"Nggak usah dengerin apa kata mereka. Tutup telinga dan buka mata lo lebar-lebar. Didepan mata lo udah ada cowok yang butuh support lo."
"Ivan! Ngapain lo disini?" Raina bertanya dengan tampang terkejut, bingung dan nada bicara yang ketus.
"Menurut lo!" balas Ivan dengan nada yang tak kalah ketus dari Raina.
"Bahkan Ivan pun ikut ndeketin dia! Gila dukunnya manjur parah! Pasti bokapnya tuh yang suka main gituan, makanya bokapnya bisa masuk penjara."
Kesabaran Raina sudah habis. Kenapa semua orang selalu beranggapan negatif tentang kedekatannya dengan Emilio? Mereka hanya bersahabat, apa itu salah?
Ini bukan hanya masalah ketidaksukaan Raina karna mereka sudah menghina dirinya, ini karna mereka sudah membawa-bawa sosok ayah yang selalu ia banggakan sejak kecil, walaupun 3 tahun terakhir dia sangat kecewa kepada ayahnya karna kasus yang melilit ayahnya yang membuat dia ditahan dijeruji besi sampai 2 tahun kedepan. Tapi bagaimana pun itu adalah ayahnya, Raina tetap menyayanginya dan tidak akan tinggal diam jika seseorang menjatuhkan harga diri ayahnya.
Raina pun membalikan kepalanya menghadap kedua wanita dibelakangnya yang terus membicarakan dirinya dengan tatapan membunuh. Sedangkan kedua wanita itu tampak sedikit salah tingkah dan ketakutan. Saat Raina sudah mengangkat bokongnya dari tempat duduk, lagi-lagi sebuah tangan kekar membatalkan rencana Raina untuk memaki wanita itu.
"Lo nggak denger kata-kata gue? Tutup telinga lo." Bentak Ivan.
Raina pun kembali mendaratkan bokongnya dirempat duduk disamping Ivan.
"Gimana gue bisa tutup telinga gue kalo gue bisa dengan jelas denger ucapan mereka yang njatuhin harga diri bokap gue! Gue masih bisa nahan kalo dia nginjek-injek harga diri gue, tapi gue nggak akan tinggal diam kalo mereka udah mbawa keluarga gue!" balas Raina membentak Ivan namun dengan suara yang lirih.
Ivan tidak berkomenar apapun, namun ia merogoh saku hoodie yang ia kenakan, kemudian mengambil sebuah earphone miliknya, memasangkan ketelinga kanan Raina dan menghubungkannya dengan ponsel miliknya dan mulai memutar musik bergenre slow yang menenangkan.
"Buktiin kalo semua yang mereka omongin tuh ngga bener. Marah bukan jawaban dari masalah lo. Emosi malah ngebuat lo keliatan kalah." Walaupun Raina menggunakan earphone tapi dia masih bisa mendengar ucapan Ivan yang bisa dibilang sedikit lirih.
Raina menatap Ivan bingung. Lelaki disampingnya bukan seperti sosok Ivan Martinez yang sangat menyebalkan, tapi sekarang dia terlihat seperti kembarannya. Ini baru pertama kali Raina merasa sedekat ini dengan Ivan, sebelumnya mereka berdua selalu terlibat pertengkaran dan debat-debat mereka yang selalu diakhiri dengan Raina yang pergi karna terlalu kesal dengan sosok Ivan.
"Waktu lo kesini, lo lewat jalan mana? Lo kesambet di kuburan mana?" Tanya Raina yang masih memasang tampang bingung.
Ivan yang sedari tadi fokus memperhatikan kembarannya bermain basket pun sekarang menatap Raina sambil menautkan kedua alisnya bingung.
"Lo gila?!"
Raina langsung mendengus kesal. Ternyata yang berada disampingnya benar-benar Ivan Martinez yang sangat menyebalkan.
***
Setelah kurang lebih 1 jam Raina dan Ivan berada digedung pertandingan itu akhirnya mereka berdua memutuskan untuk keluar tetapi sebelumnya mereka berdua memutuskan untuk menghampiri Emilio yang masih beada di ruang ganti untuk mengucapkan selamat atas kemenangan pertamanya di tim barunya. tim Emilio berhasil mengalahkan lawannya dengan skor tipis. Raina dan para gadis bersorak gembira saat Emilio berhasil memasukan bola terakhir untuk memastikan kemenangannya di detik-detik akhir pertandingan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIDE
Fanfiction"Mempertahankan lebih sulit dari pada meraih." Itulah yang Ivan rasakan ketika posisi nomor 1nya diambil oleh Emilio, saudara kembarnya sendiri. Sejak saat itu, keberadaan Ivan seakan tidak terlihat karena sosok Emilio menjadi figur baru bagi keluar...