUNUH DIRI, KUMPULKAN SAJA SENDIRI UANG UNTUK SEMUA KEPERLUAN PEMAKAMANMU!"

Aku membalikkan badanku, berniat untuk meninggalkan kak Junif yang masih terdiam seribu bahasa. Mungkin dia merenungi pendapatku untuk mengumpulkan uang keperluan pemakamannya sendiri. Lalu menghentikan langkahku diambang pintu kamar kak Junif.

"Aku akan membuatkanmu makanan, setelah makan pergilah mandi. Aku akan membantumu menuju kamar mandi. Seharian ini kamu enggak makan dan mandi bukan?" kataku sebelum benar-benar pergi meninggalkannya.

***

Dikit lagi konflik akan muncul! :")))

One Day in JapanWhere stories live. Discover now