Janjiku

890 43 1
                                    




Butiran air itu terus mengalir tak kala melihat tumpukan tanah merah lembab di hadapannya. Tak ada kata yang dapat ia ucapkan, hanya terus bungkam, menatap makam itu dengan pandangan kosong. Masih terus berputar dalam ingatannya, berbagai kenangan tentang dirinya dengan seseorang yang sudah menyatu dalam tanah tersebut. Rentetan peristiwa yang mereka lalui bersama seakan direnggut dengan paksa. Masih membekas diingatannya, bagaimana senyuman tulus itu selalu menemani harinya. Rasanya baru kemarin ia menumpahkan segala keluh kesahnya, dan baru kemarin ia masih mendengar detak jantung teratur dari seseorang yang mengorbankan nyawanya ini.

Bukan hanya dia yang kehilangan, bahkan ribuan orangpun telah menumpahkan air dari telaga penglihatannya. Usapan lembut dipunggungnya membuat Reyna menoleh, "do'a kan yang terbaik untuk lelaki yang sangat baik, sayang". Ryan berjongkok disebelah Reyna. "Daddy tau, kamu kehilangan sosok sahabat yang menyayangimu lebih dari nyawanya sendiri". Ryan mengusap pelan puncak kepala putrinya. "Luis tidak membutuhkan ini, dia membutuhkan do'a darimu" Ryan berkata sambil mengusap air mata yang terus meleleh dari pelupuk mata putrinya.

"Kenapa dad? Kenapa harus Luis?" Reyna berkata setengah berteriak. "Karena tuhan lebih mencintai dia dari pada kita". Jawab Ryan dengan tenang. Ryan kembali menenggelamkan kepala putrinya didada.

Veer hanya menatap nanar makam dari putra satu-satunya itu. Sedangkan Ayu ibunda Reyna dan Himeko hanya dapat terisak saat jenazah itu telah berpadu dengan tanah. Reyna masih enggan meninggalkan makam Luis. Ini sudah setengah jam semenjak Luis dikebumikan. "Rey, ayo kita pulang!" suara Ayu menyadarkan Reyna dari lamunannya.

"Mommy duluan saja, aku masih ingin menemani Luis" tolak Reyna halus. Ayu berjalan mendekati Reyna dan berbisik. "Luis tidak akan senang jika kamu meratapi kepergiannya. Luis bahagia jika kamu bahagia dan dia akan sangat sedih jika kamu seperti ini Kak" Ayu memandang putri dengan sayang. "Tapi dengan Luis pergi,itu  gak buat Reyna bahagia Mom" Reyna kembali terisak didalam dekapan ibunya.

"Kalau gitu, kami menunggumu didekat mobil kak" Ayu, Ryan dan Veer berjalan keluar area pemakaman. Himeko menghampiri Reyna yang masih terisak. "Kami tidak menyalahkanmu atas kematian Luis, Reyna." Reyna mengangkat kepalanya saat mendengar suara calon ibu mertuanya. "Luis memang putra kami satu-satunya, dan sekarang kami tidak memiliki siapa-siapa lagi. Luis telah pergi, tapi dia akan tetap ada didalam hati kita." Suara Himeko sangat bergetar saat mengucapkan kalimat tersebut.

"Maafin Reyna Ma, ini semua salah Reyna. Andai Reyna mendengarkan Luis, semua ini pasti tidak akan terjadi". Himeko memeluk Reyna dengan erat. "Ini bukan salah siapa-siapa. Memang takdir Luis untuk meninggalkan kita. Luis memilih hidup tampa beban dialam sana. Semuanya sudah diatur oleh tuhan,sayang". Mereka berdua kembali menangis didekat tanah merah tersebut.

"Mama mohon sama kamu Rey, untuk selalu datang ke rumah meski tidak ada Luis lagi. Mama tidak memiliki anak lagi. Mama minta supaya kamu meu jadi anak kami. Kami sudah menua, dan kami tidak memiliki seorangpun untuk menjaga kami. Mama ingin kamu selalu datang dan menginap di rumah." Himeko mencium puncuk kepala Reyna dengan sayang.

"Reyna pasti datang kerumah Mama, Reyna bakal rajin ngunjungin mama, Reyna janji" suara Reyna serak dicampur isakan. "Kamu masih ingin disini?" Himeko sudah berdiri, dan dijawab dengan anggukan oleh kepala Reyna.

Setelah Himeko pergi, barulah terdengar isakan yang sangat memilukan dari bibir Reyna."Kenapa Luis? Kenapa harus kamu? Kenapa harus kita yang dipisahkan? Apa kamu capek nungguin aku buat jatuh cinta sama kamu? Apa kamu udah bosan sama mulut cerewet aku? Kenapa? Jawab Luis kenapa" Reyna seperti orang gila yang berbicara sendiri. Tidak ada yang menjawab, hanya kesunyian yang menemaninya.

"Kamu lelah ya nungguin aku jatuh cinta sama kamu. Gimana sekarang kalau aku janji buat jatuh cinta sama kamu, aku bakal janji buat hidup bersama sampai rambut kita memutih. Aku janji kita bakal dengerin suara lucu yang bakal manggil kita Mama dan Papa. Aku janji Luis. Tapi sekarang aku Cuma minta satu hal. Kamu harus hidup. Kamu harus bisa nemenin aku buat membesarkan anak-anak kita. Kamu harus janji Luis". Berbagai kata-kata telah Reyna ucapkan. Namun tumpukan tanah merah dihadapannya masih tidak bergeming. Reyna gila? Mungkin saja.

"Aku Cuma pengen bilang, kalau kamu adalah sahabat terbaiku. Lelaki paling baik yang aku sayangi sampai kini dan sampai aku menutup mata". reyna berdiri dan memandang sekali lagi makam tersebut.

"Aku janji tiap tahun bakal kesni buat ngerayain ulang tahun kamu. Sekali lagi makasih buat kebahagian yang sudah kamu berikan kepadaku. Dan terimakasih dengan pengorbanan yang kamu berikan untuk kehidupanku. Untuk semuanya aku ingin mengatakan terimakasih". Reyna berjongkok dan mengecup singkat nisan yang bertuliskan nama pria yang sangat disayanginya.

Kaki Reyna terasa berat untuk meninggalkan Luis seorang diri. Seakan ada yang menahannya untuk tetap bersama dengan pria itu. Saat membalikkan badan, Reyna melihat siluet seseorang yang berada dibalik pohon. Mungkin hanya perasaan. Tidak mungkin dia ada disini, batin Reyna. Dan dia melanjutkan langkahnya menuju area parkir pemakaman, dimana semua orang sedang menunggunya.

Setelah kepergian Reyna. Siluet tadi berjalan mendekati makam tersebut, dia berjongkok tepat disebelah kanan makam."Gue ngak negerti sama semua ini Luis. Tapi walau bagai manapun kita mencintai wanita yang sama. Elo sudah membuktikan besarnya cinta lo kepada Reyna, dan gue yakin kalau elo benar-benar mencintai dia". Lelaki tersebut mengusap nisan dengan pelan. "Gue ingat kata-kata lo saat dibandara, gue akan berusaha buat menepatinya. Sekrang lo pegang omongan gue. Gue janji bakal jagain Reyna, walaupun nanti gue bakal relain semuanya demi dia, termasuk buat nyusul elo ke alam sana" lelaki tersebut mulai menitikkan air mata.

"Gue gak nyangka aja, kalau elo bakal jadi begini. Gue gak pernah nyangka kalau seorang perempuan bisa membuat kita bersiteru. Awalnya gue udah nyerah sama keputusan Reyna. Tapi saat lo ngomong buat jagaiin dia, gue merasa ada yang salah. Dan sekarang gue tau kalau elo bakal pergi buat ninggalin gue selamanya". Lelaki tersebut hanya mampu mengusap bulir air matanya.

"Awalnya gue sempat berpikir buat membalas elo, dan buat merebut Reyna kembali. Tapi sekarang gue sadar bahwa cinta lo lebih besar dari pada cinta gue. Lo memang laki-laki sejati. Gue pengen buat Reyna kembali ke gue dengan mecelakain lo. Tapi niat gue gak kesampain, elo malah pergi duluan. Andai lo masih hidup gue janji bakal nyerahin Reyna seutuhnya buat elo".

"Lo tau sekarang Reyna benci banget sama gue. Apalagi setelah gue nidurin dia dengan sangat kasar. Gue rasa buat melihat muka gue aja dia gak bakal mau, apalagi buat jadi istri gue. Tapi lo tenang aja, meski Reyna gak bakal jadi milik gue lagi, seenggaknya gue juga bisa berkorban buat dia. Sekarang ada seseorang yang pengen mencelakai Reyna. Dan gue berharap semoga pengorbanan gue nanti, bisa buat Reyna gak bakal membenci gue. Gue tau diri, kalau dia gak bakal maafin gue, tapi setidaknya dia udah gak benci sama gue. Kalau dia udah gak benci sam gue, gue bakal tenang buat nyusulin elo nanti. Buat bilang dengan bangganya sam elo kalau gue udah jagain Reyna sampai titik darah penghabisan. Dan kita dapat kembali menjalin persahabatan dialam sana. Gue gak bakal malu lagi sama elo, kalau gue udah jagain Reyna juga. Dan lo gak berhak buat marah sam gue saat kita ketemu nanti". Suaranya semakin terisak.

"Gue janji bakal jagain Reyna buat elo. Dan buat cinta kita". Lelaki tersebut meninggalkan pemakaman dengan perasaan yang sangat hampa.

Pasti udah tau siapa laki-laki itu? Iya kan????

Tapi siapa yang tau seseorang yang bakal menceklakai Reyna???

Coba tebak Siapa?

Dan jawaban pastinya Author yang bakal buat Reyna celaka

Jumpa di next part......

Byeeee

The Return Of First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang