Bagian Tujuh - Mati!

11K 1.4K 84
                                        

Kanaya menarik napasnya berat. Gadis itu memandang bayi mungil yang sekarang sedang tertidur di kantor bosnya itu. Wajahnya pulas, benar-benar terlelap dalam tidurnya yang nyenyak.

Sesampainya di kantor, Kanaya memang langsung berpisah dengan Pak Damar. Lelaki itu sibuk mengurusi pekerjaannya dan Kana sibuk dengan pekerjaan barunya. Tentang Flo, semua orang kantor sudah pada tau.

Mereka menjadikan Baby Flo sebagai rahasia umum. Bisik-bisik tentangga memang menyebar, ada juga yang penasaran dan menanyakannya langsung dengan Kana, tapi Kana tidak mau terlalu ikut campur urusan bosnya. Biarlah Pak Damar yang menjelaskan semuanya, karena status Flo bukan wewenang gadis itu. Meskipun begitu sesekali Kanaya juga memperjelas status Flo kalau kupingnya sudah tidak tahan saat orang-orang bergunjing yang tidak-tidak tentang bayi tidak berdosa itu.

Ada yang bilang Flo anak haram, anak angkat, dan anak dari wanita nakal simpanannya Pak Damar. Demi tuhan, Kana tidak habis pikir, mungkin memang Flo lahir dari ketidaksengajaan, mungkin memang bayi itu lahir tanpa kesiapan dari kedua orang tuanya, tapi bukan berarti dia anak haram atau semacamnya. Dia anak manusia, yang haram itu hubungan orangtuanya yang di luar status menikah.

Rasanya Kanaya bengah. Kalau sudah begitu kupingnya panas dan dia akan memelototi siapapun itu yang mendekte bayi sepolos Flo dengan hal-hal seperti itu. Selain itu ada lagi isu-isu yang berkembang. Ada yang bilang Flo itu anak hubungan gelap Kanaya dan Bos Gantengnya. Haduh ... ya kali bos gantengnya itu mau sama Kana? Liat muka Kana aja kayaknya dia gak nafsu apalagi sampe kebikin anak semanis itu.

"Mbak Kana."

Mata Kanaya beralih. Gadis itu berdiri saat melihat Agus, OB di kantornya itu datang sambil membawa nasi padang pesanan Kana.

"Mbak ini nasi padangnya, Agus tarok di sini ya," ucap Agus sambil meletakkan piring berisi satu bungkus nasi padang berkaret satu dan sebotol air mineral di atas meja.

"Iya, makasih ya, Gus."

Kana tersenyum gadis itu menghampiri Agus sebelumnya gadis itu meletakkan bantal guling kecil di kiri-kanan anak bosnya itu.

"Flora-nya tidur ya, Mbak?"

"Iya, abis dikasih susu. Diajak ngobrol bentar dia tidur dia."

"Emang udah jam tidurnya, Mbak?"

Kana menggeleng. "Gak tau, saya masih menerka-nerka. Diakan masih gak teratur jadi belum pasti gitu."

Agus mengangguk dan memandangi bayi manis yang tertidur di kasur kecil di sudut ruangan itu dengan lekat. Lelaki yang baru lulus SMA dan memilih mengadu nasib di Jakarta menjadi OB itu menghela napasnya sambil menggeleng-geleng pelan membuat Kanaya menatapnya bingung.

"Kenapa kamu?"

"Enggak apa-apa, Mbak." Agus menatap Baby Flo sekali lagi. "Agus cuma kasihan, Mbak. Orang tuanya sibuk kerja dari bayi udah dibawa ke kantor. Agus jadi bersyukur walaupun di kampung Emak dan Bapaknya Agus cuma bikin sapu, tapi seenggaknya Agus dari kecil dirawat sama Bapak Ibu tanpa dibantu orang lain. Jadi punya waktu banyak sama orang tua gitu, Mbak."

Kana mengangguk. Setiap orang punya masalah yang berbeda. Mungkin secara materi berkecukupan, tapi hal yang lain yang lebih berharga pasti ada yang harus dikorbankan. Entah waktu, kebersamaan atau yang lainnya. Sama seperti Pak Damar, ya mungkin dia sukses dan mapan, tapi dia harus berani berkorban waktu untuk semua pencapaian yang dia dapatkan.

"Eh iya Mbak. Ibu Negara itu siapa ya, Mbak?"

Gadis itu menyerngit. "Ibu negara?"

Agus menggaruk tengkuknya bingung. "Iya Mbak, dari tadi orang di lobi pada sibuk siap-siap katanya Ibu Negera bakal dateng. Mbak Jenar juga ngewanti-wanti saya supaya kerjanya bag-"

Kana membulatkan matanya. "Ini tanggal berapa, Gus?"

"Dua belas-"

Mata Kana membulat. "Astaga, gawat ini!" ucapnya mulai panik. Gadis itu bergerak kesana-kemari sesekali menggigit kuku jarinya, membuat Agus yang sekarang berdiri di dekatnya menjadi khawatir.

"Saya salah ya, Mbak?"

Tidak mendengar pertanyaan tersebut, Kanaya dengan sigap mengambil ponselnya. Masa bodoh lah mau bos gantengnya di tengah rapat atau pertemuan penting yang pasti dia harus tanggung jawab karena Kanaya tidak punya persiapan apa-apa. Gadis itu lupa dan itu semua karena tingkah absurd bin gila bos ganteng sialannya itu.

"Maaf Mbak Kana ini saya, Andit-"

"Kasih ke Pak Bos, Ta!"

"Tapi Mbak, Pak Damar sedang ada meeting dengan investor-"

"Kasih sekarang!" ucap Kanaya tegas.

"B-baik, Mbak."

Tidak berapa lama, suara lembut Andita berganti dengan suara berat yang amat sangat Kanaya kenal.

"Saya sedang rapat dengan Pak Gandhi, Kanaya. Kamu tau seberapa penting ini buat perusahaan?"

Kana rasanya ingin memutar bola matanya malas dan mengumpati bos gila yang alhamdulillah-nya ganteng itu kalau saja dia tidak ingat Baby Flo sedang tertidur pulas dengan amat manisnya di kasur imut bergambar Winnie The Pooh di sudut ruangan sekarang. "Bapak Bosku, saya sebenarnya gak mau menganggu, tapi ini sudah menyangkut hidup dan matinya Bapak."

"Saya sehat Kanaya, tidak sedang sekarat."

"Bapak, sekarang mungkin sehat, tapi nanti Bapak bakal sekarat kalau ingat," ucap Kana kesal.

"Apa Kanaya?"

"Ini tanggal dua belas Pak Damar, dua belas! Bapak tau kan kalau Ibu Bapak inspeksi mendadak dan liat Flo-"

"Mati!"

Ya mati! Bapak mati! Saya juga bisa ikutan mati ini digantung si Ibu kalau tau nutupin tingkah Bapak yang bandel sampai ngasilin buah hati. Gila ... gila.

TBC

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang