🎵Coldplay - Yellow
"Jika tak mampu menorehkan kebahagiaan, setidaknya jangan ciptakan kesedihan"
*
*
Beruntung, Kimora tidak telat (banget) masuk ke kelas. Ia tidak ingin nilai mata pelajarannya terganggu hanya karena masalah hati.Bu Titin masih menerangkan materi. Kimora begitu serius memperhatikannya.
"Sst..ssst. ra, mata lo sembab mulu. Lo nangis lagi?" Bisik Devi sambil mencolek-colek lengan Kimora.
"Apaan sih. Orang gue gak nangis kok."
Devi nampak tak percaya, "lo sama Aldi ada masalah apa sih? Gue tadi liat Aleta sama Aldi jalan berdua dari UKS."
Buummmm.
Wajah Kimora memerah. Kenapa Devi ngomongnya sekarang sih. Baru aja gue tenang karena baikan sama Aldi. Ucap Kimora dalam hati.
"Oh. Terus ekspresi gue harus gimana? Harus kaget gitu. Wow aku terkejut, Aldi sama Aleta berduaan di UKS. UWOOOWW."
Devi hanya mengernyit heran. Mungkin dugaan Devi benar. Kimora sedang bermasalah dengan Aldi.
"Ih, sejak kapan lo jadi aneh gini ra!"
"Sejak tadi." Jawab Kimora cuek.
Ternyata sedari tadi Bu Titin memperhatikan tingkah Kimora dan teman sebangkunya, Devi dari sudut depan kelas.
Sebuah tutup spidol melayang ke arah mereka berdua. Namun, Kimora yang menyadari hal itu menunduk.
*bletaakk*
Kening Devi menjadi sasaran empuk bidikan Bu Titin.
Devi hanya bisa meringis kesakitan sambil mengelus elus jidatnya,
"Kimora, Devi!! Kalo kalian mau ngobrol, sini ke depan. Kalian ibu beri hukuman, karena mengobrol dan mengganggu konsentrasi belajar teman kalian. Kalian-"
Ucapan Bu Titin terputus. Seorang guru tinggi besar dan bersuara nge-bas muncul di hadapan kami. Namun, sebelumnya sudah mengetuk pintu.
"Permisi bu Titin."
Bu Titin mendekat ke arah guru berperawakan tinggi besar itu. Pak Heri namanya. Pak Heri membisikan sesuatu pada bu Titin.
"Oh. Baik pak. Nanti saya sampaikan. Saya hampir saja lupa."
Pak Heri meninggalkan kelas.
"Kimora Asyifa, Devi Sabila."
"Sabela bu." Bantah Devi.
"Ya. Itu maksud ibu. Sekarang kalian berdua selamat dari hukuman berkat berita yang disampaikan pak Heri barusan."
Kimora dan Devi saling memandang satu sama lain. Merasa bingung dengan ucapan Bu Titin.
"Bu. Kata Pak Heri tadi apa bu?" Celetuk Dito. Murid terusil di kelas 11 Ipa 4.
"Nah, jadi gini. Ibu hampir saja lupa. Sebentar lagi kan Anniversary sekolah kita. Sudah menjadi tradisi ketika merayakan hari jadi sekolah, sekolah kita mengadakan pentas seni." Jelas Bu Titin.
"Kelas kalian mendapat jatah bermain peran alias drama. Untuk ceritanya bebas. Namun, khusus untuk Aleta dan Aldi, mereka tidak bisa ikut serta dalam kelasnya masing-masing. Mereka akan menampilkan bakat mereka secara terpisah." Lanjut Bu Titin.
"Ngomong-ngomong, yang di kelas ini Aleta atau Aldi?" Lanjut bu Titin (lagi)
"Aleta buu.." teriak seisi kelas sembari mengarahkan jari telunjuk mereka kepada Aleta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just One
Teen FictionMulut ini diam namun hati ini tak begitu saja bungkam Disaat harus memilih antara berhenti untuk diam lalu bertindak atau tetap bungkam dan bersiap menahan pedihnya kehilangan -kimora asyifa-